Dewasa ini, upaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi peserta didik dalam konteks kegiatan belajar sangat mutlak dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari upaya pelayanan yang terstandarisasi di mana merupakan salah satu pilar bagi pendidikan yang berbasis sekolah dan berkategori unggul sehingga akan memberikan nilai lebih bagi sekolah yang bersangkutan.
Bentuk perubahan dapat terwujud dalam bagaimana cara mengajar yang efektif, metode yang digunakan, termasuk pula bagaimana melakukan pendekatan dalam sebuah pembelajaran inovatif sehingga memberikan respon positif dan semangat tinggi bagi peserta didik untuk lebih meningkatkan prestasi akademiknya.
Di sisi lain, perbaikan pola pembelajaran mulai intensif dilakukan semenjak munculnya kurikulum 2004 yang dipertegas dengan keberadaan KTSP tahun 2006. Semua guru mata pelajaran apapun diwajibkan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya memberikan pelayanan terbaik bagi peserta didik.
Dengan inovasi pembelajaran yang semakin lama semakin berkembang maka guru dapat meningkatkan respon, motivasi, aktivitas belajar, dan hasil belajar yang lebih tinggi. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa guru di SMA 2 Kendal telah menunjukkan berbagai peningkatan motivasi dan prestasi belajar ketika guru menerapkan model belajar behaviour, konstruktivisme, kolabaratif atau kooperatif yang inovatif dan variatif.
Namun demikian, dari berbagai Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru SMA 2 Kendal, masih jarang yang meneliti bagaimana penggunaan model pembelajaran inovatif untuk pengembangan motivasi dan hasil belajar peserta didik khususnya mata pelajaran sejarah.
Ada satu penelitian dari Tuti Handayani S.Pd yang mempergunakan model main mapping untuk menggali potensi anak didik mengembangkaan daya kreativitasnya sehingga mempelajari sejarah menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Keberhasilan penelitian ini jelas pada upaya memecahkan kejemuan dan kebosanan peserta didik dalam kegiatan belajar sejarah yang selama ini terkesan guru oriented dan menjadikan peserta didik sebagai obyek semata.
Pada dasarnya banyak sekali variasi model pembelajaran baik yang kolaboratif maupun kooperatif. Salah satu yang paling mudah dan murah penggunaannya adalah model Jigsaw. Model Jigsaw ini sudah umum dipergunakan oleh kalangan guru mapel apa saja.
Beragam PTK yang dihasilkan guru-guru se-kabupaten Kendal rata-rata banyak yang membahas model pembelajaran ini. Namun, tidak satupun guru sejarah yang telah berhasil mewujudkan PTK dalam bentuk model pembelajaran ini. Persoalannya lebih pada rendahnya upaya guru untuk menuliskan apa yang sudah dilakukan dalam bentuk catatan, apalagi melakukan penelitian intensif dalam bentuk PTK.
Jika mau jujur, sebenarnya setiap guru termasuk guru sejarah, pasti sudah pernah melakukan kegiatan belajar yang inovatif. Pembelajaran inovatif adalah sebuah kebutuhan bagi guru agar apa yang disampaikan dapat sampai kepada peserta didik dengan lebih mudah, efektif, dan tentu saja menarik.
Aspek kemenarikan ini sangat penting sekali mengingat bahwa pondasi dasar mata pelajaran sejarah adalah hafalan fakta masa lalu. Materi sejarah yang sangat banyak dengan alokasi waktu yang sangat terbatas kadang menjadi suatu kendala dalam kegiatan belajar. Namun seiring pengalaman guru dalam mengajar, mereka dapat mengkaji ulang pelaksanaan kurikulum apa yang akan dilaksanakan di sekolah.
Menyikapi hal demikian, tentu guru tidak lagi menyalahkan keberadaan materi pelajaran yang memang itu-itu saja dengan waktu yang selamanya tetap. Guru sejarah harus membuat program kegiatan belajar yang dinamis. Pembelajarn Jigsaw akhirnya menjadi alternatif termurah bagi upaya memecahkan kebuntuan dalam pelaksanaan kegiatan belajar sejarah.
Umumnya, guru sejarah pernah melakukan pembelajaran ini. Rata-rata guru sejarah melakukan model diskusi kecil, diskusi kelompok, sampai dengan diskusi kelas. Hanya saja, mereka tidak tahu-menahu istilah teknis model pembelajaran Jigsaw ini. Model Jigsaw sendiri adalah diskusi kecil terbatas yang dilanjutkan dalam bentuk diskusi yang luas. Model ini merupakan pengembangan dari model tutor sebaya.
Aspek keperbedaannya lebih pada bagaimana peserta didik terbagi pada kelompok sedang terlebih dahulu yang beranggotakan 4-5 orang. Masing-masing anggota kelompok mendapatkan tugas yang berbeda. Pada materi Orde Reformasi dalam pembelajaran sejarah saja misalnya, anggota pertama suatu kelompok mendapat tugas menjelaskan latar belakang munculnya gerakan reformasi.
