Oleh : Abd. Ghani
BAB I
PENDAHULUAN
Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (inter dependence) satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial (managerialsubsystem), psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem).
Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi.
Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi kedalam suasana konflik.
Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik.
Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.
BAB II
MEMAHAMI KONSEP TENTANG KONFLIK STRUKTURAL
A.Memahami Konflik Struktural
Ketika kita membahas tentang konflik struktur, didalamnya tidak akan terlepas dengan organisasi, karena struktur tersebut ada didalam sebuah organisasi. Dan sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik kalau didalamnya tidak ada pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab atas organisasi tersebut, dan pemimpin itu tidak akan maksimal dalam melaksanakan tugasnya tampa adanya bawahan (karyawan) yang selalu berintraksi dan membantunya.
Adanya pemimpin dan bawahan (karyawan) tersebut adalah suatu bukti bahwa organisasi dan struktur saling berkaitan . Oleh karena itu istilah struktur digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kepada organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan.
Dan sebagai tolak ukur, dalam penelitian menunjukkan bahwa ukuran organisasi dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik struktur. Makin besar organisasi, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
Jadi konflik struktural adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif . Namun secara umum Konflik Hirarki (Sruktur) adalah konflik yang terjadi diberbagai tingkatan organisasi.
Konflik dapat menyebabkan orang memperhatikan bidang-bidang problem pada sebuah organisasi, dan hal tersebut dapat menyebabkan dicapainya tujuan orgnisatoris secara efektif. Akan tetapi, apabila suatu organisasi dengan kaku menolak adanya perubahan, maka situasi konflik yang terjadi, tidak akan reda.
Tensi akan makin meningkat “suhunya” dan setiap dan konflik yang baru yang terjadi akan makin menceraiberaikan subunit-subunit organisasi yang bersangkutan.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa makin kaku struktur dan kultur organisasi yang bersangkutan, maka makin tidak menguntungkan konflik yang terjadi. Dan dalam sesuatu konflik, komonikasi antara subunit-subunit dapat menyusut, hingga dengan demikian masing-masing subunit tidak dapat membuat keputusan-keputusan yang sehat.
B.Memahami Konflik Vertikal, Horizontal (Lini), Staf, Dan Peran.
Diantara banyak situasi-situasi konflik didalam organisasi-organisasi dapat dikemukakan adanya empat macam konflik structural, yaitu konflik vertical, konflik horizontal (lini), konflik staf, dan konflik peran .
1.Konflik Vertikal
Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Konflik demikian terjadi antara tingkatan-tingkatan pada sebuah hirarki otoritas suatu organisasi. Misalnya, konflik antara atasan dan bawahan. Bisa jadi soal tujuan-tujuan tugas, waktu terakhir menyelesaikan tugas, dan pelaksanaan kinerja.
Cara Menangani Konflik Vertikal :
a.Mengevaluasi diri (intropeksi), karena dengan adanya proses intropeksi diri akan mudah untuk memahami dan menyadari dari segala konflik yang bersifat destruktif.
b.Menjalin hubungan komonikasi yang baik, dengan memperbaiki komonikasi, maka bawahan tidak akan sungkan untuk mengungkapkan kekurangan yang menimbulka konflik untuk diperbaiki.
c.Meninkatkan hubungan emosinal yang baik antara atasan dengan bawahan, karena dengan adanya hubungan emosonal bawahan akan lebih fer dan terbuka.
2.Konflik Horizontal
Konflik demikian terjadi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang beroperasi pada tingkatan hirarki yang sama, atau bisa juga disebut dengan konflik garis lini. Oleh karena itu konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat (lini) dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
Hal itu bisa jadi disebabkan karena ketidaksesuaian tujuan. Kelangkaan sumber-sumber daya, atau factor-faktor yang murni bersifat antar perorangan.
Cara Menangani Konflik Garis Lini (Horizontal) :
a.Memanggil karyawan atau deperteme-depertemen yang terlibat yang berada dalam garis lini (setingkat) untuk diberikan arahan. Jika konflik tersebut mengacu pada dampak positif, maka seorang pemimpin harus bisa memotivasinya agar konflik tersebut bisa mengembangkan organisasi tersebt. Akan tetapi, jika konflik tersebut adalah mengacu kepada dampak yang negative, seorang pemimpin harus berhasil mengeluarkan masalah-masalah yang membuat konfklik yang terjadi pada karyawan setingkat lini, untuk dicarikan solusinya melalui musyawarah bersama.
