BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang yang memiiki suatu benda tentu menghadapi suatu risiko bahwa nilai dari miliknya itu akan berkurang, baik karena hilangnya benda itu maupun karena kerusakan atau karena musnah terbakar atau karena sebab lainnya.
Banyak di antara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah dan sudah diharapkan akan terjadinya. Tetapi banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai benda itu mempunyai sifat yang tidak dapat diharapkan lebih dahulu. Disebabkan karena kebakaran, maka benda seseorag akan hancur, karena pencurian maka seseorang akan kehilangan barang-barang berharganya, karena angin topan maka seseorang akan menderita kerugian dari hasil panennya.
Semua hal-hal ini yaitu kebakaran, pencurian, angin topan dan lain-lain itu adalah peristiwa-peristiwa yang pada satu pihak walaupun kemungkinan itu akan terjadi itubesar, tidaklah dapat diharapakan terjadinya dengan suatu kepastian, dan pada pihak lain bahwa orang yang ditimpanya itu biasanya menderita kerugian yang lebih besar dari factor-faktor kerugian yang normal, sedangkan peristiwa-peristiwa ini kadang-kadang juga dapat mengakibatkan mungkin jatuhnya keadaan keuangan dari seseorang.
Apabila ini dihubungkan dengan asuransi maka dapatlah dikatakan bahwa kerugian orang-orang itu tadi dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya, diantara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan orang yang mau menanggung kerugian itu diadakanlah perjanjian asuransi.
Berdasarkan besar kecilnya risiko yang dihadapi penanggung dari engalaman perusahaannya dan berapa besar presentase tentang kemungkinan suatu klaim tertentu akan terjadi, dan berdsarkan statistic ini pula penanggung dapat menghitung berapakah besarnyua penggantian keugian itu dan jumlah inilah yang dimintakannya sebagai premi dari tertanggung, akan tetapi di dalam jumlah keseluruhannya ia masih juga memasukkan segala ongkos-ongkos dan unuk dari perusahaannya.
Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan mengganti kerugian pada tertanggung, jadi tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar-benar menderita kerugian. Dalam asuransi itu setiap waktu selalu dijaga supaya jangan sampai seorang tertanggung yang hanya bermaksud menyingkirkan suatu kerugian saja dan mengharapkan suatu untung menikmati asuransi itu dengan cara memakai spekulasi, yang penting ialah bahwa tertanggung harus mempunyai kepentingan bahwa kerugian untuk mana ia mempertanggungkan dirinya itu tidak akan menimpanya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka sampailah pada suatu permasalahan yang layak untuk dikaji yaitu:
Apakah pihak penanggung mempunyai tanggung jawab untuk menjamin kerugian kebakaran yang di sebabkan oleh kecerobohan tertanggung?
BAB II
PEMBAHASAN
Asuransi pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian (schadevergoeding atau indemniteitscontract). Dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikat diri untuk mengganti kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemniteit). Prinsip indemniteit itu sendiri adalah merupakan sebuah prinsip yang menjelaskan bahwa:
a. Bahwa tertanggung (atau orang ketiga untuk kepentingan siapa diadakan asuransi itu) harus mempunyai kepentingan atas peristiwa tidak tertentu itu dengan pengertian bahwa sebagai akibat dari peristiwa itu ia menderita kerugian. Apabila kepentingan dalam arti seperti itu tidak ada dalam perjanjian tersebut tidak mungkin dimaksudkan untuk mengganti kerugian dan sebagaimana dikatakan di atas bahwa justru salah satu sifat asasi atau sifat inti dari perjanjian asuransi itu adalah sebagai perjanjian untuk mengganti rugi, ganti rugi mana harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita dan dipertimbangkan dengan jumlah yang diasuransikan.
