Oleh Ani Marlina
Mahasiswa PPs Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya, dimana manusia bersikap dengan aturan-aturan tertentu dengan berbagai landasan, diantaranya landasan pendidikan yang mencakup:
1. Landasan Sejarah
a. Pendidikan Prakemerdekaan;
Pendidikan pada zaman penjajahan Belenda (prakemerdekaan) bersifat:
1. Aristokratis
Pendidikan yang bersifat aristokratis yaitu pendidikan yang bersifat “SARA” dan struktur kelembagaan, dimana pada saat itu pendidikan di Indonesia hanya berdasarkan stratifikasi sosial yang pada saat itu hanya didominasi oleh komunitas-momunitas adat yang pada umumnya berada di pulau Jawa, Sumatra dan Bali).
2. Dikotomis
Pendidikan yang bersifat dikotomis yaitu pendidikan yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah kolonial Belanda tanpa memberikan hak sedikitpun pada pemerintahan yang berada di Indonesia (walau masih bersifat kerajaan/kesultanan) sehingga ada jedah (pembatas/pemisah) dalam perolehan proses pembelajaran antara anak dan keturunan kolonial Belanda, anak dan keturunan warga Indonesia yang bekerjasama dengan kolonial Belanda pada saat itu, dan warga indonesia secara umum yang terjajah.
3. Tidak berkeadilan
Pendidikan yang bersifat tidak berkeadilan yaitu pendidikan yang hanya memihak pada golongan tertentu diantaranya golongan anak dan keturunan bangsawan atau anak dan keturunan yang orang tuanya bekerjasama dengan pihak kolonial Belanda pada saat itu sehingga warga secara umum tidak mengenyam bangku pendidikan.
Dari ketiga hal tersebut bertujuan agar rakyat Indonesia secara umum mengalami kebodahan, sehingga penjajah pemerintahan kolonial Belanda menjadi kekal di tanah jajahanya tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia.
Tokoh pendidikan pada saat prakemerdekaan yang pada saat itu memperjuangkan pendidikan, diantaranya;
a. KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Organisasi Agama Islam yang kemudian berkembang menjadi Pendidikan Agama Islam yang kita kenal sekarang ini dengan nama Muhammadiah pada tahun 1912 di Yokyakarta yang bertujuan agar kaum muslim pada saat itu berahlak mulia, cakap, percaya diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan bangsa.
b. Ki Hajar Dewantara yang mendirikan pendidikan yang bernama Taman Siswa 1922 di Yokyakarta, dengan sistem dan metode pendidikannya diringkas pada empat keemasan yaitu asas taman siswa, panca darma, adat istiadat, dan semboyan atau perlambangan.
1. Mohamad Safei yang mendirikan pendidikan yang bernama sekolah Kayutanam, diberinama Kayutanam karena bangunan yang didirikannya di perkebunan Kayutanam pada tahun 1926 di daerah Sumatra Barat.[1]
b. Pendidikan Masa Revolusi
Pendidikan pada masa revolusi mulai disebarluaskan walau pada saat itu bangsa Indonesia belum merdeka sehingga penyebarannya belum merata oleh pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) walau belum sampai kepelosok yang sangat terpencil, dimana saat itu di bawah kekuasaan penjajah Jepang yang sesuai dengan semboyang 3A produk Jepang untuk mencari simpati waraga bangsa Indonesia yang salah satu misinya adalah pendidikan dan kesempatan ini sangat dimanfaatkan oleh pemerintahan RIS saat itu karena ternyata pendidikan sangat penting agar bangsa tidak tertinggal dan tidak terjajah. Sehingga pada saat itu telah terbentuknya BPUPKI (28 mei 1945) dan PPKI (22 agustus 1945) yang telah merumuskan dengan jelas tentang Kebudayaan Nasional di dalam Pendidikan Nasional, tentang;
1. Pendidikan Nasional bersendikan kepada nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa menuju kepada keselamatan dan kebahagiaan.
2. Kebudayaan bangsa tumbuh dan berkembang sebagai hasil usaha budi daya rakyat indonesia seluruhnya.
Hal ini tampak jelas termuat dalam UUD 45 baik dalam pembukaan dan batang tubuh.[2]
c. Pendidikan Pasca kemerdekaan
Pendidikan pada masa pascakemerdekaan lebih disebarluaskan lagi keseluruh pelosok Indonesi yang bersifat:
1. pendidikan mandiri yang lebih berkeadilan berdasarkan 2 prinsip, yaitu;
a) Filsafat negara RI yang terkandung dalam pancasila
b) Kebudayaan kebangsaan indonesia
2. Perluasan dan pemerataan pendidikan secara kuantitatif
3. Praktek pendidikan di sekolah dan luar sekolah
2. Landasan Filasafat
Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan, sehingga dari hasil perenungan tersebut terdapat beberapa aliran filsafat, diantaranya;
1. Aliran esensialis yaitu aliran yang bertitik tolok dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya (kebudayaan). Sedangkan kebenaran yang lain yang belum terbukti dalam jangka waktu yang lama itu hanyalah kebenaran yang kebelulan saja. Penekanan pendidikannya adalah pembentukan logika dan intelektual.