b.Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan yang diperoleh. Jika konflik lini tersebut mengacu kepada dampak yang negatif maka harus memperlihatkan dengan jelas, bahwa dengan konflik telah merugikan TIM secara menyeluruh. Akan tetapi jika konflik tersebut mengacu pada dampak yang positif, maka pemimpin harus mengingatkan kepada tujuan-tujuan organisasi secara umum.
c.Membuat peraturan bersama dengan karyawan atau departemen yang berada digaris lini, agar ketika konflik horizontal ini mengacu pada dampak negatif sehingga mengakibatkan hancurnya organisasi tersebut, maka bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak yang terlibat karena adanya peraturan yang sudah disepakati bersama.
3.Konflik Garis Staf
Konflik demikian terjadi, apabila para wakil garis dan staf mencapai ketidaksepakatan tentang peroalan-persoalan penting, dalam hubungan-hubungan kerja mereka. Kerena personil staf (misalnya seorang auditor internal), sering memiliki potensi untuk sangat mempengaruhi bidang-bidang operasi-operasi garis tertentu konflik garis-staf dapat terjadi dengan frekuensi tertentu didalam organisasi-organisasi.
Oleh karena itu, Konflik garis-staf itu adalah konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
Cara Menangani Konflik Garis Staf :
a.Memberikan kesempatan kepada staf anda sendiri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan memberikan target waktu. jika mereka punya peluang untuk menyelesaikannya tentu memberikan support, sebagai atasan atau teman sekerja perlu untuk memantau perkembangannya. Hal ini akan membuat rasa tanggung jawab pribadi. pastikan memberikan pujian yang pantas, agar terus termotivasi menyelesaikan masalah secara baik dan tepat waktu.
b.Mendorong pihak yang terkait dengan konflik saling mendengarkan, mencoba melihat sudut pandang orang lain dan focus pada tujuan dan kepentingan umum.
c.Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan yang diperoleh, perlihatkan secara jelas bahwa dengan konflik telah merugikan TIM secara menyeluruh.
d.Menentukan Rapat Mediasi.
e.Mengadakan rapat di tempat yang dianggap netral, menentukan ruang rapat sehingga satu sama lain (Pihak yang berkonflik) saling berhadapan muka termasuk dengan pihak mediator.
f. Diupayakan secepat mungkin rapat dimulai jika kedua belah pihak telah berada diruang pertemuan yang telah disediakan. Menguraikan betapa pertemuan ini sangat penting dalam rangka menunjang produktivitas.
g.Menetapkan aturan-aturan dasar, kemudian peserta harus diarahkan agar bisa memperhatikan rasa saling menghormati dengan tidak berbicara sendiri-sendiri apalagi dapat menyinggung perasaan orang lain. secara sungguh memahami paradigma orang lain. mendekatkan pada fakta dan realitas yang terjadi.
i.Menekan eksistensi diri sebagai mediator netral dan menyatakan berbagai konsekuensi terhadap TIM akaibta dari konflik yang terjadi.pihak-pihak lain juga menyatakan posisinya secara bergilir, juga ringkasan ide-ide utamanya kedua pihak yang bertikai. Memperjelas fokus masing-masing, apa yang menyebabkan tidak puas. Untuk itu, perlu bersikap tegas, fokus pada masalah bukan pada orangnya. mengembangkan suatu perjanjian baik tertulis maupun lisan dan berusaha sebaik mungkin kedua pihak dapat memahaminya secara jelad.
4.Konflik Peran (Actor)
Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Konflik demikian terjadi, apabila komunikasi eskpentansi- eskpentansi tugas dari para anggota penentu peran ternyata tidak cukup atau tidak kompatibel bagi pihak pemegang peranan.
Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
Cara Mengatasi Konflik Peran (Actor) :
a.Memperjelas job diskripsen pada karyawan atau depertemen-depertemen yang ada didalam struktur tersebut. Karena dengan seperti itu karyawan akan mengetahui tentang tugas-tugasnya.
b.Memberikan kebebasan terhadap karyawan, untuk melaksanakan dan mengembangkan program kerjanya. Akan tetapi seorang pemimpin harus tetap selalu mengawasi dalam proses pelaksanaan program kerja tersebut, agar tidak keluar dari tujuan organisasi secara umum.
c.Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan yang diperoleh dari proses berjalannya program kerja yang telah ditetapkan.
C.Pandangan Lini Dan Staf
Bentuk umum dari konflik organisasi adalah konflik antara para anggota lini dan staf. Perbedaan ini memungkinkan para anggota lini dan staf untuk melaksanakan tugas mereka masigng-masing secara efektif.
Pandangan Lini :
Para anggota lini berpendapat bahwa para anggota staf mempunyai empat keluarga. Diantaranya ialah :
a.Staf tidak boleh melampaui wewenang
b.Staf tidak memberiakan advis yang sehat
c.Staf menumpang keberhasilan lini
d.Staf mempunyai perspektif yang sempit
Pandangan Staf :
a.Lini tidak mau meminta bantuan staf pada waktu yang tepat
b.Lini menolak gagasan baru
c.Memberi wewenang yang terlalu kecil kepada staf
Berdasarkan pada kedua pandangan tersebut, maka muncullah sebuah
Penanggulangan-Penanggulangan Konflik Lini Dan Staf. Diantaranya Ialah :
1.Penegasan tentang tanggung jawabnya
2.Pengintegrasian kegiata-kegiatan
3.Mengajarkan lini untuk menggunaka staf
4.Mendapatkan pertanggung jawaban staf atas hasil-hasil yang diperoleh.
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum Konflik Hirarki (Sruktur) adalah konflik yang terjadi diberbagai tingkatan organisasi (Harold J. Leavitt) . Konflik stuktural suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Macam-macam konflik stuktural: konflik vertical, konflik horizontal (lini), konflik garis staf, konflik actor (peran).
-Konflik vertical: konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya konflik antara atasan dan bawahan.
-Konflik horizontal: konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat (lini) dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
-Konflik garis staf: konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
-Konflik peran: Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. W. F. G. Mastembroek, “Penanganan Konflik, Dan Pertummbuhan Organisasi”, PT : UI-Pres Jakarta, Cet ke-2, 1986
WWW.KONFLIKSTUKTURAL.COM Hellrieget, (1983: 471-474).
WWW.MANAJEMENKONFLIK.COM Harold J. Leavitt
WWW.KONFLIKLINI.COM Winardi (1992:174)
Robbins (1996) Dalam Bukunya "Organization Behavior".
WINARDI. J “Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen”, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001
Terry. G. R, Rue. L.W, “Dasar-dasar Manajemen”, Bumi Aksara, Jakarta 1991
Baca Selengkapnya ..
BAB I
PENDAHULUAN
Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (inter dependence) satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial (managerialsubsystem), psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem).
Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi.
Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi kedalam suasana konflik.
Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik.
Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.
BAB II
MEMAHAMI KONSEP TENTANG KONFLIK STRUKTURAL
A.Memahami Konflik Struktural
Ketika kita membahas tentang konflik struktur, didalamnya tidak akan terlepas dengan organisasi, karena struktur tersebut ada didalam sebuah organisasi. Dan sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik kalau didalamnya tidak ada pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab atas organisasi tersebut, dan pemimpin itu tidak akan maksimal dalam melaksanakan tugasnya tampa adanya bawahan (karyawan) yang selalu berintraksi dan membantunya.
Adanya pemimpin dan bawahan (karyawan) tersebut adalah suatu bukti bahwa organisasi dan struktur saling berkaitan . Oleh karena itu istilah struktur digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kepada organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan.
Dan sebagai tolak ukur, dalam penelitian menunjukkan bahwa ukuran organisasi dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik struktur. Makin besar organisasi, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
Jadi konflik struktural adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif . Namun secara umum Konflik Hirarki (Sruktur) adalah konflik yang terjadi diberbagai tingkatan organisasi.
Konflik dapat menyebabkan orang memperhatikan bidang-bidang problem pada sebuah organisasi, dan hal tersebut dapat menyebabkan dicapainya tujuan orgnisatoris secara efektif. Akan tetapi, apabila suatu organisasi dengan kaku menolak adanya perubahan, maka situasi konflik yang terjadi, tidak akan reda.
Tensi akan makin meningkat “suhunya” dan setiap dan konflik yang baru yang terjadi akan makin menceraiberaikan subunit-subunit organisasi yang bersangkutan.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa makin kaku struktur dan kultur organisasi yang bersangkutan, maka makin tidak menguntungkan konflik yang terjadi. Dan dalam sesuatu konflik, komonikasi antara subunit-subunit dapat menyusut, hingga dengan demikian masing-masing subunit tidak dapat membuat keputusan-keputusan yang sehat.
B.Memahami Konflik Vertikal, Horizontal (Lini), Staf, Dan Peran.
Diantara banyak situasi-situasi konflik didalam organisasi-organisasi dapat dikemukakan adanya empat macam konflik structural, yaitu konflik vertical, konflik horizontal (lini), konflik staf, dan konflik peran .
1.Konflik Vertikal
Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Konflik demikian terjadi antara tingkatan-tingkatan pada sebuah hirarki otoritas suatu organisasi. Misalnya, konflik antara atasan dan bawahan. Bisa jadi soal tujuan-tujuan tugas, waktu terakhir menyelesaikan tugas, dan pelaksanaan kinerja.
Cara Menangani Konflik Vertikal :
a.Mengevaluasi diri (intropeksi), karena dengan adanya proses intropeksi diri akan mudah untuk memahami dan menyadari dari segala konflik yang bersifat destruktif.
b.Menjalin hubungan komonikasi yang baik, dengan memperbaiki komonikasi, maka bawahan tidak akan sungkan untuk mengungkapkan kekurangan yang menimbulka konflik untuk diperbaiki.
c.Meninkatkan hubungan emosinal yang baik antara atasan dengan bawahan, karena dengan adanya hubungan emosonal bawahan akan lebih fer dan terbuka.
2.Konflik Horizontal
Konflik demikian terjadi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang beroperasi pada tingkatan hirarki yang sama, atau bisa juga disebut dengan konflik garis lini. Oleh karena itu konflik horizontal, adalah konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat (lini) dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
Hal itu bisa jadi disebabkan karena ketidaksesuaian tujuan. Kelangkaan sumber-sumber daya, atau factor-faktor yang murni bersifat antar perorangan.
Cara Menangani Konflik Garis Lini (Horizontal) :
a.Memanggil karyawan atau deperteme-depertemen yang terlibat yang berada dalam garis lini (setingkat) untuk diberikan arahan. Jika konflik tersebut mengacu pada dampak positif, maka seorang pemimpin harus bisa memotivasinya agar konflik tersebut bisa mengembangkan organisasi tersebt. Akan tetapi, jika konflik tersebut adalah mengacu kepada dampak yang negative, seorang pemimpin harus berhasil mengeluarkan masalah-masalah yang membuat konfklik yang terjadi pada karyawan setingkat lini, untuk dicarikan solusinya melalui musyawarah bersama.
b.Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan yang diperoleh. Jika konflik lini tersebut mengacu kepada dampak yang negatif maka harus memperlihatkan dengan jelas, bahwa dengan konflik telah merugikan TIM secara menyeluruh. Akan tetapi jika konflik tersebut mengacu pada dampak yang positif, maka pemimpin harus mengingatkan kepada tujuan-tujuan organisasi secara umum.
c.Membuat peraturan bersama dengan karyawan atau departemen yang berada digaris lini, agar ketika konflik horizontal ini mengacu pada dampak negatif sehingga mengakibatkan hancurnya organisasi tersebut, maka bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak yang terlibat karena adanya peraturan yang sudah disepakati bersama.
3.Konflik Garis Staf
Konflik demikian terjadi, apabila para wakil garis dan staf mencapai ketidaksepakatan tentang peroalan-persoalan penting, dalam hubungan-hubungan kerja mereka. Kerena personil staf (misalnya seorang auditor internal), sering memiliki potensi untuk sangat mempengaruhi bidang-bidang operasi-operasi garis tertentu konflik garis-staf dapat terjadi dengan frekuensi tertentu didalam organisasi-organisasi.
Oleh karena itu, Konflik garis-staf itu adalah konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
Cara Menangani Konflik Garis Staf :
a.Memberikan kesempatan kepada staf anda sendiri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan memberikan target waktu. jika mereka punya peluang untuk menyelesaikannya tentu memberikan support, sebagai atasan atau teman sekerja perlu untuk memantau perkembangannya. Hal ini akan membuat rasa tanggung jawab pribadi. pastikan memberikan pujian yang pantas, agar terus termotivasi menyelesaikan masalah secara baik dan tepat waktu.
b.Mendorong pihak yang terkait dengan konflik saling mendengarkan, mencoba melihat sudut pandang orang lain dan focus pada tujuan dan kepentingan umum.
c.Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan yang diperoleh, perlihatkan secara jelas bahwa dengan konflik telah merugikan TIM secara menyeluruh.
d.Menentukan Rapat Mediasi.
e.Mengadakan rapat di tempat yang dianggap netral, menentukan ruang rapat sehingga satu sama lain (Pihak yang berkonflik) saling berhadapan muka termasuk dengan pihak mediator.