b. Bahwa asuransi itu tidak boleh menjurus pada pemberian ganti rugi yang lebih besar darpada kerugian yang diderita.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan perjanjian besyarat yang bersifat timbal balik artinya bahwa kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan jika peristiwa yang tertentu atas mana diadakan asuransi itu terjadi dan kewajiban penanggung mengganti rugi dihadapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi, walaupun dengan pengertian bahwa kewajiban membayar premi itu tidak bersyarat.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa :
a. Asuransi timbul berdasarkan perjanjian yang bersifat timbal balik
b. Asuransi adalah suatu perjanjian bersyarat
c. Tujuan dari perjanjian itu adalah untuk mengalihkan risiko kepada penanggung
d. Bahwa dengan mengalihkan risiko itu ada kewajiban tertanggung membayar premi
e. Tertanggung akan menerima ganti rugi sejumlahg yang diderita dari penanggung.
f. Dalam perjanjian asuransi itu pada pihak tertanggung yang menerima ganti rugi harus melekat sifat mempunyai kepentingan atas peristiwa yang tidak tertentu itu agar ia tidak menderita lagi.
Menurut undang-undang ada 5 macam asuransi yaitu
a. Asuransi terhadap kebakaran
b. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
c. Asuransi terhadap kematian rang (asuransi jiwa)
d. Asuransi terhadap bahaya di laud an perbudakan
e. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai
Sesuai dengan perumusan masalah yang diambil, maka dalam makalah ini akan lebih lanjut dibahas mengenai masalah asuransi terhadap kebakaran saja.
Dalam asuransi kebakaran tertanggung wajib untuk menyebutkan dalam polis mengenai posisi areal penyimpanan barang-barang dan posisi bangunan yang ditanggung. Selain itu juga harus menyebutkan:
a. Letaknya barang-barang tetap yang diasuransikan beserta batas-batasnya
b. Pemakaian
c. Sifat dan pemkaian gedung-gedung yang berbatasan sekadar itu ada pengaruhnya terhadap asuransi yang bersangkutan
d. Harga dari barang-barang yang diasuransikan
e. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat di mana barang-barang bergerak yang diasuransikan itu berada, disimpan atau ditumpuk.\
Selain itu hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai harga bangunan yang akan ditannggungkan sebelum peristiwa tertentu itu terjadi dan harga bangunan yang akan ditanggungkan setelah terjadinya persitiwa tertentu itu. Dalam hal ini keduanya diperhitungkan dengan uang kontan, serta selisihnya adalah kerugian yang wajib dikembalikan.
Dalam pasal 288 KUHD menyebutkan bahwa dalam halnya asuransi yang dimilki bangunan, harus diperjanjikan, bahwa kerugian yang menimpa pesil yang bersangkutan itu akan diganti atau bahwa persil tersebut akan dibangun kembali maupun diperbaiki hingga paling banyak seharga jumlah uang yang diasuransikan :
a. Dalam hal yang pertama kerugian ini akan dihitung dengna membandingkan harga persil sebelum terjadinya hal tertentu dengan harga dari sisa-sisa seketika sesudah terjadinya hal tertentu itu dan kerugian itu seterusnya akan dibayarnya dengan uang tunai.
b. Dalm hal kedua, maka wajiblah si tertanggung membangun kembali atau memperbaiki persilnya. Si penanggung berhak mengawasi supaya uang yang dibayarnya itu , dalam suatu waktu jika perlu akan ditetapkan oleh hakim, sunggung-sungguh dipergunakan untuk keperluan itu, dan bahwa dapatlah hakim atas tuntutan si penanggung apabila ada alasanya memerintahkan kepada si tertanggung untuk memberikan tanggungan secukupnya.
Dalam pasal 290 KUHD berisikan bahwa tanggungan pihak penanggung adalah segala kerugian dan kerusakan yang menimpa benda yang diasuransikan karena kebakaran, yang disebabkan petir, atau kecelakaan lain, api sendiri, kurang hati-hati, kesalahan atau itikat jahat dari pelayan-pelayan sendiri, tetangga, musuh, perampok dan lain-lain dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu telah terjadi, disengaja atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan tiada kekecualian.
