Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud, dan tujuannya. AECT (Association for Education and Communicatian Technology) dalam Harsoyo (2002) memaknai media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi.
NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Raharjo (1991) menyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.”
Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional. Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional.
Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik
Harsoyo (2002) menyatakan bahwa banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Namun tidak sedikit yang menggunakan kedua istilah itu secara bergantian untuk menunjuk alat atau benda yang sama (interchangeable).
Perbedaan media dengan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja; dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggungjawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain.
Pembahasan pada pelatihan ini istilah media dan alat peraga digunakan untuk menyebut sumber atau hal atau benda yang sama dan tidak dibedakan secara substansial.
Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk:
- memotivasi belajar peserta didik
- memperjelas informasi/pesan pengajaran
- memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting
- memberi variasi pengajaran
- memperjelas struktur pengajaran.
Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.
Kemampuan media sebagai alat bantu kegiatan pembelajaran
Rahardjo (1991) menguraikan dengan berangkat dari teori belajar diketahui bahwa hakekat belajar adalah interaksi antara peserta didik yang belajar dengan sumber-sumber belajar di sekitarnya yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak jelas menjadi jelas, dsb. Sumber belajar tersebut dapat berupa pesan, bahan, alat, orang, teknik dan lingkungan.
Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Bila peserta didik apatis, tidak senang, atau menganggap buang waktu maka sulit untuk mengalami proses belajar.
Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri peserta didik melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan.
Media pembelajaran sebagai faktor eksternal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar karena mempunyai potensi atau kemampuan untuk merangsang terjadinya proses belajar. Contohnya, (a) menghadirkan obyek langka: koleksi mata uang kuno, (b) konsep yang abstrak menjadi konkrit: pasar, bursa, (c) mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak: siaran radio atau televisi pendidikan, (d) menyajikan ulangan informasi secara benar dan taat asas tanpa pernah jemu: buku teks, modul, program video atau film pendidikan,. (e) memberikan suasana belajar yang santai, menarik, dan mengurangi formalitas.
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar.
Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).
Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pemeo mengatakan bahwa sebuah gambar “berbicara“ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata (a picture is worth a thousand words). Hal ini tidaklah berlebihan karena sebuah durian “monthong” atau gambarnya akan lebih menjelaskan barangnya (atau pengertiannya) daripada definisi atau penjelasan dengan seribu kata kepada orang yang belum pernah mengenalnya.
Salah satu dari sarana visual yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut adalah OHT atau “overhead transparency.“ Sarana visual seperti OHT ini bila digarap dengan baik dan benar. Di samping dapat mempermudah pemahaman konsep dan daya serap belajar siswa, juga membantu pengajar untuk menyajikan materi secara terarah, bersistem dan menarik sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Inilah manfaat yang harus dioptimalkan dalam pembuatan rancangan media seperti OHT ini.
Jenis-jenis media
Media cukup banyak macamnya, Raharjo (1991) menyatakan bahwa ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Ada pula yang penggunaannya tergantung pada hadirnya seorang guru, tutor atau pembimbing (teacher independent). Media yang tidak harus tergantung pada hadirnya guru lazim tersebut media instruksional dan bersifat “self Contained”, maknanya: informasi belajar, contoh, tugas dan latihan serta umpanbalik yang diperlakukan telah diprogramkan secara terintegrasi.
Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.
1. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon .
2. Media Visual :
a. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
b. Media visual gerak : film bisu.
3. Media Audio-visual
a. Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara. b. Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
4. Media Serba aneka :
a. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
b. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
c. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
d. Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.
e. Belajar terprogram f. Komputer
Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya :
Papan tulis / whiteboard
Transparansi (OHT)
Bahan cetak ( buku, modul, handout )
Media yang memerlukan keahlian khusus :
Program audio visual
Program slide, Microsoft Powerpoint
Program internet
Yang tergantung hadirnya guru misalnya :
Papan tulis / whiteboard
Tansparansi (OHT )
Sedangkan yang tidak bergantung kehadiran guru misalnya :
Umumnya media rekam
Bahan belajar mandiri (dapat dipelajari tanpa guru/ pengajar )
Pemilihan Media
Tiap jenis media mempunyai karakteristik atau sifat-sifat khas tersendiri. Artinya mempunyai kelebihan dan kekurangan satu terhadap yang lain . Sifat-sifat yang biasanya dipakai untuk menentukan kesesuaian penggunaan atau pemilihan media ialah :
Jangkauan:
Beberapa media tertentu lebih sesuai untuk pengajaran individual misalnya buku teks, modul, program rekaman interaktif (audio, video, dan program computer). Jenis yang lain lebih sesuai untuk pengajaran kelompok di kelas, misalnya media proyeksi (OHT, Slide, Film) dan juga program rekaman (audio dan video). Ada juga yang lebih sesuai untuk pengajaran massal , misalnya program siaran ( radio, televisi, dan konferensi jarak jauh dengan audio).
Keluwesan :
Dari segi keluwesan, media ada yang praktis mudah dibawa kemana-mana , digunakan kapan saja, dan oleh siapa saja, misalnya media cetak seperti buku teks , modul , diktat , dll.
Ketergantungan Media :
Beberapa media tergantung pemakaianya pada sarana/fasilitas tertentu atau hadirnya seorang penyaji/guru.
Kendali / control :
Kadang-kadang dirasa perlu agar control belajar ada pada peserta didik sendiri ( pelajar individu), pada guru ( pelajaran klasikal ) , atau peralatan.
Atribut :
Penggunaan media juga dapat dirasakan pada kemampuanya memberikan rangsangan suara, visual, warna maupun gerak.
Biaya :
Alasan lain untuk menggunakan jenis media tertentu ialah karena murah biaya pengadaan atau pembuatanya .
Media transparansi (OHT ) adalah sarana visual berupa huruf , lambang, gambar, grafis maupun gabungannya yang dibuat pada bahan tembus pandang atau transparan untuk diproyeksikan pada sebuah layar atau dinding dengan menggunakan alat yang disebut “overhead projector “ atau OHP.
Sebagaimana halnya dengan semua jenis media proyeksi , OHT mempunyai kemampuan untuk membesarkan bayanganya di layar atau didinding sejauh kekuatan lensa dan sinar proyeksinya dapat mendukung . Oleh sebab itu , OHT sangat sesuai untuk kegiatan seminar, lokakarya, pengajaran maupun latihan yang melibatkan kelompok sasaran yang cukup besarnya sampai efektif 60 orang.
Selebihnya mungkin perlu ditunjang dengan sarana “sound system“ yang memadai karena keterbatasan jangkauan suara pengajar. Untuk dapat menggarap maupun memanfaatkan media ini sebaiknya kita harus mengenal karakteristiksnya. Media OHT mempunyai kelebihan- kelebihan dan kelemahan- kelemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaannya.
Dampak perubahan media komunikasi pada media pembelajaran
Nasution (1987) menguraikan bahwa perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Hal ini diawali dari penemuan alat cetak oleh Guntenberg pada abad ke lima belas tentang buku yang ditulis yang melahirkan buku-buku cetakan. Penemuan fotografi mempercepat cara illustrasi. Lahirnya gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion“ apa yang dahulu tak pernah dapat kita amati dengan teliti .
Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh orkes-orkes terkenal. Radio dan televisi menambah dimensi baru kepada media komunikasi . Video recorder memungkinkan kita merekam program TV yang dapat kita lihat kembali semua kita.
Kemampuan membuat kertas secara masinal membawa revolusi dalam media komunikasi dengan penerbitan surat kabar dan majalah dalam jumlah jutaan rupiah tiap hari . Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan .
Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan di-komputer-kan .Memang kemampuan komputer sungguh luar biasa .
Dalam sehelai nikel seluas 20 x 25 cm dapat disimpan isi perpustakaan yang terdiri atas 20.000 jilid . Namun ramalan bahwa seluruh kurikulum akan di-komputer-kan dalam waktu dekat rasanya masih terlampau optimis . Sewaktu gambar hidup ditemukan oleh Thomas Alva Edison pada tahun 1913 telah diramalkan bahwa buku-buku segera akan digantikan oleh gambar hidup dan seluruh pengajaran akan dilakukan tidak lagi melalui pendengaran akan tetapi melalui penglihatan. Namun tak dapat disangkal faedah berbagai media komunikasi bagi pendidikan.
Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi, jadi melalui media massa. Cara-cara untuk menyampaikan sesuatu melalui TV misalnya yang disajikan dengan bantuan para ahli media massa jauh lebih bermutu dari pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kelas .
