KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 188 TAHUN 1998 NOMOR 188 TAHUN 1998
TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG UNDANG - UNDANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang,
bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan pada umumnya dan peningkatan hasil guna dalam penyimpan
Rancangan Undang-undang pada khususnya, dipandang perlu menyempurnakan
kembali tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Racangan
Peraturan Pemerintah sebagaimana diarahkan dalam Instruksi Presiden Nomor 15
Tahun 1970,
Mengingat :
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA
MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
BAB I
PRAKARSA PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Pasal 1
(1) Menteri, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang selanjutnya
dalam Keputusan Presiden ini disingkat Pimpinan Lembaga, dapat mengambil dapat mengambil
prakarsa prakarsa penyusunan Racangan Undang-undang untuk mengatur masalah yang
menyangkut bidang tugasnya.
(2) Prakarsa penyusunan Racangan Undang-undang wajib dimintakan persetujuan
terlebih dahulu kepada Presiden dengan disertai pejelasan selengkapnya
mengenai konsepsi pengatuaran yang meliputi :
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur, dan
d. jangkauan dan arah pengaturan
Pasal 2
Dalam rangka pengharmonian, pembulatan dan pemantapan yang akan dituangkan
dalam Racangan Undang-undang, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
penyusunan Undang-undang wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu konsep
tersebut dengan Menteri Kehakiman serta Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait..
Pasal 3
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan Rancangan Undang-
undang dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai
Rancangan Undang-undang yang akan disusun.
(2) Penyusunan rancangan akademik dilakukan oleh Departemen atau Lembaga
pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen Kehakiman dan
pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Perguruan atau pihak ketiga lainnya
yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 4
Untuk kelancaran pengharmonian pembulatan dan pemantapan konsepsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri Kehakiman mengkoordinasikan
konsultasi diantara pejabat yang secara teknis mengusai permasalahan yang akan
diatur dan ahli hukum dari Departemen atau Lembaga pemrakarsa Rencana
Undang-undang, Sekretariat Negara dan Departemen serta Lembaga lainnya yang
terkait.
(1) Dalam hal Rencana Undang-undang tersebut memerlukan rancangan akademik,
maka rancangan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dijadikan bahan pembahasan dalam forum konsultasi.
(2) Dalam kegiatan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula
diundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi dan organisasi di bidang
sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
(3) Menteri Kehakiman menugaskan salah satu satuan kerja di lingkungan
Departemen Kehakiman untuk secara fungsional bertindak sebagai
penyelenggara forum konsultasi yang bersifat permanen antar Departemen dan
Lembaga.
Pasal 5
Upaya pengharmonian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-
undang diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi tersebut dengan
ideologi negara, tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya, Undang-
undang Dasar 1945, Garis Besar Haluan Negara, Undang-undang lain yan telah ada
berikut segala peraturan pelaksanaannya, dan kebijakan lainnya yang terkait
dengan bidang yang akan diatur dalam Rancangan Undang-undang tersebut.
Pasal 6
(1) Apabila keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi tidak dapat
dihasilkan dalam forum konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Menteri Kehakiman dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
bersama-sama Menteri Sekretaris Negara melaporkannya kepada Presiden
untuk mendapatkan keputusan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disertai penjelasan mengenai
perbedaan pendapat ataupun pandangan yang ada.
(3) Keputusan yang diberikan oleh Presiden dalam masalah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), sekaligus merupakan persetujuan terhadap prakarsa
penyusunan Rancangan Undang-undang.
Pasal 7
Dalam hal telah diperoleh keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa secara resmi mengajukan permintaan
persetujuan prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang kepada Presiden
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).
Pasal 8
Persetujuan Presiden terhadap prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang
diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Sekretaris Negara kepada Menteri atau
Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan tembusan Menteri Kehakiman.
BAB II
PANITIA ANTAR DEPARTEMEN DAN LEMBAGA
Pasal 9
(1) Berdasarkan persetujuan prakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau
Pasal 7, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa membentuk Panitia Antar
Departemen dan Lembaga yang di ketuai pejabat yang ditunjuknya, yang
selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Panitia Antar Departemen,
untuk menyusun Rancangan Undang-undang tersebut.