2. Aliran parenialis yaitu aliran yang menganut kebenaran ada pada wahyu tuhan, aliran parenialis dianut oleh Agustinus dan Thomas Aquino.
3. Aliran progresivis yaitu aliran yang menganut hal-hal yang tidak pasti karen mengalami jiwa yang selalu perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah dan perbuatan nyata (tujuan dan kebenaran itu bersifat relatif). Aliran progresivis dianut oleh John Dewey.
4. Aliran rekonstruksionis yaitu aliran variasi dari progresivis yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki dan mengkantruksi kembali). Aliran rekontruksionis dianut oleh Callahan.
5. Aliran eksistensialis yaitu aliran yang menganut kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri, manusia memiliki kebebasan yang menentukan keputusan dan komitmennya sendiri.[3]
3. Landasan Hukum
Landasan hukum pendidikan di Indonesia antara lain:
1. tertera pada UUD 1945 sebagai landasan hukum tertinggi di negara Indonesia yaitu pada;
a. Pasal 31 ayat 1 berbunyi Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, dan ayat 2 berbunyi Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran.
b. Pasal 32 berbunyi Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia yang diatur dengan undang-undang.
2. UU RI No 2 th 1989 tentang pendidikan nasional, yaitu;
a. Pasal 1 ayat 2 berbunyi Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila & UUD 1945, dan pasal 1 ayat 7 berbunyi Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Pasal 27 ayat 2 berbunyi tentang tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar, dimana oleh Yusuf Hadi Miarso dibuat dalam bentuk spektrum seperti di bawah.
4. Landasan Sosial Budaya
Manusia sebagai mahluk sosial yaitu manusia tidak dapat hidup tanpa ada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu secara alami yang dibawah sejak manusia itu terlahir dimuka bumi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosialnya.
Menurut Imran Manan, 1989 dan Hasan, 1983 dalam www.Wikipedia.Com menyatakan bahwa kebudayaan berisikan norma, kebiasaan, adaptasi, dan tradisi. Lebih lanjut Imran Manan, 1989 membagi menjadi 5 komponen kebudayaan yaitu: 1) gagasan; 2) ideologi; 3) norma; 4) teknologi; 5) benda dan menambahkan beberapa komponen diantaranya; 1) kesenian; 2) ilmu; dan 3) kepandaian.
Lebih lanjut beliau membagi kebudayaaan yang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kebudayaan umum yaitu kebudayaan Indonesia itu sendiri
2. Kebudayaan daerah yaitu kebudayaan yang berada di daerah-daerah seperti kebudayaan Buton, Raha, Sunda, Jawa, dll.
3. Kebudayaan popular yaitu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek dari kedua kebudayaan di atas.
5. Landasan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Secara garis besar psikologi dapat dibedakan menjadi:
a. Psikologi Perkembangan, oleh Nana Syaodih (1988) dalam Indah Permanasari membagi 3, yaitu:
1. Pendekatan pentahapan yaitu perkembangan individu yang berjalan melalui dengan tahap-tahap tertentu. Dalam proses pendidikan haruslah melalui jenjang tahapan-tahapan baik dalam proses pembelajaran ataupun dalam sistem pendidikan itu sendiri.
2. Pendekatan diferensial yaitu pendekatan yang memandang setiap individu memiliki persamaan dan perbedaan yang dapat dijadikan dasar pengelompokan dengan menggabungkan perpedaan dan persamaan tersebut sehingga terjadi kelompok yang heterogen.
3. Pendekatan ipsatif yaitu pendekatan yang melihat karateristik yang dimiliki oleh individu atau pendekatan individual.
Lebih lanjut Stanley Hall dalam Indah Permanasari sebagai penganut teori Evolusi & Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak menjadi:
a. Masa kanak-kanak yang berumur 0 – 4 tahun memiliki sifat segala sesuatu yang ada disekitarnya adalah kepunyaannya, pada usia 0 – 1 tahun selalu mengungkapkan perasaannya dengan cara menangis yang dapat disebabkan ia lapar, ia mengeluarkan kotoran dan atau ada benda asing.
b. Masa anak yang berumur 4 – 8 tahun memiliki sifat ingin tahu yang tinggi, sehingga anak pada usia tersebut sering mengeluarkan pertanyaan. Sebagai orang tua (guru) seharusnya memberikan jawaban yang benar dan masuk akal anak tersebut karena hal tersebut merupakan awal perkembangan otak anat tersebut.