Anggota kedua menjelaskan tentang proses jatuhnya kekuasaan Orde Baru. Anggota ketiga menjelaskan tuntutan para mahasiswa dalam bentuk demonstrasi besar-besaran. Anggota keempat menjelaskan bagaimana realisasi tuntutan mahasiswa pada awal pemerintahan era reformasi.
Kemudian, antara anggota kelompok pertama dengan anggota kelompok pertama pula dari kelompok yang lainnya bertemu. Mereka membahas materi yang sama. Setelah pembahasan selesai mereka kembali lagi pada kelompok inti atau semula. Demikian selanjutnya, anggota kelompok dua, tiga, dan empat juga bertemu dan membahas dengan anggota kelompok dua, tiga, dan empat dari kelompok yang lainnya.
Oleh karena dalam kelas terdapat 10 kelompok inti, berarti setiap anggota kelompok nomer yang sama dapat bertemu dengan anggota kelompok nomer yang sama sebanyak 10 orang. Mereka membahas secara detail dengan referensi yang sudah disiapkan terlebih dahulu.
Dari referensi yang banyak dan diskusi intensif maka mereka mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memberikan informasi kesejarahan dalam hal ini materi era reformasi kepada teman-temannya pada kelompok inti. Pada tahap terakhir tentu saja dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana informasi dari pola dan model demikian bisa melekat pada memori peserta didik.
Jika ingin mengembangkan model ini lebih lanjut, maka dapat disusun dalam format penelitian tindakan kelas, dengan cara menambahkan siklus demi siklus agar perolehan kenaikan prosentase prestasi atau minat peserta didik dapat terlihat dengan jelas.
Lepas dari soal itu, mengapa pembelajaran sejarah perlu menggunakan model kegiatan ini? Hal ini tentu saja terkait dengan materi dan bahan belajar sejarah yang luas. Dengan Jigsaw setidaknya mempermudah kegiatan belajar baik dari sisi guru maupun peserta didik sendiri.
Materi sejarah yang dapat mempergunakan materi ini adalah Kehidupan Manusia Purba, Masuknya Kebudayaan Hindu dan Islam, Penjajahan Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, Masa Awal Kemerdekaan Indonesia, Demokrasi Liberal dan Terpimpin, serta Masa Orde Baru dan Reformasi.
Keberhasilan model pembelajaran ini lebih tertuju pada keseriusan kedua belah pihak yaitu guru dan peserta didik. Tanpa ada usaha keras maka pembelajaran secanggih apapun tidak bisa membawa hasil yang maksimal, termasuk Jigsaw sekalipun.
Baca Selengkapnya ..
Bentuk perubahan dapat terwujud dalam bagaimana cara mengajar yang efektif, metode yang digunakan, termasuk pula bagaimana melakukan pendekatan dalam sebuah pembelajaran inovatif sehingga memberikan respon positif dan semangat tinggi bagi peserta didik untuk lebih meningkatkan prestasi akademiknya.
Di sisi lain, perbaikan pola pembelajaran mulai intensif dilakukan semenjak munculnya kurikulum 2004 yang dipertegas dengan keberadaan KTSP tahun 2006. Semua guru mata pelajaran apapun diwajibkan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya memberikan pelayanan terbaik bagi peserta didik.
Dengan inovasi pembelajaran yang semakin lama semakin berkembang maka guru dapat meningkatkan respon, motivasi, aktivitas belajar, dan hasil belajar yang lebih tinggi. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa guru di SMA 2 Kendal telah menunjukkan berbagai peningkatan motivasi dan prestasi belajar ketika guru menerapkan model belajar behaviour, konstruktivisme, kolabaratif atau kooperatif yang inovatif dan variatif.
Namun demikian, dari berbagai Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru SMA 2 Kendal, masih jarang yang meneliti bagaimana penggunaan model pembelajaran inovatif untuk pengembangan motivasi dan hasil belajar peserta didik khususnya mata pelajaran sejarah.
Ada satu penelitian dari Tuti Handayani S.Pd yang mempergunakan model main mapping untuk menggali potensi anak didik mengembangkaan daya kreativitasnya sehingga mempelajari sejarah menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Keberhasilan penelitian ini jelas pada upaya memecahkan kejemuan dan kebosanan peserta didik dalam kegiatan belajar sejarah yang selama ini terkesan guru oriented dan menjadikan peserta didik sebagai obyek semata.
Pada dasarnya banyak sekali variasi model pembelajaran baik yang kolaboratif maupun kooperatif. Salah satu yang paling mudah dan murah penggunaannya adalah model Jigsaw. Model Jigsaw ini sudah umum dipergunakan oleh kalangan guru mapel apa saja.