(2) Permintaan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan langsung oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemrakarsa kepada
Menteri Sekretarias Negara, Menteri Kehakiman, Menteri atau Pimpinan
Lembaga yang terkait dengan materi yang akan diatur, dalam waktu tujuh hari
kerja setelah diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai
pemberitahuan persetujuan prakarsa.
(3) Permintaan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), disertai
salinan usul prakarsa yang telah memperoleh persetujuan Presiden, konsepsi
yang akan dituangkan dalam Rancangan Undang-undang tersebut, dan hal-hal
lain yang dapat memberi gambaran mengenai materi yang akan diatur.
(4) Menteri dan Pimpinan Lembaga yang diminta, menugaskan ahli hukum, dan
pejabat senior lainnya yang secara teknis mengusai permasalahan yang akan
diatur dalam Rancangan Undang-undang.
(5) Penyampaian nama ahli hukum dan pejabat senior sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah tanggal
penerimaan surat permintaan.
(6) Surat Keputusan pembentuk Panitia Antar epartemen telah ditetapkan paling
lambat tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Menteri Sekretaris
Negara mengenai pemberitahuan persetujuan pemrakarsa.
Pasal 10
Kepala Biro Hukum atau Kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di
bidang perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga Pemrakarsa, secara
fungsional bertindak sebagai Sekretaris Panitia Antar Departemen.
Pasal 11
(1) Panitia Antar Departemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan
yang bersifat prinsip seperti kelengkapan objek yang akan diatur, jangkauan
dan arah pengaturan.
(2) Kegiatan perancangan secara teknis dilaksanakan oleh Biro Hukum atau satuan
kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada
Departemen atau Lembaga pemrakarsa yang secara fungsional bertindak
sebagai Sekretaris Panitia Antar Departemen.
(3) Hasil perumusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), selanjutnya
disampaikan kepada Panitia Antar Departemen untuk diteliti kesesuaiannya
dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati.
(4) Para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) wajib secara
berkala atau sewaktu-waktu menyampaikan laporan kepada dan meminta
petunjuk langsung dari Menteri atau Pimpinan Lembaga mengenai
perkembangan penyusunan Rancangan Undang-undang, permasalahan yang
dihadapi, dan permintaan keputusan atau petunjuk mengenai permasalahan
tersebut.
Pasal 12
(1) Ketua Panitia Antar Departemen secara berkala melaporkan perkembangan
penyusunan Rancangan Undang-undang dan permasalahan yang dihadapi
kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa untuk memperoleh
pengarahan.
(2) Panitia menyampaikan hasil perumusan akhir Rancangan Undang-undang
kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan disertai
penjelasan secukupnya.
BAB III
KONSULTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Pasal 13
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan Rancangan
Undang-undang yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman dan
Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait, untuk memperoleh
pendapat dan pertimbangan terlebih dahulu.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan pasal 14 ayat 3 pendapat dan pertimbangan
dapat pula dimintakan kepada Perguruan Tinggi dan organisasi di bidang
sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
(3) Tembusan permintaan pencapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara.
Pasal 14
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga terkait menyampaikan pendapat dan
pertimbangan atas Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan
tembusan kepada Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara.
(2) Penyampaian pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan paling lambat tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya
permintaan pendapat dan pertimbangan.
(3) Dalam hal pendapat dan pertimbangan dimintakan kepada pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), maka salinan pendapat dan
pertimbangan tersebut disampaikan Menteri atau Pimpinan Lembaga
pemrakarsa kepada Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara
selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah diterimanya setiap pendapat dan
pertimbangan tersebut.
Pasal 15
(1) Menteri Kehakiman membantu mengolah seluruh bersama-sama dengan
pendapat dan pertimbangannya, dan menyampaikannya serta terkonsolidasi
kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa, dengan tembusan kepada
Menteri Sekretaris Negara.
(2) Dalam hal Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dan Menteri Kehakiman
melihat adanya perbedaan diantara pendapat dan pertimbangan tersebut,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan dibantu Menteri
Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara secepatnya menyelesaikan
perbedaan tersebut dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga yang
bersangkutan.
(3) Apabila upaya penyelesaian tersebut tetap tidak memberikan hasil, Menteri
Sekretaris Negara bersama-sama Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
mangajukan permasalahan tersebut kepada Presiden untuk memperoleh
keputusan.
(4) Perumusan ulang Rancangan Undang-undang dilakukan Menteri atau Pimpinan
Lembaga pemrakarsa bersama-sama Menteri Kehakiman.