1. Masa muda yang berumur 8 -12 tahun memiliki sifat cenderung berbuat salah dan selalu memcari perhatian pada orang yang lebih dewasa atas apa yang diperbuatnya, maka sikap aorang yang lebih dewasa (orang tua/guru) memperhatikan dan memberikan petunjuk yang seharusnya diperbuatnya).
d. Masa adolesen yang berumur 12 -18 tahun memiliki sifat ingin mencari perhatian dari lawan jenis dengan berbuat sesuatu tanpa membedakan itu baik atau buruk, karena pada usia tersebut seorang anak merupakan awal mendapatkan tanda-tanda kedewasaan dengan adanya mimpi basah pada laki-laki (13 tahun) dan menstruasi (12 tahun).
e. Masa dewasa yang berumur 18 keatas memiliki sifat ingin mencari pasangan hidup dan berpikir untuk membahagiakan pasangannya dengan mencari pekerjaan dan sebagainya.
b. Psikologi belajar
Belajar adalah proses dalam memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap seseorang yang belum mengetahui menjadi mengetahuinya. Ketika subyek belajar, responya meningkat dan bila terjadi hal sebaliknya (unlearning) angka responya menurun. Karena itu belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon. Skinner dalam Gredler (1994).
Teori Vygotsky tentang belajar adalah memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran sehingga anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, atau segala sesuatu yang memungkinkan siswa tumbuh mandiri (Slavin dalam Sudibyo, 2003). Teori belajar memberikan gambaran tentang aktivitas fisik dan mental yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan membawa seseorang pada kondisi berperilaku positif atau negatif.
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanent sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat/kecelakaan) dan mampu mengkomunikasikannya dgn orang lain.
Menurut Gagne (1979) yang membagi belajar atas beberapa prinsip:
1. Kontiguitas, yaitu dengan memberikan situasi/materi yang mirip degan harapan anak secara berturut-turut (beberapa kali)
2. Pengulangan, yaitu situasi dan respon anak yang diulang-ulang dan dipraktekkan agar belajar lebih sempurna serta pemahaman anak lebih lama diingat.
3. Penguatan, yaitu memberikan sesuatu (hadiah) atas hasil yang diperoleh anak untuk mempertahankan atau membuat respon itu.
4. Motivasi positif, yaitu menimbulkan rasa percaya diri siswa dalam proses belajar.
5. Tersedia materi yang lengkap, yaitu untuk memancing aktivitas anak sehingga anak lebih bergairah dalam proses belajar dan guru tidak mengalami kekurangan bahan ajar.
6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual anak untuk belajar, yaitu agar peserta didik (siswa) anak merasa lebih mengalami segala sesuatu yang diperoleh dalam proses pembelajaran.
7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak dalam belajar, yaitu guru dapat menggunakan penggabungan metode dan strategi apa saja yang ada dalam proses pembelajarar dengan satu tujuan agar siswa dapat memahami segala sesuatunya yang disampaikan.
8. Kejiawaan anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam belajar, agar anak memperhatikan segala sesutu yang disampaikan oleh guru pada saat proses belajar.
Dari kedelapan prinsip belajar menurut Gagne (1979) bertujuan agar siswa (peserta didik) dapat memahami dalam jangka waktu yang lama segala sesuatu yang disampaikan pada saat itu. Mengalami adalah salah satu ciri kegiatan belajar, kegiatan belajar-mengajar perlu menyediakan pengalaman yang nyata dalam kehidupan sehari-hari atau sesuatu yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah, dan prinsip ilmu yang dipelajari.
Dengan demikian semua siswa diharapkan memiliki pengalaman langsung melalui semua panca indra (melihat, mendengar, meraba/merasakan, mencicipi/menikmati, dan mencium/membau) yang memungkinkan meraka dapat memperoleh informasi sebanyak mungkin.