f. Diupayakan secepat mungkin rapat dimulai jika kedua belah pihak telah berada diruang pertemuan yang telah disediakan. Menguraikan betapa pertemuan ini sangat penting dalam rangka menunjang produktivitas.
g.Menetapkan aturan-aturan dasar, kemudian peserta harus diarahkan agar bisa memperhatikan rasa saling menghormati dengan tidak berbicara sendiri-sendiri apalagi dapat menyinggung perasaan orang lain. secara sungguh memahami paradigma orang lain. mendekatkan pada fakta dan realitas yang terjadi.
i.Menekan eksistensi diri sebagai mediator netral dan menyatakan berbagai konsekuensi terhadap TIM akaibta dari konflik yang terjadi.pihak-pihak lain juga menyatakan posisinya secara bergilir, juga ringkasan ide-ide utamanya kedua pihak yang bertikai. Memperjelas fokus masing-masing, apa yang menyebabkan tidak puas. Untuk itu, perlu bersikap tegas, fokus pada masalah bukan pada orangnya. mengembangkan suatu perjanjian baik tertulis maupun lisan dan berusaha sebaik mungkin kedua pihak dapat memahaminya secara jelad.
4.Konflik Peran (Actor)
Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Konflik demikian terjadi, apabila komunikasi eskpentansi- eskpentansi tugas dari para anggota penentu peran ternyata tidak cukup atau tidak kompatibel bagi pihak pemegang peranan.
Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
Cara Mengatasi Konflik Peran (Actor) :
a.Memperjelas job diskripsen pada karyawan atau depertemen-depertemen yang ada didalam struktur tersebut. Karena dengan seperti itu karyawan akan mengetahui tentang tugas-tugasnya.
b.Memberikan kebebasan terhadap karyawan, untuk melaksanakan dan mengembangkan program kerjanya. Akan tetapi seorang pemimpin harus tetap selalu mengawasi dalam proses pelaksanaan program kerja tersebut, agar tidak keluar dari tujuan organisasi secara umum.
c.Melakukan evaluasi terhadap berbagai kemajuan yang diperoleh dari proses berjalannya program kerja yang telah ditetapkan.
C.Pandangan Lini Dan Staf
Bentuk umum dari konflik organisasi adalah konflik antara para anggota lini dan staf. Perbedaan ini memungkinkan para anggota lini dan staf untuk melaksanakan tugas mereka masigng-masing secara efektif.
Pandangan Lini :
Para anggota lini berpendapat bahwa para anggota staf mempunyai empat keluarga. Diantaranya ialah :
a.Staf tidak boleh melampaui wewenang
b.Staf tidak memberiakan advis yang sehat
c.Staf menumpang keberhasilan lini
d.Staf mempunyai perspektif yang sempit
Pandangan Staf :
a.Lini tidak mau meminta bantuan staf pada waktu yang tepat
b.Lini menolak gagasan baru
c.Memberi wewenang yang terlalu kecil kepada staf
Berdasarkan pada kedua pandangan tersebut, maka muncullah sebuah
Penanggulangan-Penanggulangan Konflik Lini Dan Staf. Diantaranya Ialah :
1.Penegasan tentang tanggung jawabnya
2.Pengintegrasian kegiata-kegiatan
3.Mengajarkan lini untuk menggunaka staf
4.Mendapatkan pertanggung jawaban staf atas hasil-hasil yang diperoleh.
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum Konflik Hirarki (Sruktur) adalah konflik yang terjadi diberbagai tingkatan organisasi (Harold J. Leavitt) . Konflik stuktural suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Macam-macam konflik stuktural: konflik vertical, konflik horizontal (lini), konflik garis staf, konflik actor (peran).
-Konflik vertical: konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya konflik antara atasan dan bawahan.
-Konflik horizontal: konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat (lini) dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
-Konflik garis staf: konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
-Konflik peran: Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. W. F. G. Mastembroek, “Penanganan Konflik, Dan Pertummbuhan Organisasi”, PT : UI-Pres Jakarta, Cet ke-2, 1986
WWW.KONFLIKSTUKTURAL.COM Hellrieget, (1983: 471-474).
WWW.MANAJEMENKONFLIK.COM Harold J. Leavitt
WWW.KONFLIKLINI.COM Winardi (1992:174)
Robbins (1996) Dalam Bukunya "Organization Behavior".
WINARDI. J “Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen”, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001
Terry. G. R, Rue. L.W, “Dasar-dasar Manajemen”, Bumi Aksara, Jakarta 1991