Pasal 16
Apabila Rancangan Undang-undang tersebut telah memperoleh kesepakatan,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan Rancangan Undang-
undang tersebut kepada Presiden.
Pasal 17
(1) Apabila Presiden menilai bahwa Rancangan Undang-undang tersebut masih
mengadung beberapa pemasalahan yang berkaitan dengan aspek tertentu di
bidang ideologi politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum, atau pertahanan
keamanan, Menteri Sekretaris Negara mengundang Menteri Kehakiman,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa serta Menteri dan Pimpinan
Lembaga yang terkait untuk menyelesaikannya.
(2) Apabila dipandang perlu, Menteri Sekretaris Negara dapat mengundang
Perguruan Tinggi, organisasi di bidang sosial, politik, profesi, atau
kemasyarakatan lainnya untuk diikutsertakan dalam upaya penyelesaian
tersebut.
(3) Dalam hal diperlukan perumusan ulang, Menteri Sekretaris Negara
menyampaikan kembali Rancangan Undang-undang tersebut kepada Menteri
atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa untuk dirumuskan kembali bersama-sama
Menteri Kehakiman.
(4) Rancangan Undang-undang disampaikan kembali oleh Menteri atau Pimpinan
Lembaga pemrakarsa kepada Menteri Sekretaris Negara dengan tembusan
kepada Menteri Kehakiman.
Pasal 18
Menteri Sekretaris melaporkan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17 kepada Presiden dan sekaligus mempersiapkan
Amanat Presiden bagi penyampaiannya kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat.
BAB IV
PENYAMPAIAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEPADA DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT
Pasal 19
(1) Dalam Amanat Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ditegaskan hal-
hal yang dianggap perlu antara lain :
a. Sifat penyelesaian Rancangan Undang-undang yang dikehendaki;
b. Cara penanganan atau pembahasannya, dalam hal Rancangan Undang-
undang yang disampaikan lebih dari satu.
c. Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan
Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Tembusan Amanat Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada Wakil Presiden, para Menteri Koordinator, Menteri atau
Pimpinan Lembaga Pemrakarsa, dan Menteri Kehakiman.
(3) Untuk keperluan pembahasan Rencana Undang-undang di Dewan Perwakilan
Rakyat, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa memperbanyak
Rancangan Undang-undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
Pasal 20
(1) Dalam pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat,
Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden wajib menyampaikan laporan
perkembangan pembahasan Rencana Undang-undang tersebut secara berkala
kepada Presiden.
(2) Apabila dalam pembahasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat
masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi
serta arah Rancangan Undang-undang, Menteri yang mewakili Presiden wajib
terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden dengan disertai saran
pemecahannya yang diperlukan, untuk memperoleh keputusan.
BAB V
TATA CARA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG DISUSUN DAN
DISAMPAIKAN OLEH DEWAN PERWAKILANRAKYAT
Pasal 21
Rancangan Undang-undang yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
disampaikan kepada Presiden, dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara disertai
saran mengenai Menteri yang akan ditugasi untuk mengkoordinasi pembahasannya
dengan Menteri dan Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait.
Pasal 22
Menteri Sekretaris Negara menyampaikan Rancangan Undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Menteri yang ditugasi Presiden
untuk mengkoordinasi pembahasannya berikut petunjuk-petunjuk Presiden
mengenai Rancangan Undang-undang yang bersangkutan, dengan mengikut
sertakan Menteri Kehakiman.
Pasal 23
(1) Menteri yang ditugasi mengkoordinasi pembahasan Rancangan Undang-
undang secepatnya membentuk Panitia Antar Departemen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 untuk membahas dan menyampaikan
pendapat, petimbangan, serta saran penyempurnaan yang diperlukan.
(2) Panitia Antar Departemen menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh ) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukannya, dan melaporkan
hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri yang ditugasi.
(3) Mengkoordinasikan pembahasan Rancangan Undang-undang tersebut.
(4) Panitia Antar Departemen melaksanakan tugasnya dan memperhatikan
ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12, serta bertugas membantu Menteri yang
ditugasi Presiden untuk mewakilinya dalam pembahasan Rancangan Undang-
undang tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 24
Menteri yang untuk mengkoordinasikan pembahasan Rancangan Undang-undang
berkewajiban :
1. mengkonsultasikan Rancangan Undang-undang dengan disertai pendapat,
pertimbangan serta saran penyempurnaan yang diajukan Panitia Antar
Departemen kepada Menteri dan Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait.