Lebih lanjut Dimyati dan Mudjiono menggambarkan hakikat pendidikan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia
1. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku,
2. Siswa sebagai peserta didik di sekolah yang memiliki kepribadian, pengalaman, dan tujuan dimana ia akan mengalami perembangan jiwa sesuai asas emansipasi diri menuju keutuhan dan kemandirian,
3. Guru menyususn desain intruksional untuk membelajarkan siswa,
4. Guru menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar,
5. Guru bertindak mengajar di kelas dengan maksud membelajarkan siswa dimana guru menggunakan asas mendidik maupun teori belajar,
6. Siswa bertindak belajar (mengalami proses dan meningkatkan kemampuan menthalnya),
7. Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tidak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar.
6. Landasan Ekonomi
Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas sehingga lembaga pendidikan berkewajiban untuk memperbayak sumber dana tersebut yang dapat digali dari berbagai sumber, seperti;
1. Dana dari pemerintah yang dapat diperoleh dalam bentuk proyek pembangunan, proyek penelitian, pertandingan karya ilmiah anak dan perlombaan-perlombaan lainnya,
2. Dana dari hasil kerjasama degan instansi lain seperti instansi pemerintah, swasta, dan dunia usaha. Kerjasama ini bisa dalam bentuk proyek penelitian, proyek pengembangan bersama, dan proyek pengabdian masyarakat,
3. Dana dari hasil membentuk pajak pendidikan yang dapat dirancang lewat kerjasama antar lembaga pendidikan, pemerintah setempat, dan masyarakat sehingga yang membayar pajak pendidikan bukan hanya orang tua yang anaknya bersekolah di sekolah tersebut, tetapi pajak tersebut dibayar oleh semua warga yang ada di daerah tersebut.
4. Dana yang diperoleh dari usaha-usaha lainnya, seperti;
a) Mengadakan seni pentas di masyarakat,
b) Menjual hasil karya nyata anak,
c) Membuat bazar,
d) Mendirikan toko keperluan personalia pendidik dan anak,
e) Mencari donatur tetap,
f) Mengumpulkan sumbangan, mengaktifkan BP 3,
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan 3 kelompok, yaitu;
1. Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti penelitian, pendidikan, gaji, pengabdian masyarakat, biaya pemeliharaan bangunan dll,
2. Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai untuk pembangunan yang belum ada dalam berbagai bidang seperti pengadaan sarana dan prasarana, pengadaan alat belajar, media, dll,
3. Dana bantuan masyarakat termasuk SPP, untuk membiayai hal-hal yang tidak dianggarkan pada dana point 1 dan point 2 atau untuk memperbesar dana pada point 1 dan point 2,
4. Dana usaha lembaga sendiri, yang penggunaannya sama dengan
point 3.
7. Landasan Sosiologis
Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang terdapat pada makhluk hidup lainnya, yaitu hewan dimana ada pembagian kerja yang tetap pada anggotanya, ada ketergantungan antar anggota, ada kerjasama antar anggota, komunikasi, diskriminasi antar individu.
Sosiologis lahir pada abad ke-19 di Eropa, karea pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kukuh. Sosiologis sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena dapat terlepas dari pengaruh filsafat.
Nama sosiologi pertama digunakan oleh August Comte (1798-11857) tahun 1839. Sosiologi merpakan ilmu pengetahun positif yang mempelajari masyarakat. Perilaku tersebut dapat dicontohkan dalam lingkungan sekolah diantaranya :
Hubungan kemanusiaan di lingkungan sekolah yang meliputi :
a. Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
b. Pola interaksi sosial/ struktur masyarakat sekolah.
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang dipelajari :
1. Peranan setiap guru
2. Sifat kepribadian guru
3. Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa
4. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
Masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologis SISDIKNAS yaitu :
1. Ada interaksi antara warga-warganya
2. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma hukum, dan aturan-aturan yang khas
3. Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya, kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, dan loyalitas terhadap kelompoknya, yang merupakan pangkal dari perasan bangga sebagai patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial dll. (Wayan Ardhana, 1986 : Modul 1/68).
1. 8. Landasan Kultural
Yaitu merupakan hal mengenai ide, gagasan, nilai dsb (ideal), kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan cara-cara mewariskan kebudayaan : terjadi dalam keluarga (in formal), melibatkan lembaga (formal), dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari (non formal).
9. Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu.
Ilmu pengetahuan (science) yang memenuhi criteria ontologism, epistemologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin yaitu ilmu pengembangan dan pemanfaatan IPTEK. Pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan diantaranya :penelitian dasar, terapan, pengembangan tekhnologi, biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius. Apakah langkah tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan apakah dampaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur dari masyarakat.
Demikian 9 Hakikat Ilmu Pendidikan yang telah penulis paparkan , semoga dapat menjadi referensi dalam pengembangan pendidikan . Dan selanjutnya dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian --
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !