Hubungan Geografi dan Ekonomika
Tumbuhnya kesadaran mengenai terbatasnya daya penjelas teori-teori lokasi yang tradisional dalam menganalisis geografi ekonomi telah mendorong munculnya paradigma baru yang disebut geografi ekonomi baru ( new economc geography atau geographycal economics ) ( Fujita dan Thisse, 1996 ).
Paul Krugman, mahaguru dari Massachusetts Institute of Technology, telah membuka misteri ( black box ) eksternalitas ekonomi dan secara eksplisit memasukan dimensi spasial dan semangat ‘proses kumulatif’ dalam deskripsi pembangunan perkotaan dan regional ( krugman, 1996 ). Krugman menjelaskan mengapa terjadi konsentrasi spasial di kota-kota besar negara sedang berkembang.
Hal yang terjadi adalah terjadi perbedaan atas pembangunan daerah tidak terbatas pada struktur industri dan eksternalitas. Namun, perbedaan diperluas pula pada pernyataan transaksi yang tidak melaluli pasar dan cara bagaimana meningkatkan kekuatan produsen besar dikaitkan dengan lokalisasi industri secara kontemporer ( Martin dan Sunley, 1996 )
Singkatnya , paradigma baru yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan pendekatan ilmu ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu ekonomi arus utama ( mainstream economics ) memang cenderung mengabaikan dimensi “ruang” atau “spasial”.
Dengan kata lain, ekonomi arus utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat dari inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi seputar what to produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun geografi sendiri itu cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Aspek-aspek spasial tetap merupakan blind spot bagi mayoritas ekonomi karena ketidak mampuan para ekonom untuk menciptakan model yang menjelaskan berbagai macam aspek lokasi industri ( Krugman, 1995: 31-7 ). Sementara itu, geografi merupakan studi mengenai pola spasial diatas permukaan bumi, yang menjawab pertanyaan where ( dimana aktifitas manusia berada ) dan why ( mengapa lokasi perusahaan atau industri berada disitu ).
Dalam perspektif geografi ekonomi, aspek pola spasial aktivitas ekonomi menjadi pusat perhatian utama dengan digunakannya Sistem informasi Geografi dan Menjawab pertnyaan sentral dalam ekonomi regional, yaitu “dimana” ( where ) lokasi industri berada dan “mengapa” ( why ) terjadi konsentrasi geografi industri manufaktur.
Peranan wilayah subnasional, yaitu apakah kabupaten atau kota yang mempengaruhi lokasi aktivitas ekonomi, tampaknya semakin penting dalam studi geografi ekonomi. Ohmae menjelaskan bahwa dalam dunia tanpa batas, region state akan menggantikan negara bangsa (national state) sebagai pintu gerbang untuk memasuki perekonomian global (Ohmae, 1995).
Mengapa Terjadi Konsentrasi Spasial? dan Teori-teori Spasial
Penjelasan “klasik” konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial biasanya merujuk pada dua macam eksternalitas ekonomi, yang dinamkan penghematan lokalisasi (localization economies) dan penghematan urbanisasi (urbanization econimies) (Henderson, 1988; O’Sullivan, 1996). Kedua macam penghematan, yang sering disebut agglomertion economies, secara implisit memperlihatkan hubungan antara industrialisasi dan urbanisasi dalam proses pembangunan.
Penghematan akibat lokasi terjadi apabila produksi perusahaan pada suattu produksi menurun ketika produksi total industri meningkat. Singkatnya, dengan berlokasi didekat perusahaan lain dalam industri yang sama, suatu perusahaan dapat menikmati beberapa manfaat. Penghematan lokasi, yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki aktivitas yang berhubungan satu sama lain, telah memunculkan fenomena kluster industri atau ssering disebut industrial cluster atau industrial district.
Kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktivitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan umumnya berspesialisasi hanya pada satu atau dua industri utama. Inilah yang dinamakan Marshallian industrial diistrict.
Sebaliknya, urbanisasi economies terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan dalam wilayah perkotaan yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi diwilayah perkotaan terjadi akibat skala perekonomian kota yang besar, bukan akibat skala suatu jenis industri. Dengan demikian, penghematan urbanisasi memberikan manfaat pada semua perusahaan diseluruh kota, tidak hanya perusahaan dalam suatu induustri tertentu.
Dengan demikian, tingginya ketimpangan spasial aktivitas ekonomi mendorong munculnya berbagai teori dan studi untuk memahami lokasi industri. Demikian teori-teori utama yang menjelaskan lokasi industri :
1. Teori Neoklasik
Teori Neoklasik disebut paradigma kearifan konvensional karena beberapa alasan yaitu: pertama, teori ini menyajikan doktrin yang relatif mapan dalam ekonomika dan menjadilandasan dalam teori pembangunan regional dan lokasi. Kedua teori ini konvensional, dalam arti memberikan alasan rasional beroperasinya ekonomi dalam masyarakat kapitalis. Ketiga, teori ini menganggap peerusahaan seperti “manusia ekonomi” (homo economicus) yang memiliki informasi dan rasionalitas sempurna untuk menghitung suatu lokasi optimal yang meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan.
Namun karakteristik utama dari teori ini dalam menjelaskan lokasi industri adalah :
1. Fokus pada variabel ekonomi (biaya transpor, biaya tenaga kerja dan lain-lain) dengan mengabaikan proses sejarah, ekonomi, politik, dan sosial.
2. Menganalisis faktor-faktor ekonomi secara abstrak dengan penndekatan deduktif untuk menarik generalisasi kemana industri akan memilih untuk berlokasi.
3. Mengasumsikan bahwa hukum-hukum ekonomi berlaku universal, yang didasarkan atas rasionalitas ekonomi yag mengarahkan perilaku.
2. Teori Keperilakuan
Kunci utama untuk menjelaskan keperilakuan lokasi suatu industri adalah dengan menjelaskan bagaimana perusahaan-perusahaan dalam industri memandang, menejemahkan dan mengevaluasi informasi dan fakto-faktor yang mempengaruhi proses pemilihan industri. Kita dapat menyebutkan sebuah perusahaan dengan “pengolahan informasi” dimana lingkungan adalah sumber informasinya dan hubungan antara perusahaan dan lingkungan terjadi karena arus informasi. Intinya, pilihan lokasi merupakan bagian keputusan investasi jangka panjang atau strategi yang kompleks, tidak pasti, subyektif, dan dilakukan oleh pengambil keputusan secara individu atau grup. Oleh karena itu, lokasi pabrik mencerminkan preferensi lokasional, yang membentuk dan dibentuk oleh proses pengambil keputusan.
3. Teori Radikal
Dalam perspektif teori Radikal, perilaku ekonomi mencakup perilaku lokasi harus mengetahui serta memahami kondisi ekonomi politik. Teori Radikal menyatakan bahwa agen-agen ekonomi memiliki kekuatan untuk menciptakan perbedaan serta mengubah lingkungannya serta hubungan antara perusahaan dengan lingkungannya.
Struktur perusahaan adalah pemanfaatan aset perusahaan yang bersifat fisik maupun manusia dalam manufaktur dan kantor sdministrasi yang sistem operasionalnya terintegrasi. Struktur perusahaan berkaitan dengan erat dengan strategi perusahaan. Strategi muncul dari struktur dan pada gilirannya, mengubah struktur.
Potensi Geografis dan Karakteristik Spasial Indonesia
Sumberdaya wilayah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara keruangan, kelingkungan maupun kewilayahan. Sebagai negara kepulauan yang luas dengan jumlah pulau yang banyak memiliki sumberdaya laut (marine resources) dan daratan (land resources) yang perlu dikelola secara terintegrasi. Aspek klimatologi, geologis/ geomorfologis, hidrologis, biotis dan manusia serta sosio kulturnya yang beragam sangat penting dikaji dalam mengelola sumbedaya wilayah untuk kesejahteraan bangsa.
Selain tinjauan aspek lingkungan dan kebencanaan alam yang terjadi disetiap wilayah provinsi, kabupaten/kota perlu dijadikan kriteria dalam perencanaan pembangunan (pengembangan industri) wilayah dan implementasinya. Sebagai negara tropis, visi pembangunan di Indonesia perlu memantapkan diri sebagai Negara pertanian yang kuat melalui konsep agro produksi, agroindustri, agrobisnis, agroteknologi dan agrososio kultur serta tourisme.