Penggunaan alat media dalam pendidikan melalui dengan gerakan “audio-visual aids“ pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Sebagai “aids“ alat-alat itu dipandang sebagai pembantu guru dalam mengajar, sebagai ekstra atau tambahan yang dapat digunakan oleh guru bila dikehendakinya.
Namun pada tahun 1960-an timbul pikiran baru tentang penggunaannya, yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “ programmed instruction“ atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini anak dapat belajar secara individual. Jadi alat ini bukan lagi sekedar alat bantuan tambahan akan tetapi sesuatu yang digunakan oleh anak dalam proses belajarnya. Belajar beprograma mempunyai pengaruh yang besar sekali pada perkembangan teknologi pebdidikan.
Di Amerika Serikat teknologi pendidikan dipandang sebagai media yang lahir dari revolusi media komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan di samping, guru, buku, dan papan tulis. Di Inggris teknologi pendidikan dipandang sebagai pengembangan, penerapan, dan sistem evaluasi, teknik dan alat-alat pendidikan untuk memperbaiki proses belajar.
Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sintesis yang tajam tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan “problem solving“ tentang pendidikan. Namun kita masih sedikit tahu apa sebenarnya mendidik dan mengajar itu.
Teknologi pendidikan bukanlah terutama mengenai alat audio-visual, komputer, dan internet. Walaupun alat audio-visual telah jauh perkembangannya, dalam kenyataan alat-alat ini masih terlampau sedikit dimanfaatkaan. Pengajaran masih banyak dilakuakan secara lisan tanpa alat audio-visual, komputer, internet walaupun tersedia.
Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan resource-based learning “atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio-visual, komputer, internet dan sumber lainya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadminitrasiannya. Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, diantaranya :
(1) Belajar berdasarkan sumber (BBS ) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberikan kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia . Ini tidak berarti bahwa pengajaran berbentuk ceramah ditiadakan. Ini berari bahwa dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu.
(2) BBS (belajar berdasarkan sumber) berusaha memberi pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisaisi, dan lain-lain bahan cetakan, perpustakaan, alat, audio-visual ,dan sebagainya. Mereka harus diajarkan teknik melakukan kerja-lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi, komputer dan internet sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar .
Pada era sekarang ini muncul kebutuhan software yang dapat mempermudah dan merperindah tampiran presentasi dalam pengajaran. Kebutuhan ini dapat kita peroleh dari produk program Microsoft Power Point yang merupakan salah satu dari paket Microsoft office. Pogram ini menyediakan banyak fasilitas untuk membuat suatu presentasi.
sumber : http://mustolihbrs.wordpress.com/2007/12/04/multi-media-dalam-pembelajaran/
Baca Selengkapnya ..
NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Raharjo (1991) menyimpulkan beberapa pandangan tentang media, yaitu Gagne yang menempatkan media sebagai komponen sumber, mendefinisikan media sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.”
Briggs berpendapat bahwa media harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar, yang mendefinisikan media sebagai wahana fisik yang mengandung materi instruksional. Wilbur Schramm mencermati pemanfaatan media sebagai suatu teknik untuk menyampaikan pesan, di mana ia mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa informasi/pesan instruksional.
Yusuf hadi Miarso memandang media secara luas/makro dalam sistem pendidikan sehingga mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik
Harsoyo (2002) menyatakan bahwa banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Namun tidak sedikit yang menggunakan kedua istilah itu secara bergantian untuk menunjuk alat atau benda yang sama (interchangeable).
Perbedaan media dengan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja; dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggungjawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain.
Pembahasan pada pelatihan ini istilah media dan alat peraga digunakan untuk menyebut sumber atau hal atau benda yang sama dan tidak dibedakan secara substansial.
Rahardjo (1991) menyatakan bahwa media dalam arti yang terbatas, yaitu sebagai alat bantu pembelajaran. Hal ini berarti media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk:
- memotivasi belajar peserta didik
- memperjelas informasi/pesan pengajaran
- memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting
- memberi variasi pengajaran
- memperjelas struktur pengajaran.
Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.
Kemampuan media sebagai alat bantu kegiatan pembelajaran
Rahardjo (1991) menguraikan dengan berangkat dari teori belajar diketahui bahwa hakekat belajar adalah interaksi antara peserta didik yang belajar dengan sumber-sumber belajar di sekitarnya yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku belajar dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak jelas menjadi jelas, dsb. Sumber belajar tersebut dapat berupa pesan, bahan, alat, orang, teknik dan lingkungan.
Proses belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti sikap, pandangan hidup, perasaan senang dan tidak senang, kebiasaan dan pengalaman pada diri peserta didik. Bila peserta didik apatis, tidak senang, atau menganggap buang waktu maka sulit untuk mengalami proses belajar.
Faktor eksternal merupakan rangsangan dari luar diri peserta didik melalui indera yang dimilikinya, terutama pendengaran dan penglihatan.
Media pembelajaran sebagai faktor eksternal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar karena mempunyai potensi atau kemampuan untuk merangsang terjadinya proses belajar. Contohnya, (a) menghadirkan obyek langka: koleksi mata uang kuno, (b) konsep yang abstrak menjadi konkrit: pasar, bursa, (c) mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak: siaran radio atau televisi pendidikan, (d) menyajikan ulangan informasi secara benar dan taat asas tanpa pernah jemu: buku teks, modul, program video atau film pendidikan,. (e) memberikan suasana belajar yang santai, menarik, dan mengurangi formalitas.
Edgar Dale dalam Rahardjo (1991) menggambarkan pentingya visualisasi dan verbalistis dalam pengalaman belajar yang disebut “Kerucut pengalaman Edgar Dale” dikemukakan bahwa ada suatu kontinuum dari konkrit ke abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian. Semakin konkrit pengalaman yang diberikan akan lebih menjamin terjadinya proses belajar.
Namun, agar terjadi efisiensi belajar maka diusahakan agar pengalaman belajar yang diberikan semakin abstrak (“go as low on the scale as you need to ensure learning, but go as high as you can for the most efficient learning”).
Raharjo (1991 menyatakan bahwa visualisasi mempermudah orang untuk memahami suatu pengertian. Sebuah pemeo mengatakan bahwa sebuah gambar “berbicara“ seribu kali dari yang dibicarakan melalui kata-kata (a picture is worth a thousand words). Hal ini tidaklah berlebihan karena sebuah durian “monthong” atau gambarnya akan lebih menjelaskan barangnya (atau pengertiannya) daripada definisi atau penjelasan dengan seribu kata kepada orang yang belum pernah mengenalnya.
Salah satu dari sarana visual yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar tersebut adalah OHT atau “overhead transparency.“ Sarana visual seperti OHT ini bila digarap dengan baik dan benar. Di samping dapat mempermudah pemahaman konsep dan daya serap belajar siswa, juga membantu pengajar untuk menyajikan materi secara terarah, bersistem dan menarik sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Inilah manfaat yang harus dioptimalkan dalam pembuatan rancangan media seperti OHT ini.
Jenis-jenis media
Media cukup banyak macamnya, Raharjo (1991) menyatakan bahwa ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Ada pula yang penggunaannya tergantung pada hadirnya seorang guru, tutor atau pembimbing (teacher independent). Media yang tidak harus tergantung pada hadirnya guru lazim tersebut media instruksional dan bersifat “self Contained”, maknanya: informasi belajar, contoh, tugas dan latihan serta umpanbalik yang diperlakukan telah diprogramkan secara terintegrasi.
Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media visual, media audio-visual, dan media serba neka.
1. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon .
2. Media Visual :
a. Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.
b. Media visual gerak : film bisu.
3. Media Audio-visual
a. Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara. b. Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
4. Media Serba aneka :
a. Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetic, white board, mesin pangganda.
b. Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
c. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi, pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
d. Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.
e. Belajar terprogram f. Komputer
Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya :
Papan tulis / whiteboard
Transparansi (OHT)
Bahan cetak ( buku, modul, handout )
Media yang memerlukan keahlian khusus :
Program audio visual
Program slide, Microsoft Powerpoint
Program internet
Yang tergantung hadirnya guru misalnya :
Papan tulis / whiteboard
Tansparansi (OHT )
Sedangkan yang tidak bergantung kehadiran guru misalnya :
Umumnya media rekam
Bahan belajar mandiri (dapat dipelajari tanpa guru/ pengajar )
Pemilihan Media
Tiap jenis media mempunyai karakteristik atau sifat-sifat khas tersendiri. Artinya mempunyai kelebihan dan kekurangan satu terhadap yang lain . Sifat-sifat yang biasanya dipakai untuk menentukan kesesuaian penggunaan atau pemilihan media ialah :
Jangkauan:
Beberapa media tertentu lebih sesuai untuk pengajaran individual misalnya buku teks, modul, program rekaman interaktif (audio, video, dan program computer). Jenis yang lain lebih sesuai untuk pengajaran kelompok di kelas, misalnya media proyeksi (OHT, Slide, Film) dan juga program rekaman (audio dan video). Ada juga yang lebih sesuai untuk pengajaran massal , misalnya program siaran ( radio, televisi, dan konferensi jarak jauh dengan audio).
Keluwesan :
Dari segi keluwesan, media ada yang praktis mudah dibawa kemana-mana , digunakan kapan saja, dan oleh siapa saja, misalnya media cetak seperti buku teks , modul , diktat , dll.
Ketergantungan Media :
Beberapa media tergantung pemakaianya pada sarana/fasilitas tertentu atau hadirnya seorang penyaji/guru.
Kendali / control :
Kadang-kadang dirasa perlu agar control belajar ada pada peserta didik sendiri ( pelajar individu), pada guru ( pelajaran klasikal ) , atau peralatan.
Atribut :
Penggunaan media juga dapat dirasakan pada kemampuanya memberikan rangsangan suara, visual, warna maupun gerak.
Biaya :
Alasan lain untuk menggunakan jenis media tertentu ialah karena murah biaya pengadaan atau pembuatanya .
Media transparansi (OHT ) adalah sarana visual berupa huruf , lambang, gambar, grafis maupun gabungannya yang dibuat pada bahan tembus pandang atau transparan untuk diproyeksikan pada sebuah layar atau dinding dengan menggunakan alat yang disebut “overhead projector “ atau OHP.
Sebagaimana halnya dengan semua jenis media proyeksi , OHT mempunyai kemampuan untuk membesarkan bayanganya di layar atau didinding sejauh kekuatan lensa dan sinar proyeksinya dapat mendukung . Oleh sebab itu , OHT sangat sesuai untuk kegiatan seminar, lokakarya, pengajaran maupun latihan yang melibatkan kelompok sasaran yang cukup besarnya sampai efektif 60 orang.
Selebihnya mungkin perlu ditunjang dengan sarana “sound system“ yang memadai karena keterbatasan jangkauan suara pengajar. Untuk dapat menggarap maupun memanfaatkan media ini sebaiknya kita harus mengenal karakteristiksnya. Media OHT mempunyai kelebihan- kelebihan dan kelemahan- kelemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaannya.
Dampak perubahan media komunikasi pada media pembelajaran
Nasution (1987) menguraikan bahwa perkembangan media komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Hal ini diawali dari penemuan alat cetak oleh Guntenberg pada abad ke lima belas tentang buku yang ditulis yang melahirkan buku-buku cetakan. Penemuan fotografi mempercepat cara illustrasi. Lahirnya gambar hidup memungkinkan kita melihat dalam “slow motion“ apa yang dahulu tak pernah dapat kita amati dengan teliti .
Rekaman memungkinkan kita mengulangi lagu-lagu yang dibawakan oleh orkes-orkes terkenal. Radio dan televisi menambah dimensi baru kepada media komunikasi . Video recorder memungkinkan kita merekam program TV yang dapat kita lihat kembali semua kita.
Kemampuan membuat kertas secara masinal membawa revolusi dalam media komunikasi dengan penerbitan surat kabar dan majalah dalam jumlah jutaan rupiah tiap hari . Komputer membuka kesempatan yang tak terbatas untuk menyimpan data dan digunakan setiap waktu diperlukan .
Para pendidik segera melihat manfaat kemajuan dalam media komunikasi itu bagi pendidikan. Buku sampai sekarang masih memegang peranan yang penting sekali dan mungkin akan masih demikian halnya dalam waktu yang lama. Namun ada yang optimis yang meramalkan bahwa dalam waktu dekat semua aspek kurikulum akan di-komputer-kan .Memang kemampuan komputer sungguh luar biasa .
Dalam sehelai nikel seluas 20 x 25 cm dapat disimpan isi perpustakaan yang terdiri atas 20.000 jilid . Namun ramalan bahwa seluruh kurikulum akan di-komputer-kan dalam waktu dekat rasanya masih terlampau optimis . Sewaktu gambar hidup ditemukan oleh Thomas Alva Edison pada tahun 1913 telah diramalkan bahwa buku-buku segera akan digantikan oleh gambar hidup dan seluruh pengajaran akan dilakukan tidak lagi melalui pendengaran akan tetapi melalui penglihatan. Namun tak dapat disangkal faedah berbagai media komunikasi bagi pendidikan.
Ada yang berpendapat bahwa banyak dari apa yang diketahui anak pada zaman modern ini diperolehnya melalui radio, film, apalagi melalui televisi, jadi melalui media massa. Cara-cara untuk menyampaikan sesuatu melalui TV misalnya yang disajikan dengan bantuan para ahli media massa jauh lebih bermutu dari pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kelas .
Penggunaan alat media dalam pendidikan melalui dengan gerakan “audio-visual aids“ pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Sebagai “aids“ alat-alat itu dipandang sebagai pembantu guru dalam mengajar, sebagai ekstra atau tambahan yang dapat digunakan oleh guru bila dikehendakinya.
Namun pada tahun 1960-an timbul pikiran baru tentang penggunaannya, yang dirintis oleh Skinner dengan penemuannya “ programmed instruction“ atau pengajaran berprograma. Dengan alat ini anak dapat belajar secara individual. Jadi alat ini bukan lagi sekedar alat bantuan tambahan akan tetapi sesuatu yang digunakan oleh anak dalam proses belajarnya. Belajar beprograma mempunyai pengaruh yang besar sekali pada perkembangan teknologi pebdidikan.
Di Amerika Serikat teknologi pendidikan dipandang sebagai media yang lahir dari revolusi media komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan di samping, guru, buku, dan papan tulis. Di Inggris teknologi pendidikan dipandang sebagai pengembangan, penerapan, dan sistem evaluasi, teknik dan alat-alat pendidikan untuk memperbaiki proses belajar.
Teknologi pendidikan adalah pendekatan yang sistematis terhadap pendidikan dan latihan, yakni sistematis dalam perumusan tujuan, analisis dan sintesis yang tajam tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan adalah pendekatan “problem solving“ tentang pendidikan. Namun kita masih sedikit tahu apa sebenarnya mendidik dan mengajar itu.
Teknologi pendidikan bukanlah terutama mengenai alat audio-visual, komputer, dan internet. Walaupun alat audio-visual telah jauh perkembangannya, dalam kenyataan alat-alat ini masih terlampau sedikit dimanfaatkaan. Pengajaran masih banyak dilakuakan secara lisan tanpa alat audio-visual, komputer, internet walaupun tersedia.
Dapat dirasakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan resource-based learning “atau belajar dengan menghadap anak-anak langsung dengan berbagai sumber, seperti buku dalam perpustakaan, alat audio-visual, komputer, internet dan sumber lainya. Kesulitan juga akan dihadapi dalam pengadminitrasiannya. Ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, diantaranya :
(1) Belajar berdasarkan sumber (BBS ) memanfaatkan sepenuhnya segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran termasuk alat-alat audio visual dan memberikan kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia . Ini tidak berarti bahwa pengajaran berbentuk ceramah ditiadakan. Ini berari bahwa dapat digunakan segala macam metode yang dianggap paling serasi untuk tujuan tertentu.
(2) BBS (belajar berdasarkan sumber) berusaha memberi pengertian kepada murid tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa sumber dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisaisi, dan lain-lain bahan cetakan, perpustakaan, alat, audio-visual ,dan sebagainya. Mereka harus diajarkan teknik melakukan kerja-lapangan, menggunakan perpustakaan, buku referensi, komputer dan internet sehingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar .
Pada era sekarang ini muncul kebutuhan software yang dapat mempermudah dan merperindah tampiran presentasi dalam pengajaran. Kebutuhan ini dapat kita peroleh dari produk program Microsoft Power Point yang merupakan salah satu dari paket Microsoft office. Pogram ini menyediakan banyak fasilitas untuk membuat suatu presentasi.
sumber : http://mustolihbrs.wordpress.com/2007/12/04/multi-media-dalam-pembelajaran/