Pasal 291 KUHD menyebutkan bahaya-bahaya lain yang termasuk dengan kebakaran dalam asuransi kebakaran, yaitu dengan kerugian yang disebabkan karena kebakaran teramasuk segala kerugian yang diaggap kerugian itu menjadi dari suatu kebakaran, tetapi jika kerugian itu terjadi dari suatu kebakaran di gedung-gedung yang berdekatan, misalnya barang yang diasuransikan menjadi busuk atau berkurang karena air atau alat-alat yang lain dipakai untuk membasmi kebakaran itu, ataupun barang itu hilang karena pencurian atau sebab-sebab lain selama dilakukan pembasmian kebakaran atau penolongan, begitu juga kerugian karena disebabkan seluruhnya dirusak atau sebagian barang yang diasuransikan atas perintah dari pihak atasan dengan maksud untuk menghentikan kebakaran yang tejadi.
Dalam hubungannya dengan perumusan masalah diatas, di Pasal 276 KUHD menjelaskan bahwa tidak ada kerugian atau kerusakan yang disebabkan karena kesalahan si tertanggung sendiri harus ditanggung oleh si penanggung. Bahkan berhaklah si penanggung itu memiliki premi ataupun menuntutnya, apabila yang bersangkutan sudah mulai memikul sesuatu berbahaya. Maka dari itu, pihak penanggung tidak mempunyai tanggung jawab untuk menjamin akan kerugiannya yang disebabkan karena kecerobohan pihak yang tertanggung.
Hal tersebut namun bertentangan dengan ketentuan Pasal 249 KUHD yang menyebutkan bahwa untuk kerusakan atau kerugian yang timbul dari sesuatu kerusakan,, kebusukan sendiri, atau yang langsung ditimbulkan sifat dan macam barang yang dijaminnya sendiri, tidak sekalipun pihak yang menanggung bertanggung jawab, kecuali apabila dengan tegas telah ditiadakan untuk menjaminnya.
Sedangkan para ahli hukum sendiri menyatakan bahwa dengan tegas ini telah ditiadakan untuk menjaminnya diizinkan karena terjadinya kecerobohan pihak tertanggung termasuk kejadian yang belum dapat dipastikan yang menurut Pasal 246 KUHD yaitu asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya akrena suatu perstiwa yang tertentu. Dengan tidak adanya suatu perjanjian maka dapat dimelskan bahwa batasan mengenai kecerobohan dalah teridri dari berbagai jenis kecerobihan mislanya kurang atau tidak selalu waspada serta karena sedikit gegabah atau sangat gegabah, yang menjurus pada unsure kesengajaan.
Unsur kesengajaan dalam penjelasannya bahwa semua pihak dinyatakan tidak sembarangan membentuk ketegasan sendiri bahwa pihak penanggung juga menjamin kerugian yang diakibatkan adanya adanya kesengajaan dari pihak yang tertanggung. Ketegasan serupa ini dapat dinyatakan tidak memiliki kesamaan dengan norma kesusilaan yang tidak diperbolehkan dalam pasl 1337 BW. Dalam hal ini harus meninjau mengenai kondisi barang dan ketentuan yang digunakan dalam menyatakan sampai dimana dapat dinyatakan kurang berwaspada dan cukup waspada. Telah diketahui, bahwa kecerogohan terdiri juga dari kekhilafan untuk melakukan sesuatu, maka seharusnya dalam masalah ini seseorang wajib mengambil kebijaksanaan.