2. menyelesaikan seluruh proses konsultasi hingga pelaporan Rancangan Undang-
undang kepada Presiden diselesaikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal penerimaan surat Menteri Sekretaris Negara mengenai penyampaian
Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal 25
(1) Presiden menyampaikan kembali Rancangan Undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dengan Amanat Presiden yang berisikan penerimaan untuk
membahas lebih lanjut Rancangan Undang-undang atau tidak menerimanya.
(2) Dalam hal Presiden menerima Rancang Undang-undang untuk dibahas lebih
lanjut, dalam Amanat disebutkan Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden
dalam pembahasan Rancangan Undang-undang yang bersangkutan di Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan
Undang-undang yang di Dewan Perwakilan Rakyat memperhatikan ketentuan
Pasal 20.
BAB VI
PENGESAHAN, PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN UNDANG-UNDANG
Pasal 26
(1) Menteri Sekretaris Negara menyiapkan naskah Rancangan Undang-undang
yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya diajukan kepada
Presiden guna memperoleh pengesahan.
(2) Dalam hal Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
masih terdapat kesalahan teknik penulisan, Menteri Sekretaris Negara dapat
melakukan perbaikan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Menteri Sekretaris Negara mengundangkan Undang-undang tersebut dengan
menempatkan dalam Lembaran Negara.
Pasal 27
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa berkewajiban secepatnya
menyebarluaskan jiwa, semangat dan substansi Undang-undang tersebut
kepada masyarakat.
(2) Kegiatan penyebarluasan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1)
dilakukan secara bersama-sama dengan Menteri Kehakiman dan Menteri
Penerangan.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
(1) Persetujuan prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang juga merupakan
persetujuan bagi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan
Keputusan Presiden dan peraturan lainnya yang diperlukan, sebagai peraturan
pelaksanaannya, yang pelaksanaannya dilakukan sebagai satu kesatuan
kegiatan.
(2) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diselesaikan paling lambat satu tahun setelah pengundangan
Undang-undang yang bersangkutan.
(3) Seluruh proses penyusunan Rancangan peraturan pelaksanaan sebagaimana
dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan tata cara yang sama dengan
penyusunan Rancangan Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 9
sampai dengan Pasal 18.
Pasal 29
Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan
Keputusan Presiden beserta pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-
undangan pada umumnya, ditetapkan tersendiri dengan Keputusan Presiden.
Pasal 30
Untuk memberi waktu bagi penyebarluaskan pemahaman Undang-undang tersebut
berikut segala peraturan pelaksanaannya, dan memberi kesempatan yang wajar
kepada masyarakat untuk memahaminya, penentuan saat mulai berlaku efektif
Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dapat ditetapkan tanggal yang lain
dari tanggal pengundangan Undang-undang tersebut.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Terhadap prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang yang telah mencapai
persetujuan tetapi kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang yang
bersangkutan belum berlangsung pada saat Keputusan Presiden ini mulai berlaku,
maka segala kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang tersebut
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Instruksi Presiden Nomor 15
tahun 1970 tentang tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan
Rancangan Peraturan Pemerintah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 33
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
t.t.d.
BAHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS KABINET R.I.
Kepala Biro Hukum
t.t.d.
Lombock V. Nahattands
Baca Selengkapnya ..
NOMOR 188 TAHUN 1998 NOMOR 188 TAHUN 1998
TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG UNDANG - UNDANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang,
bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan pada umumnya dan peningkatan hasil guna dalam penyimpan
Rancangan Undang-undang pada khususnya, dipandang perlu menyempurnakan
kembali tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Racangan
Peraturan Pemerintah sebagaimana diarahkan dalam Instruksi Presiden Nomor 15
Tahun 1970,
Mengingat :
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA
MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
BAB I
PRAKARSA PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Pasal 1
(1) Menteri, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang selanjutnya
dalam Keputusan Presiden ini disingkat Pimpinan Lembaga, dapat mengambil dapat mengambil
prakarsa prakarsa penyusunan Racangan Undang-undang untuk mengatur masalah yang
menyangkut bidang tugasnya.