Pendekatan ini dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam bila dikelola dengan baik sesuai dengan daya dukung lingkungan, oleh karena itu pembangunan nasional kedepan diutamakan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan IPTEKS untuk kehidupan. Pengelolaan sumberdaya wilayah/ ruang berkelanjutan dapat dicapai dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologi ekonomi, manajemen sumberdaya dan lingkungan, keberlanjutan teknologi dan sosio kultur.
1. Potensi Geografis Indonesia
Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13667 pulau dengan 5 pulau besar, berbatasan dengan laut Andawan, China Selatan, Malaysia, Phillipina dan Samudera Pasifik, Hindia dan Australia. Bentang alam di daratan barat mempunyai perairan dangkal (Dangkalan Sunda), daratan timur mempunyai perairan dangkalan (Dangkalan Sahul) dan cekungan tengah memiliki perairan laut dalam dengan beberapa palung laut.
Daratan Indonesia sebagian besar kelanjutan dari jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan jalur Sirkum Mediteran. Dataran rendah dan luas ada di Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya dan Jawa. Terdapat gunung api aktif sekitar 200 dan yang 70 berada di Pulau Jawa. Selain hasil erupsi gunung api yang memberikan lahan subur pada lerengnya, juga ada resiko bencana gunung api. Sungai-sungai dan muara juga terdapat di pulau-pulau besar yang potensial dikelola untuk kehidupan demikian danau-danau besar di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan. Diperkirakan sekitar 7.623 pulau di Indonesia belum punya nama (ensiklopedia Indonesia seri Geografis, 1997).
Potensi flora di Indonesia beragam sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tumbuhan terdapat pada zona elevasi < 700 m, 1.500 – 2.500 m dan diatas elevasi 2.500 m dpal. Sebaran flora mulai dari kawasan pantai, dataran rendah dan berawa, lereng kaki gunung hingga pegunungan. Demikian corak fauna yang beragam dan khas (corak Australia).
Penduduk yang beragam suku dan bahasanya serta agama terdapat di wilayah Indonesia yang diperkirakan 300 kelompok etnik (suku bangsa). Ratusan bahasa lisan (daerah) di jumpai di Indonesia, sedangkan bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Beragam seni dan budaya yang dimiliki oleh berbagai kelompok etnik tersebut.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut dan kehidupan sejak jaman kerajaan, maka urutan potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah meliputi:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2. Karakteristik Spasial Potensi Geografis
Pembangunan wilayah pengembangan industri ditinjau dari aspek spasial dan sektoral di Indonesia perlu memperhatikan zona potensi geografis yang merupakan pendekatan spasial-ekologikal untuk menuju kesejahteraan rakyat. Pemecahan masalah pembangunan dan upaya memajukan rakyat dapat dikelompokkan atas 5 (lima) tipologi wilayah pembangunan geografis yaitu:
1. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia yang banyak seperti Pulau Jawa dan Bali.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
Dengan zonasi potensi geografis, maka pembangunan (pengembangan industri) sektoral dapat diarahkan terutama untuk pembangunan di kawasan tertinggal seperti pada zona Maluku dan Nusa Tenggara. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat diarahkan agar resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam di tiap zona tersebut dapat dikendalikan.
Konsentrasi Spasial di Indonesia
Salah satu ciri yang menonjol dari perkembangan industri di Indonesia adalah semakin terbuka dan semakin berorientasi ekspornya dalam sektor manufaktur.
Pembangunan industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan sumatra. Karena industri manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi secara spasial di jawa sejak tahun 1970-an (aziz, 1994; Hill, 1990). Pulau jawa menyumbang sekitar 78-82% tenaga kerja yang bekerja disektor industri Indonesia dari tahun 1976-2001. Pulau Sumatra menyerap 12% kesempatan kerja disektor indistri. Kalimantan dan pulau-pulau lainnya di kawasan timur Indonesia memainkan peran yan relatif minoritas dalam sektor industri manufaktur.
Dari pernyataan di atas membuktikan bahwa pengelompokan industri dan orientasi ekspor secara spasial telah terjadi dalam tingkat yang fantastis di pulau Jawa dan Sumatra di bandingkan pulau lain di Indonesia.
Ketekaitan antara kawasan industri, pelabuhan, dan penduduk dengan kecenderungan lokasi industri manufaktur berorientasi ekspor. Wahyudin (2004: bab 4) menemukan bahwa koefisien korelasi antara industri manufaktur berorientasi ekspor dan luas kawasan industri menunjukan angka terbesar, kemudian diikuti oleh pelabuhan dan penduduk. Dengan kata lain, industri yang berada di kawasan industri kebanyakan merupakan industri berorientasi ekspor.
Dalam pengembangannya, industri hanya berkembang di kawasan yang padat penduduk seperti Jawa dan Sumatra. Yang jadi pertanyaan besar apakah pulau-pulau lain di indonesia selain tidak akan berkontribusi banyak dalam hal pengembangan industri?
Kita tahu indonesia terkenal dengan sebutan negara maritim dimana secara geografis daerah yang berbasis maritim memiliki luas lautan lebih dominan dari pada pulau daratannya. Contohnya Provinsi Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.
Pada hakikatnya aktivitas ekonomi adalah arus kausalitas dari tiga hal yakni Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Dari sinilah seharusnya pembangunan ekonomi nasional dalam hal pengembangan industri dapat di mulai, di tata, di regulasi dan distimulasi hingga akhirnya membawa pada kemajuan negeri. Meningkatkan daya saing pada ranah ekonomi hakikatnya adalah menguatkan tiga arus ekonomi tersebut. Yang terpenting di perhatikan adalah dengan posisi, kemampuan, peluang dan tatangan dunia dewasa ini apakah yang dapat di upayakan demi menjapai kemandirian dan keunggulan daya saing Indonesia.
Dengan memperhatikan letak geografi pengembangan industri tersebut, maka sebenarnya tidak ada masalah untuk mendirikan suatu industri di kawasan atau di pulau mana pun, yang apaling penting dari pengembangan industri ini adalah tersedianya bahan baku atau sumber daya yang akan di olah oleh masing-masing produksi.
Coba bayangkan jika para pengembang industri dalam pengembangannya memperhatikan aspek geografi dengan memperhatikan lingkungan sekitar dan sumber daya yang dapat diolah maka akan terjadi pemerataan industrialisasi di seluruh Indonesia. Tidak hanya Jawa dan Sumatra yang mengumbang besar dalam sektor industri namun pulau-pulau lain pun harus memeratakan kontribusinya dalam menyumbang industrialisasi, salah satu cara untuk pemerataan industrialisasi adalah dengan mendorong pengembangan industri didaerah yang masih belum optimal untuk dijadikan daerah pengembang industri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
KESIMPULAN
Paradigma baru yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan pendekatan ilmu ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu ekonomi arus utama ( mainstream economics ) yang cenderung mengabaikan dimensi “ruang” atau “spasial”. Dengan kata lain, ekonomi arus utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat dari inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi seputar what to produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun geografi sendiri itu cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Paradigma ini muncul karena adanya keterpusatan pengembangan industri disuatu pulau tertentu. Pemusatan ini tentu ada baik dan buruknya, namun kita tahu wilayah Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar yang semua pulau harus dikembangkan dan dikelola dengan baik khususnya dari segi industri guna meningkatkan nilai dari pulau itu sendiri.atas dasar inilah industri geografi muncul untuk pemerataan industri.
Dengan kombinasi tersebut maka diharapkan akan terjadi pemerataan pengembangan industri disemua sektor, tidak yang terjadi seperti sekarang ini. Penomena yang sedang terjadi pada saat ini industri hanya berkembang di daerah-daerah tertentu seperti Jawa dan Sumatra ini menunjukan aspek geografi dalam ekonomi belum berperan banyak dalam pemerataan industri. Dengan adanya penyatuan menjadi industri geografi maka daerah-daerah yang berpotensi dapat diteliti dan dikembangkan dengan tujuan pengembangan industri kearah yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
* Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Industri Indonesia “Menuju Negara Industri Maju 2030”, Andi Yogyakarta. Yogyakarta, 2007
* Worosuprodjo, Suratman. “Mengelola Potensi Geografis Indonesia Untuk Pembangunan Wilayah Berkelanjutan”.
* Rafiq Iskandar, Zulfa. ”Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia”. Blog www.wordpress.com. 2009
Idris, Fahmi. ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasiona”. Artikel www.setneg.go.id. 200
sumber : http://aziz27.wordpress.com/2009/11/05/pengembangan-industri-dan-potensi-geografi-indonesia/
Baca Selengkapnya ..
Tumbuhnya kesadaran mengenai terbatasnya daya penjelas teori-teori lokasi yang tradisional dalam menganalisis geografi ekonomi telah mendorong munculnya paradigma baru yang disebut geografi ekonomi baru ( new economc geography atau geographycal economics ) ( Fujita dan Thisse, 1996 ).
Paul Krugman, mahaguru dari Massachusetts Institute of Technology, telah membuka misteri ( black box ) eksternalitas ekonomi dan secara eksplisit memasukan dimensi spasial dan semangat ‘proses kumulatif’ dalam deskripsi pembangunan perkotaan dan regional ( krugman, 1996 ). Krugman menjelaskan mengapa terjadi konsentrasi spasial di kota-kota besar negara sedang berkembang.
Hal yang terjadi adalah terjadi perbedaan atas pembangunan daerah tidak terbatas pada struktur industri dan eksternalitas. Namun, perbedaan diperluas pula pada pernyataan transaksi yang tidak melaluli pasar dan cara bagaimana meningkatkan kekuatan produsen besar dikaitkan dengan lokalisasi industri secara kontemporer ( Martin dan Sunley, 1996 )
Singkatnya , paradigma baru yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan pendekatan ilmu ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu ekonomi arus utama ( mainstream economics ) memang cenderung mengabaikan dimensi “ruang” atau “spasial”.
Dengan kata lain, ekonomi arus utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat dari inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi seputar what to produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun geografi sendiri itu cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Aspek-aspek spasial tetap merupakan blind spot bagi mayoritas ekonomi karena ketidak mampuan para ekonom untuk menciptakan model yang menjelaskan berbagai macam aspek lokasi industri ( Krugman, 1995: 31-7 ). Sementara itu, geografi merupakan studi mengenai pola spasial diatas permukaan bumi, yang menjawab pertanyaan where ( dimana aktifitas manusia berada ) dan why ( mengapa lokasi perusahaan atau industri berada disitu ).
Dalam perspektif geografi ekonomi, aspek pola spasial aktivitas ekonomi menjadi pusat perhatian utama dengan digunakannya Sistem informasi Geografi dan Menjawab pertnyaan sentral dalam ekonomi regional, yaitu “dimana” ( where ) lokasi industri berada dan “mengapa” ( why ) terjadi konsentrasi geografi industri manufaktur.
Peranan wilayah subnasional, yaitu apakah kabupaten atau kota yang mempengaruhi lokasi aktivitas ekonomi, tampaknya semakin penting dalam studi geografi ekonomi. Ohmae menjelaskan bahwa dalam dunia tanpa batas, region state akan menggantikan negara bangsa (national state) sebagai pintu gerbang untuk memasuki perekonomian global (Ohmae, 1995).
Mengapa Terjadi Konsentrasi Spasial? dan Teori-teori Spasial
Penjelasan “klasik” konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial biasanya merujuk pada dua macam eksternalitas ekonomi, yang dinamkan penghematan lokalisasi (localization economies) dan penghematan urbanisasi (urbanization econimies) (Henderson, 1988; O’Sullivan, 1996). Kedua macam penghematan, yang sering disebut agglomertion economies, secara implisit memperlihatkan hubungan antara industrialisasi dan urbanisasi dalam proses pembangunan.
Penghematan akibat lokasi terjadi apabila produksi perusahaan pada suattu produksi menurun ketika produksi total industri meningkat. Singkatnya, dengan berlokasi didekat perusahaan lain dalam industri yang sama, suatu perusahaan dapat menikmati beberapa manfaat. Penghematan lokasi, yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki aktivitas yang berhubungan satu sama lain, telah memunculkan fenomena kluster industri atau ssering disebut industrial cluster atau industrial district.
Kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktivitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan umumnya berspesialisasi hanya pada satu atau dua industri utama. Inilah yang dinamakan Marshallian industrial diistrict.
Sebaliknya, urbanisasi economies terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan dalam wilayah perkotaan yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi diwilayah perkotaan terjadi akibat skala perekonomian kota yang besar, bukan akibat skala suatu jenis industri. Dengan demikian, penghematan urbanisasi memberikan manfaat pada semua perusahaan diseluruh kota, tidak hanya perusahaan dalam suatu induustri tertentu.
Dengan demikian, tingginya ketimpangan spasial aktivitas ekonomi mendorong munculnya berbagai teori dan studi untuk memahami lokasi industri. Demikian teori-teori utama yang menjelaskan lokasi industri :
1. Teori Neoklasik
Teori Neoklasik disebut paradigma kearifan konvensional karena beberapa alasan yaitu: pertama, teori ini menyajikan doktrin yang relatif mapan dalam ekonomika dan menjadilandasan dalam teori pembangunan regional dan lokasi. Kedua teori ini konvensional, dalam arti memberikan alasan rasional beroperasinya ekonomi dalam masyarakat kapitalis. Ketiga, teori ini menganggap peerusahaan seperti “manusia ekonomi” (homo economicus) yang memiliki informasi dan rasionalitas sempurna untuk menghitung suatu lokasi optimal yang meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan.
Namun karakteristik utama dari teori ini dalam menjelaskan lokasi industri adalah :
1. Fokus pada variabel ekonomi (biaya transpor, biaya tenaga kerja dan lain-lain) dengan mengabaikan proses sejarah, ekonomi, politik, dan sosial.
2. Menganalisis faktor-faktor ekonomi secara abstrak dengan penndekatan deduktif untuk menarik generalisasi kemana industri akan memilih untuk berlokasi.
3. Mengasumsikan bahwa hukum-hukum ekonomi berlaku universal, yang didasarkan atas rasionalitas ekonomi yag mengarahkan perilaku.
2. Teori Keperilakuan
Kunci utama untuk menjelaskan keperilakuan lokasi suatu industri adalah dengan menjelaskan bagaimana perusahaan-perusahaan dalam industri memandang, menejemahkan dan mengevaluasi informasi dan fakto-faktor yang mempengaruhi proses pemilihan industri. Kita dapat menyebutkan sebuah perusahaan dengan “pengolahan informasi” dimana lingkungan adalah sumber informasinya dan hubungan antara perusahaan dan lingkungan terjadi karena arus informasi. Intinya, pilihan lokasi merupakan bagian keputusan investasi jangka panjang atau strategi yang kompleks, tidak pasti, subyektif, dan dilakukan oleh pengambil keputusan secara individu atau grup. Oleh karena itu, lokasi pabrik mencerminkan preferensi lokasional, yang membentuk dan dibentuk oleh proses pengambil keputusan.
3. Teori Radikal
Dalam perspektif teori Radikal, perilaku ekonomi mencakup perilaku lokasi harus mengetahui serta memahami kondisi ekonomi politik. Teori Radikal menyatakan bahwa agen-agen ekonomi memiliki kekuatan untuk menciptakan perbedaan serta mengubah lingkungannya serta hubungan antara perusahaan dengan lingkungannya.
Struktur perusahaan adalah pemanfaatan aset perusahaan yang bersifat fisik maupun manusia dalam manufaktur dan kantor sdministrasi yang sistem operasionalnya terintegrasi. Struktur perusahaan berkaitan dengan erat dengan strategi perusahaan. Strategi muncul dari struktur dan pada gilirannya, mengubah struktur.
Potensi Geografis dan Karakteristik Spasial Indonesia
Sumberdaya wilayah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara keruangan, kelingkungan maupun kewilayahan. Sebagai negara kepulauan yang luas dengan jumlah pulau yang banyak memiliki sumberdaya laut (marine resources) dan daratan (land resources) yang perlu dikelola secara terintegrasi. Aspek klimatologi, geologis/ geomorfologis, hidrologis, biotis dan manusia serta sosio kulturnya yang beragam sangat penting dikaji dalam mengelola sumbedaya wilayah untuk kesejahteraan bangsa.
Selain tinjauan aspek lingkungan dan kebencanaan alam yang terjadi disetiap wilayah provinsi, kabupaten/kota perlu dijadikan kriteria dalam perencanaan pembangunan (pengembangan industri) wilayah dan implementasinya. Sebagai negara tropis, visi pembangunan di Indonesia perlu memantapkan diri sebagai Negara pertanian yang kuat melalui konsep agro produksi, agroindustri, agrobisnis, agroteknologi dan agrososio kultur serta tourisme.
Pendekatan ini dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam bila dikelola dengan baik sesuai dengan daya dukung lingkungan, oleh karena itu pembangunan nasional kedepan diutamakan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan IPTEKS untuk kehidupan. Pengelolaan sumberdaya wilayah/ ruang berkelanjutan dapat dicapai dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologi ekonomi, manajemen sumberdaya dan lingkungan, keberlanjutan teknologi dan sosio kultur.
1. Potensi Geografis Indonesia
Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13667 pulau dengan 5 pulau besar, berbatasan dengan laut Andawan, China Selatan, Malaysia, Phillipina dan Samudera Pasifik, Hindia dan Australia. Bentang alam di daratan barat mempunyai perairan dangkal (Dangkalan Sunda), daratan timur mempunyai perairan dangkalan (Dangkalan Sahul) dan cekungan tengah memiliki perairan laut dalam dengan beberapa palung laut.
Daratan Indonesia sebagian besar kelanjutan dari jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan jalur Sirkum Mediteran. Dataran rendah dan luas ada di Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya dan Jawa. Terdapat gunung api aktif sekitar 200 dan yang 70 berada di Pulau Jawa. Selain hasil erupsi gunung api yang memberikan lahan subur pada lerengnya, juga ada resiko bencana gunung api. Sungai-sungai dan muara juga terdapat di pulau-pulau besar yang potensial dikelola untuk kehidupan demikian danau-danau besar di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan. Diperkirakan sekitar 7.623 pulau di Indonesia belum punya nama (ensiklopedia Indonesia seri Geografis, 1997).
Potensi flora di Indonesia beragam sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tumbuhan terdapat pada zona elevasi < 700 m, 1.500 – 2.500 m dan diatas elevasi 2.500 m dpal. Sebaran flora mulai dari kawasan pantai, dataran rendah dan berawa, lereng kaki gunung hingga pegunungan. Demikian corak fauna yang beragam dan khas (corak Australia).
Penduduk yang beragam suku dan bahasanya serta agama terdapat di wilayah Indonesia yang diperkirakan 300 kelompok etnik (suku bangsa). Ratusan bahasa lisan (daerah) di jumpai di Indonesia, sedangkan bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Beragam seni dan budaya yang dimiliki oleh berbagai kelompok etnik tersebut.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut dan kehidupan sejak jaman kerajaan, maka urutan potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah meliputi:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jas
9. Perdagangan
2. Karakteristik Spasial Potensi Geografis
Pembangunan wilayah pengembangan industri ditinjau dari aspek spasial dan sektoral di Indonesia perlu memperhatikan zona potensi geografis yang merupakan pendekatan spasial-ekologikal untuk menuju kesejahteraan rakyat. Pemecahan masalah pembangunan dan upaya memajukan rakyat dapat dikelompokkan atas 5 (lima) tipologi wilayah pembangunan geografis yaitu:
1. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia yang banyak seperti Pulau Jawa dan Bali.
2. Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi.
3. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
4. Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum dihuni.
Dengan zonasi potensi geografis, maka pembangunan (pengembangan industri) sektoral dapat diarahkan terutama untuk pembangunan di kawasan tertinggal seperti pada zona Maluku dan Nusa Tenggara. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat diarahkan agar resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam di tiap zona tersebut dapat dikendalikan.
Konsentrasi Spasial di Indonesia
Salah satu ciri yang menonjol dari perkembangan industri di Indonesia adalah semakin terbuka dan semakin berorientasi ekspornya dalam sektor manufaktur.
Pembangunan industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan sumatra. Karena industri manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi secara spasial di jawa sejak tahun 1970-an (aziz, 1994; Hill, 1990). Pulau jawa menyumbang sekitar 78-82% tenaga kerja yang bekerja disektor industri Indonesia dari tahun 1976-2001. Pulau Sumatra menyerap 12% kesempatan kerja disektor indistri. Kalimantan dan pulau-pulau lainnya di kawasan timur Indonesia memainkan peran yan relatif minoritas dalam sektor industri manufaktur.
Dari pernyataan di atas membuktikan bahwa pengelompokan industri dan orientasi ekspor secara spasial telah terjadi dalam tingkat yang fantastis di pulau Jawa dan Sumatra di bandingkan pulau lain di Indonesia.
Ketekaitan antara kawasan industri, pelabuhan, dan penduduk dengan kecenderungan lokasi industri manufaktur berorientasi ekspor. Wahyudin (2004: bab 4) menemukan bahwa koefisien korelasi antara industri manufaktur berorientasi ekspor dan luas kawasan industri menunjukan angka terbesar, kemudian diikuti oleh pelabuhan dan penduduk. Dengan kata lain, industri yang berada di kawasan industri kebanyakan merupakan industri berorientasi ekspor.