Pasal 294 KUHD , isinya hampir sama dengan Pasal 276 KUHD dimana asurador tidak mempunyai tanggung jawab untuk mengembalikan kerugian, seandainya yang bersangkutan menunjukkan bahwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh adanya kecerobohan dari pihak tertanggung sendiri. Pasal 276 KUHD menyebutkan bahwa kecerobohan sama dengan kekhilafan, namun dalam Pasal 294 KUHD menyatakan bahwa kecerobohan yang dimaksud adalah kecerobohan yang berat. Sebab pembuat undang-undang tidak menyamakan antara asuransi kebakaran di satu pihak dan asuransi pengangkutan bahwa pihak mengangkut sudah selayaknya wajib menanggung beban kecerobohan karena pihak yang mengangkut dapat dianggap sudah mempersiapkan pengangkutan tersebut serta sudah semestinya cara membereskannya wajib dengan rapi, jangan ada efek sampingan pada barang tersebut. Lain halnya dengan asuransi kebakaran, yang mana asuransi diselenggarakan dengan keaedaan belum siap dari pihak yang tertanggung kepada barang-barangnya. Sedangkan barang tersebut ditanggung tanpa syarat dengna adanya kebakaran.
Bilamana pihak asurador sudah menetapkan lepas dari kewajibannya, serta kecerobohan yang sedikit sekali dari yang tertanggung, maka pihak yang tertanggung diwajibkan setiap saat mengontrol sungguh-sungguh jangan sampai terjadi kebakaran. Serta dengan demikian hampir tidak ada manfaatnya lagi untuk menyelenggarakan tanggungan dengan adanya kebakaran tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam hal mengenai kecerobohan pihak asurador memiliki tanggung jawab penuh terhadap ganti kerugian yang diderita tertanggung. Namun hal ini hanya terjadi pada asuransi kebakaran saja. Seperti yang dikemukakan oleh Doghout Mees bahwa Pasal 276 KUHD berlaku untuk berbagai asuransi, terkecuali untuk asuransi kebakaran. Sedangkan Pasal 294 KUHD khusus dipergunakan untuk asuransi kebakaran, disamping itu asuransi kebakaran diselenggarakan dengan keadaan belum siap dari pihak yang tertanggung kepada barang-barangnya.
sumber : Gudang Hukum
Baca Selengkapnya ..
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang yang memiiki suatu benda tentu menghadapi suatu risiko bahwa nilai dari miliknya itu akan berkurang, baik karena hilangnya benda itu maupun karena kerusakan atau karena musnah terbakar atau karena sebab lainnya.
Banyak di antara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah dan sudah diharapkan akan terjadinya. Tetapi banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai benda itu mempunyai sifat yang tidak dapat diharapkan lebih dahulu. Disebabkan karena kebakaran, maka benda seseorag akan hancur, karena pencurian maka seseorang akan kehilangan barang-barang berharganya, karena angin topan maka seseorang akan menderita kerugian dari hasil panennya.
Semua hal-hal ini yaitu kebakaran, pencurian, angin topan dan lain-lain itu adalah peristiwa-peristiwa yang pada satu pihak walaupun kemungkinan itu akan terjadi itubesar, tidaklah dapat diharapakan terjadinya dengan suatu kepastian, dan pada pihak lain bahwa orang yang ditimpanya itu biasanya menderita kerugian yang lebih besar dari factor-faktor kerugian yang normal, sedangkan peristiwa-peristiwa ini kadang-kadang juga dapat mengakibatkan mungkin jatuhnya keadaan keuangan dari seseorang.
Apabila ini dihubungkan dengan asuransi maka dapatlah dikatakan bahwa kerugian orang-orang itu tadi dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya, diantara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan orang yang mau menanggung kerugian itu diadakanlah perjanjian asuransi.
Berdasarkan besar kecilnya risiko yang dihadapi penanggung dari engalaman perusahaannya dan berapa besar presentase tentang kemungkinan suatu klaim tertentu akan terjadi, dan berdsarkan statistic ini pula penanggung dapat menghitung berapakah besarnyua penggantian keugian itu dan jumlah inilah yang dimintakannya sebagai premi dari tertanggung, akan tetapi di dalam jumlah keseluruhannya ia masih juga memasukkan segala ongkos-ongkos dan unuk dari perusahaannya.
Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan mengganti kerugian pada tertanggung, jadi tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar-benar menderita kerugian. Dalam asuransi itu setiap waktu selalu dijaga supaya jangan sampai seorang tertanggung yang hanya bermaksud menyingkirkan suatu kerugian saja dan mengharapkan suatu untung menikmati asuransi itu dengan cara memakai spekulasi, yang penting ialah bahwa tertanggung harus mempunyai kepentingan bahwa kerugian untuk mana ia mempertanggungkan dirinya itu tidak akan menimpanya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka sampailah pada suatu permasalahan yang layak untuk dikaji yaitu:
Apakah pihak penanggung mempunyai tanggung jawab untuk menjamin kerugian kebakaran yang di sebabkan oleh kecerobohan tertanggung?
BAB II
PEMBAHASAN
Asuransi pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian (schadevergoeding atau indemniteitscontract). Dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikat diri untuk mengganti kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemniteit). Prinsip indemniteit itu sendiri adalah merupakan sebuah prinsip yang menjelaskan bahwa:
a. Bahwa tertanggung (atau orang ketiga untuk kepentingan siapa diadakan asuransi itu) harus mempunyai kepentingan atas peristiwa tidak tertentu itu dengan pengertian bahwa sebagai akibat dari peristiwa itu ia menderita kerugian. Apabila kepentingan dalam arti seperti itu tidak ada dalam perjanjian tersebut tidak mungkin dimaksudkan untuk mengganti kerugian dan sebagaimana dikatakan di atas bahwa justru salah satu sifat asasi atau sifat inti dari perjanjian asuransi itu adalah sebagai perjanjian untuk mengganti rugi, ganti rugi mana harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita dan dipertimbangkan dengan jumlah yang diasuransikan.
b. Bahwa asuransi itu tidak boleh menjurus pada pemberian ganti rugi yang lebih besar darpada kerugian yang diderita.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan perjanjian besyarat yang bersifat timbal balik artinya bahwa kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan jika peristiwa yang tertentu atas mana diadakan asuransi itu terjadi dan kewajiban penanggung mengganti rugi dihadapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi, walaupun dengan pengertian bahwa kewajiban membayar premi itu tidak bersyarat.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa :
a. Asuransi timbul berdasarkan perjanjian yang bersifat timbal balik
b. Asuransi adalah suatu perjanjian bersyarat
c. Tujuan dari perjanjian itu adalah untuk mengalihkan risiko kepada penanggung
d. Bahwa dengan mengalihkan risiko itu ada kewajiban tertanggung membayar premi
e. Tertanggung akan menerima ganti rugi sejumlahg yang diderita dari penanggung.
f. Dalam perjanjian asuransi itu pada pihak tertanggung yang menerima ganti rugi harus melekat sifat mempunyai kepentingan atas peristiwa yang tidak tertentu itu agar ia tidak menderita lagi.
Menurut undang-undang ada 5 macam asuransi yaitu
a. Asuransi terhadap kebakaran
b. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian
c. Asuransi terhadap kematian rang (asuransi jiwa)
d. Asuransi terhadap bahaya di laud an perbudakan
e. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai
Sesuai dengan perumusan masalah yang diambil, maka dalam makalah ini akan lebih lanjut dibahas mengenai masalah asuransi terhadap kebakaran saja.
Dalam asuransi kebakaran tertanggung wajib untuk menyebutkan dalam polis mengenai posisi areal penyimpanan barang-barang dan posisi bangunan yang ditanggung. Selain itu juga harus menyebutkan:
a. Letaknya barang-barang tetap yang diasuransikan beserta batas-batasnya
b. Pemakaian
c. Sifat dan pemkaian gedung-gedung yang berbatasan sekadar itu ada pengaruhnya terhadap asuransi yang bersangkutan
d. Harga dari barang-barang yang diasuransikan
e. Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat di mana barang-barang bergerak yang diasuransikan itu berada, disimpan atau ditumpuk.\
Selain itu hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai harga bangunan yang akan ditannggungkan sebelum peristiwa tertentu itu terjadi dan harga bangunan yang akan ditanggungkan setelah terjadinya persitiwa tertentu itu. Dalam hal ini keduanya diperhitungkan dengan uang kontan, serta selisihnya adalah kerugian yang wajib dikembalikan.