(2) Prakarsa penyusunan Racangan Undang-undang wajib dimintakan persetujuan
terlebih dahulu kepada Presiden dengan disertai pejelasan selengkapnya
mengenai konsepsi pengatuaran yang meliputi :
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur, dan
d. jangkauan dan arah pengaturan
Pasal 2
Dalam rangka pengharmonian, pembulatan dan pemantapan yang akan dituangkan
dalam Racangan Undang-undang, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
penyusunan Undang-undang wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu konsep
tersebut dengan Menteri Kehakiman serta Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait..
Pasal 3
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan Rancangan Undang-
undang dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai
Rancangan Undang-undang yang akan disusun.
(2) Penyusunan rancangan akademik dilakukan oleh Departemen atau Lembaga
pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen Kehakiman dan
pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Perguruan atau pihak ketiga lainnya
yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 4
Untuk kelancaran pengharmonian pembulatan dan pemantapan konsepsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri Kehakiman mengkoordinasikan
konsultasi diantara pejabat yang secara teknis mengusai permasalahan yang akan
diatur dan ahli hukum dari Departemen atau Lembaga pemrakarsa Rencana
Undang-undang, Sekretariat Negara dan Departemen serta Lembaga lainnya yang
terkait.
(1) Dalam hal Rencana Undang-undang tersebut memerlukan rancangan akademik,
maka rancangan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dijadikan bahan pembahasan dalam forum konsultasi.
(2) Dalam kegiatan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula
diundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi dan organisasi di bidang
sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
(3) Menteri Kehakiman menugaskan salah satu satuan kerja di lingkungan
Departemen Kehakiman untuk secara fungsional bertindak sebagai
penyelenggara forum konsultasi yang bersifat permanen antar Departemen dan
Lembaga.
Pasal 5
Upaya pengharmonian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-
undang diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi tersebut dengan
ideologi negara, tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya, Undang-
undang Dasar 1945, Garis Besar Haluan Negara, Undang-undang lain yan telah ada
berikut segala peraturan pelaksanaannya, dan kebijakan lainnya yang terkait
dengan bidang yang akan diatur dalam Rancangan Undang-undang tersebut.
Pasal 6
(1) Apabila keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi tidak dapat
dihasilkan dalam forum konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Menteri Kehakiman dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
bersama-sama Menteri Sekretaris Negara melaporkannya kepada Presiden
untuk mendapatkan keputusan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disertai penjelasan mengenai
perbedaan pendapat ataupun pandangan yang ada.
(3) Keputusan yang diberikan oleh Presiden dalam masalah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), sekaligus merupakan persetujuan terhadap prakarsa
penyusunan Rancangan Undang-undang.
Pasal 7
Dalam hal telah diperoleh keharmonisan, kebulatan dan kemantapan konsepsi,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa secara resmi mengajukan permintaan
persetujuan prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang kepada Presiden
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2).
Pasal 8
Persetujuan Presiden terhadap prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang
diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Sekretaris Negara kepada Menteri atau
Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan tembusan Menteri Kehakiman.
BAB II
PANITIA ANTAR DEPARTEMEN DAN LEMBAGA
Pasal 9
(1) Berdasarkan persetujuan prakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau
Pasal 7, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa membentuk Panitia Antar
Departemen dan Lembaga yang di ketuai pejabat yang ditunjuknya, yang
selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Panitia Antar Departemen,
untuk menyusun Rancangan Undang-undang tersebut.
(2) Permintaan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan langsung oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemrakarsa kepada
Menteri Sekretarias Negara, Menteri Kehakiman, Menteri atau Pimpinan
Lembaga yang terkait dengan materi yang akan diatur, dalam waktu tujuh hari
kerja setelah diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai
pemberitahuan persetujuan prakarsa.
(3) Permintaan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), disertai
salinan usul prakarsa yang telah memperoleh persetujuan Presiden, konsepsi
yang akan dituangkan dalam Rancangan Undang-undang tersebut, dan hal-hal
lain yang dapat memberi gambaran mengenai materi yang akan diatur.
(4) Menteri dan Pimpinan Lembaga yang diminta, menugaskan ahli hukum, dan
pejabat senior lainnya yang secara teknis mengusai permasalahan yang akan
diatur dalam Rancangan Undang-undang.
(5) Penyampaian nama ahli hukum dan pejabat senior sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah tanggal
penerimaan surat permintaan.
(6) Surat Keputusan pembentuk Panitia Antar epartemen telah ditetapkan paling
lambat tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Menteri Sekretaris
Negara mengenai pemberitahuan persetujuan pemrakarsa.
Pasal 10
Kepala Biro Hukum atau Kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di
bidang perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga Pemrakarsa, secara
fungsional bertindak sebagai Sekretaris Panitia Antar Departemen.
Pasal 11
(1) Panitia Antar Departemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan
yang bersifat prinsip seperti kelengkapan objek yang akan diatur, jangkauan
dan arah pengaturan.
(2) Kegiatan perancangan secara teknis dilaksanakan oleh Biro Hukum atau satuan
kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada
Departemen atau Lembaga pemrakarsa yang secara fungsional bertindak
sebagai Sekretaris Panitia Antar Departemen.
(3) Hasil perumusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), selanjutnya
disampaikan kepada Panitia Antar Departemen untuk diteliti kesesuaiannya
dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati.
(4) Para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) wajib secara
berkala atau sewaktu-waktu menyampaikan laporan kepada dan meminta
petunjuk langsung dari Menteri atau Pimpinan Lembaga mengenai
perkembangan penyusunan Rancangan Undang-undang, permasalahan yang
dihadapi, dan permintaan keputusan atau petunjuk mengenai permasalahan
tersebut.
Pasal 12
(1) Ketua Panitia Antar Departemen secara berkala melaporkan perkembangan
penyusunan Rancangan Undang-undang dan permasalahan yang dihadapi
kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa untuk memperoleh
pengarahan.
(2) Panitia menyampaikan hasil perumusan akhir Rancangan Undang-undang
kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan disertai
penjelasan secukupnya.
BAB III
KONSULTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Pasal 13
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan Rancangan
Undang-undang yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman dan
Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait, untuk memperoleh
pendapat dan pertimbangan terlebih dahulu.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan pasal 14 ayat 3 pendapat dan pertimbangan
dapat pula dimintakan kepada Perguruan Tinggi dan organisasi di bidang
sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
(3) Tembusan permintaan pencapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara.
Pasal 14
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga terkait menyampaikan pendapat dan
pertimbangan atas Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan
tembusan kepada Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara.
(2) Penyampaian pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan paling lambat tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya
permintaan pendapat dan pertimbangan.
(3) Dalam hal pendapat dan pertimbangan dimintakan kepada pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), maka salinan pendapat dan
pertimbangan tersebut disampaikan Menteri atau Pimpinan Lembaga
pemrakarsa kepada Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara
selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah diterimanya setiap pendapat dan
pertimbangan tersebut.
Pasal 15
(1) Menteri Kehakiman membantu mengolah seluruh bersama-sama dengan
pendapat dan pertimbangannya, dan menyampaikannya serta terkonsolidasi
kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa, dengan tembusan kepada
Menteri Sekretaris Negara.
(2) Dalam hal Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dan Menteri Kehakiman
melihat adanya perbedaan diantara pendapat dan pertimbangan tersebut,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan dibantu Menteri
Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara secepatnya menyelesaikan
perbedaan tersebut dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga yang
bersangkutan.
(3) Apabila upaya penyelesaian tersebut tetap tidak memberikan hasil, Menteri
Sekretaris Negara bersama-sama Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa
mangajukan permasalahan tersebut kepada Presiden untuk memperoleh
keputusan.
(4) Perumusan ulang Rancangan Undang-undang dilakukan Menteri atau Pimpinan
Lembaga pemrakarsa bersama-sama Menteri Kehakiman.
Pasal 16
Apabila Rancangan Undang-undang tersebut telah memperoleh kesepakatan,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan Rancangan Undang-
undang tersebut kepada Presiden.
Pasal 17
(1) Apabila Presiden menilai bahwa Rancangan Undang-undang tersebut masih
mengadung beberapa pemasalahan yang berkaitan dengan aspek tertentu di
bidang ideologi politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum, atau pertahanan
keamanan, Menteri Sekretaris Negara mengundang Menteri Kehakiman,
Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa serta Menteri dan Pimpinan
Lembaga yang terkait untuk menyelesaikannya.