Dalam pengembangannya, industri hanya berkembang di kawasan yang padat penduduk seperti Jawa dan Sumatra. Yang jadi pertanyaan besar apakah pulau-pulau lain di indonesia selain tidak akan berkontribusi banyak dalam hal pengembangan industri?
Kita tahu indonesia terkenal dengan sebutan negara maritim dimana secara geografis daerah yang berbasis maritim memiliki luas lautan lebih dominan dari pada pulau daratannya. Contohnya Provinsi Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.
Pada hakikatnya aktivitas ekonomi adalah arus kausalitas dari tiga hal yakni Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Dari sinilah seharusnya pembangunan ekonomi nasional dalam hal pengembangan industri dapat di mulai, di tata, di regulasi dan distimulasi hingga akhirnya membawa pada kemajuan negeri. Meningkatkan daya saing pada ranah ekonomi hakikatnya adalah menguatkan tiga arus ekonomi tersebut. Yang terpenting di perhatikan adalah dengan posisi, kemampuan, peluang dan tatangan dunia dewasa ini apakah yang dapat di upayakan demi menjapai kemandirian dan keunggulan daya saing Indonesia.
Dengan memperhatikan letak geografi pengembangan industri tersebut, maka sebenarnya tidak ada masalah untuk mendirikan suatu industri di kawasan atau di pulau mana pun, yang apaling penting dari pengembangan industri ini adalah tersedianya bahan baku atau sumber daya yang akan di olah oleh masing-masing produksi.
Coba bayangkan jika para pengembang industri dalam pengembangannya memperhatikan aspek geografi dengan memperhatikan lingkungan sekitar dan sumber daya yang dapat diolah maka akan terjadi pemerataan industrialisasi di seluruh Indonesia. Tidak hanya Jawa dan Sumatra yang mengumbang besar dalam sektor industri namun pulau-pulau lain pun harus memeratakan kontribusinya dalam menyumbang industrialisasi, salah satu cara untuk pemerataan industrialisasi adalah dengan mendorong pengembangan industri didaerah yang masih belum optimal untuk dijadikan daerah pengembang industri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
KESIMPULAN
Paradigma baru yang muncul dalam analisis spasial adalah mengkombinasikan pendekatan ilmu ekonomi dan geografi atau disebut geografi ekonomi. Ilmu ekonomi arus utama ( mainstream economics ) yang cenderung mengabaikan dimensi “ruang” atau “spasial”. Dengan kata lain, ekonomi arus utama cenderung aspasial ( spaceless ). Ini terlihat dari inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi seputar what to produce, how to produce, dan for whom to produce. Namun geografi sendiri itu cenderung membahas where to produce dan why to produce.
Paradigma ini muncul karena adanya keterpusatan pengembangan industri disuatu pulau tertentu. Pemusatan ini tentu ada baik dan buruknya, namun kita tahu wilayah Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar yang semua pulau harus dikembangkan dan dikelola dengan baik khususnya dari segi industri guna meningkatkan nilai dari pulau itu sendiri.atas dasar inilah industri geografi muncul untuk pemerataan industri.
Dengan kombinasi tersebut maka diharapkan akan terjadi pemerataan pengembangan industri disemua sektor, tidak yang terjadi seperti sekarang ini. Penomena yang sedang terjadi pada saat ini industri hanya berkembang di daerah-daerah tertentu seperti Jawa dan Sumatra ini menunjukan aspek geografi dalam ekonomi belum berperan banyak dalam pemerataan industri. Dengan adanya penyatuan menjadi industri geografi maka daerah-daerah yang berpotensi dapat diteliti dan dikembangkan dengan tujuan pengembangan industri kearah yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
* Kuncoro, Mudrajat. Ekonomika Industri Indonesia “Menuju Negara Industri Maju 2030”, Andi Yogyakarta. Yogyakarta, 2007
* Worosuprodjo, Suratman. “Mengelola Potensi Geografis Indonesia Untuk Pembangunan Wilayah Berkelanjutan”.
* Rafiq Iskandar, Zulfa. ”Pembangunan Ekonomi Kelautan Indonesia”. Blog www.wordpress.com. 2009
Idris, Fahmi. ”Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasiona”. Artikel www.setneg.go.id. 200
sumber : http://aziz27.wordpress.com/2009/11/05/pengembangan-industri-dan-potensi-geografi-indonesia/