Dalam pasal 288 KUHD menyebutkan bahwa dalam halnya asuransi yang dimilki bangunan, harus diperjanjikan, bahwa kerugian yang menimpa pesil yang bersangkutan itu akan diganti atau bahwa persil tersebut akan dibangun kembali maupun diperbaiki hingga paling banyak seharga jumlah uang yang diasuransikan :
a. Dalam hal yang pertama kerugian ini akan dihitung dengna membandingkan harga persil sebelum terjadinya hal tertentu dengan harga dari sisa-sisa seketika sesudah terjadinya hal tertentu itu dan kerugian itu seterusnya akan dibayarnya dengan uang tunai.
b. Dalm hal kedua, maka wajiblah si tertanggung membangun kembali atau memperbaiki persilnya. Si penanggung berhak mengawasi supaya uang yang dibayarnya itu , dalam suatu waktu jika perlu akan ditetapkan oleh hakim, sunggung-sungguh dipergunakan untuk keperluan itu, dan bahwa dapatlah hakim atas tuntutan si penanggung apabila ada alasanya memerintahkan kepada si tertanggung untuk memberikan tanggungan secukupnya.
Dalam pasal 290 KUHD berisikan bahwa tanggungan pihak penanggung adalah segala kerugian dan kerusakan yang menimpa benda yang diasuransikan karena kebakaran, yang disebabkan petir, atau kecelakaan lain, api sendiri, kurang hati-hati, kesalahan atau itikat jahat dari pelayan-pelayan sendiri, tetangga, musuh, perampok dan lain-lain dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu telah terjadi, disengaja atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan tiada kekecualian.
Pasal 291 KUHD menyebutkan bahaya-bahaya lain yang termasuk dengan kebakaran dalam asuransi kebakaran, yaitu dengan kerugian yang disebabkan karena kebakaran teramasuk segala kerugian yang diaggap kerugian itu menjadi dari suatu kebakaran, tetapi jika kerugian itu terjadi dari suatu kebakaran di gedung-gedung yang berdekatan, misalnya barang yang diasuransikan menjadi busuk atau berkurang karena air atau alat-alat yang lain dipakai untuk membasmi kebakaran itu, ataupun barang itu hilang karena pencurian atau sebab-sebab lain selama dilakukan pembasmian kebakaran atau penolongan, begitu juga kerugian karena disebabkan seluruhnya dirusak atau sebagian barang yang diasuransikan atas perintah dari pihak atasan dengan maksud untuk menghentikan kebakaran yang tejadi.
Dalam hubungannya dengan perumusan masalah diatas, di Pasal 276 KUHD menjelaskan bahwa tidak ada kerugian atau kerusakan yang disebabkan karena kesalahan si tertanggung sendiri harus ditanggung oleh si penanggung. Bahkan berhaklah si penanggung itu memiliki premi ataupun menuntutnya, apabila yang bersangkutan sudah mulai memikul sesuatu berbahaya. Maka dari itu, pihak penanggung tidak mempunyai tanggung jawab untuk menjamin akan kerugiannya yang disebabkan karena kecerobohan pihak yang tertanggung.
Hal tersebut namun bertentangan dengan ketentuan Pasal 249 KUHD yang menyebutkan bahwa untuk kerusakan atau kerugian yang timbul dari sesuatu kerusakan,, kebusukan sendiri, atau yang langsung ditimbulkan sifat dan macam barang yang dijaminnya sendiri, tidak sekalipun pihak yang menanggung bertanggung jawab, kecuali apabila dengan tegas telah ditiadakan untuk menjaminnya.