Beragam PTK yang dihasilkan guru-guru se-kabupaten Kendal rata-rata banyak yang membahas model pembelajaran ini. Namun, tidak satupun guru sejarah yang telah berhasil mewujudkan PTK dalam bentuk model pembelajaran ini. Persoalannya lebih pada rendahnya upaya guru untuk menuliskan apa yang sudah dilakukan dalam bentuk catatan, apalagi melakukan penelitian intensif dalam bentuk PTK.
Jika mau jujur, sebenarnya setiap guru termasuk guru sejarah, pasti sudah pernah melakukan kegiatan belajar yang inovatif. Pembelajaran inovatif adalah sebuah kebutuhan bagi guru agar apa yang disampaikan dapat sampai kepada peserta didik dengan lebih mudah, efektif, dan tentu saja menarik.
Aspek kemenarikan ini sangat penting sekali mengingat bahwa pondasi dasar mata pelajaran sejarah adalah hafalan fakta masa lalu. Materi sejarah yang sangat banyak dengan alokasi waktu yang sangat terbatas kadang menjadi suatu kendala dalam kegiatan belajar. Namun seiring pengalaman guru dalam mengajar, mereka dapat mengkaji ulang pelaksanaan kurikulum apa yang akan dilaksanakan di sekolah.
Menyikapi hal demikian, tentu guru tidak lagi menyalahkan keberadaan materi pelajaran yang memang itu-itu saja dengan waktu yang selamanya tetap. Guru sejarah harus membuat program kegiatan belajar yang dinamis. Pembelajarn Jigsaw akhirnya menjadi alternatif termurah bagi upaya memecahkan kebuntuan dalam pelaksanaan kegiatan belajar sejarah.
Umumnya, guru sejarah pernah melakukan pembelajaran ini. Rata-rata guru sejarah melakukan model diskusi kecil, diskusi kelompok, sampai dengan diskusi kelas. Hanya saja, mereka tidak tahu-menahu istilah teknis model pembelajaran Jigsaw ini. Model Jigsaw sendiri adalah diskusi kecil terbatas yang dilanjutkan dalam bentuk diskusi yang luas. Model ini merupakan pengembangan dari model tutor sebaya.
Aspek keperbedaannya lebih pada bagaimana peserta didik terbagi pada kelompok sedang terlebih dahulu yang beranggotakan 4-5 orang. Masing-masing anggota kelompok mendapatkan tugas yang berbeda. Pada materi Orde Reformasi dalam pembelajaran sejarah saja misalnya, anggota pertama suatu kelompok mendapat tugas menjelaskan latar belakang munculnya gerakan reformasi.
Anggota kedua menjelaskan tentang proses jatuhnya kekuasaan Orde Baru. Anggota ketiga menjelaskan tuntutan para mahasiswa dalam bentuk demonstrasi besar-besaran. Anggota keempat menjelaskan bagaimana realisasi tuntutan mahasiswa pada awal pemerintahan era reformasi.
Kemudian, antara anggota kelompok pertama dengan anggota kelompok pertama pula dari kelompok yang lainnya bertemu. Mereka membahas materi yang sama. Setelah pembahasan selesai mereka kembali lagi pada kelompok inti atau semula. Demikian selanjutnya, anggota kelompok dua, tiga, dan empat juga bertemu dan membahas dengan anggota kelompok dua, tiga, dan empat dari kelompok yang lainnya.
Oleh karena dalam kelas terdapat 10 kelompok inti, berarti setiap anggota kelompok nomer yang sama dapat bertemu dengan anggota kelompok nomer yang sama sebanyak 10 orang. Mereka membahas secara detail dengan referensi yang sudah disiapkan terlebih dahulu.
Dari referensi yang banyak dan diskusi intensif maka mereka mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memberikan informasi kesejarahan dalam hal ini materi era reformasi kepada teman-temannya pada kelompok inti. Pada tahap terakhir tentu saja dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana informasi dari pola dan model demikian bisa melekat pada memori peserta didik.
Jika ingin mengembangkan model ini lebih lanjut, maka dapat disusun dalam format penelitian tindakan kelas, dengan cara menambahkan siklus demi siklus agar perolehan kenaikan prosentase prestasi atau minat peserta didik dapat terlihat dengan jelas.
Lepas dari soal itu, mengapa pembelajaran sejarah perlu menggunakan model kegiatan ini? Hal ini tentu saja terkait dengan materi dan bahan belajar sejarah yang luas. Dengan Jigsaw setidaknya mempermudah kegiatan belajar baik dari sisi guru maupun peserta didik sendiri.
Materi sejarah yang dapat mempergunakan materi ini adalah Kehidupan Manusia Purba, Masuknya Kebudayaan Hindu dan Islam, Penjajahan Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, Masa Awal Kemerdekaan Indonesia, Demokrasi Liberal dan Terpimpin, serta Masa Orde Baru dan Reformasi.
Keberhasilan model pembelajaran ini lebih tertuju pada keseriusan kedua belah pihak yaitu guru dan peserta didik. Tanpa ada usaha keras maka pembelajaran secanggih apapun tidak bisa membawa hasil yang maksimal, termasuk Jigsaw sekalipun.