Sedangkan para ahli hukum sendiri menyatakan bahwa dengan tegas ini telah ditiadakan untuk menjaminnya diizinkan karena terjadinya kecerobohan pihak tertanggung termasuk kejadian yang belum dapat dipastikan yang menurut Pasal 246 KUHD yaitu asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya akrena suatu perstiwa yang tertentu. Dengan tidak adanya suatu perjanjian maka dapat dimelskan bahwa batasan mengenai kecerobohan dalah teridri dari berbagai jenis kecerobihan mislanya kurang atau tidak selalu waspada serta karena sedikit gegabah atau sangat gegabah, yang menjurus pada unsure kesengajaan.
Unsur kesengajaan dalam penjelasannya bahwa semua pihak dinyatakan tidak sembarangan membentuk ketegasan sendiri bahwa pihak penanggung juga menjamin kerugian yang diakibatkan adanya adanya kesengajaan dari pihak yang tertanggung. Ketegasan serupa ini dapat dinyatakan tidak memiliki kesamaan dengan norma kesusilaan yang tidak diperbolehkan dalam pasl 1337 BW. Dalam hal ini harus meninjau mengenai kondisi barang dan ketentuan yang digunakan dalam menyatakan sampai dimana dapat dinyatakan kurang berwaspada dan cukup waspada. Telah diketahui, bahwa kecerogohan terdiri juga dari kekhilafan untuk melakukan sesuatu, maka seharusnya dalam masalah ini seseorang wajib mengambil kebijaksanaan.
Pasal 294 KUHD , isinya hampir sama dengan Pasal 276 KUHD dimana asurador tidak mempunyai tanggung jawab untuk mengembalikan kerugian, seandainya yang bersangkutan menunjukkan bahwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh adanya kecerobohan dari pihak tertanggung sendiri. Pasal 276 KUHD menyebutkan bahwa kecerobohan sama dengan kekhilafan, namun dalam Pasal 294 KUHD menyatakan bahwa kecerobohan yang dimaksud adalah kecerobohan yang berat. Sebab pembuat undang-undang tidak menyamakan antara asuransi kebakaran di satu pihak dan asuransi pengangkutan bahwa pihak mengangkut sudah selayaknya wajib menanggung beban kecerobohan karena pihak yang mengangkut dapat dianggap sudah mempersiapkan pengangkutan tersebut serta sudah semestinya cara membereskannya wajib dengan rapi, jangan ada efek sampingan pada barang tersebut. Lain halnya dengan asuransi kebakaran, yang mana asuransi diselenggarakan dengan keaedaan belum siap dari pihak yang tertanggung kepada barang-barangnya. Sedangkan barang tersebut ditanggung tanpa syarat dengna adanya kebakaran.
Bilamana pihak asurador sudah menetapkan lepas dari kewajibannya, serta kecerobohan yang sedikit sekali dari yang tertanggung, maka pihak yang tertanggung diwajibkan setiap saat mengontrol sungguh-sungguh jangan sampai terjadi kebakaran. Serta dengan demikian hampir tidak ada manfaatnya lagi untuk menyelenggarakan tanggungan dengan adanya kebakaran tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam hal mengenai kecerobohan pihak asurador memiliki tanggung jawab penuh terhadap ganti kerugian yang diderita tertanggung. Namun hal ini hanya terjadi pada asuransi kebakaran saja. Seperti yang dikemukakan oleh Doghout Mees bahwa Pasal 276 KUHD berlaku untuk berbagai asuransi, terkecuali untuk asuransi kebakaran. Sedangkan Pasal 294 KUHD khusus dipergunakan untuk asuransi kebakaran, disamping itu asuransi kebakaran diselenggarakan dengan keadaan belum siap dari pihak yang tertanggung kepada barang-barangnya.
sumber : Gudang Hukum