(2) Apabila dipandang perlu, Menteri Sekretaris Negara dapat mengundang
Perguruan Tinggi, organisasi di bidang sosial, politik, profesi, atau
kemasyarakatan lainnya untuk diikutsertakan dalam upaya penyelesaian
tersebut.
(3) Dalam hal diperlukan perumusan ulang, Menteri Sekretaris Negara
menyampaikan kembali Rancangan Undang-undang tersebut kepada Menteri
atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa untuk dirumuskan kembali bersama-sama
Menteri Kehakiman.
(4) Rancangan Undang-undang disampaikan kembali oleh Menteri atau Pimpinan
Lembaga pemrakarsa kepada Menteri Sekretaris Negara dengan tembusan
kepada Menteri Kehakiman.
Pasal 18
Menteri Sekretaris melaporkan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17 kepada Presiden dan sekaligus mempersiapkan
Amanat Presiden bagi penyampaiannya kepada Pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat.
BAB IV
PENYAMPAIAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEPADA DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT
Pasal 19
(1) Dalam Amanat Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ditegaskan hal-
hal yang dianggap perlu antara lain :
a. Sifat penyelesaian Rancangan Undang-undang yang dikehendaki;
b. Cara penanganan atau pembahasannya, dalam hal Rancangan Undang-
undang yang disampaikan lebih dari satu.
c. Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan
Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Tembusan Amanat Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada Wakil Presiden, para Menteri Koordinator, Menteri atau
Pimpinan Lembaga Pemrakarsa, dan Menteri Kehakiman.
(3) Untuk keperluan pembahasan Rencana Undang-undang di Dewan Perwakilan
Rakyat, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa memperbanyak
Rancangan Undang-undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
Pasal 20
(1) Dalam pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat,
Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden wajib menyampaikan laporan
perkembangan pembahasan Rencana Undang-undang tersebut secara berkala
kepada Presiden.
(2) Apabila dalam pembahasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat
masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi
serta arah Rancangan Undang-undang, Menteri yang mewakili Presiden wajib
terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden dengan disertai saran
pemecahannya yang diperlukan, untuk memperoleh keputusan.
BAB V
TATA CARA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG DISUSUN DAN
DISAMPAIKAN OLEH DEWAN PERWAKILANRAKYAT
Pasal 21
Rancangan Undang-undang yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
disampaikan kepada Presiden, dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara disertai
saran mengenai Menteri yang akan ditugasi untuk mengkoordinasi pembahasannya
dengan Menteri dan Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait.
Pasal 22
Menteri Sekretaris Negara menyampaikan Rancangan Undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Menteri yang ditugasi Presiden
untuk mengkoordinasi pembahasannya berikut petunjuk-petunjuk Presiden
mengenai Rancangan Undang-undang yang bersangkutan, dengan mengikut
sertakan Menteri Kehakiman.
Pasal 23
(1) Menteri yang ditugasi mengkoordinasi pembahasan Rancangan Undang-
undang secepatnya membentuk Panitia Antar Departemen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 untuk membahas dan menyampaikan
pendapat, petimbangan, serta saran penyempurnaan yang diperlukan.
(2) Panitia Antar Departemen menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh ) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukannya, dan melaporkan
hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri yang ditugasi.
(3) Mengkoordinasikan pembahasan Rancangan Undang-undang tersebut.
(4) Panitia Antar Departemen melaksanakan tugasnya dan memperhatikan
ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12, serta bertugas membantu Menteri yang
ditugasi Presiden untuk mewakilinya dalam pembahasan Rancangan Undang-
undang tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 24
Menteri yang untuk mengkoordinasikan pembahasan Rancangan Undang-undang
berkewajiban :
1. mengkonsultasikan Rancangan Undang-undang dengan disertai pendapat,
pertimbangan serta saran penyempurnaan yang diajukan Panitia Antar
Departemen kepada Menteri dan Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait.
2. menyelesaikan seluruh proses konsultasi hingga pelaporan Rancangan Undang-
undang kepada Presiden diselesaikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal penerimaan surat Menteri Sekretaris Negara mengenai penyampaian
Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal 25
(1) Presiden menyampaikan kembali Rancangan Undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dengan Amanat Presiden yang berisikan penerimaan untuk
membahas lebih lanjut Rancangan Undang-undang atau tidak menerimanya.
(2) Dalam hal Presiden menerima Rancang Undang-undang untuk dibahas lebih
lanjut, dalam Amanat disebutkan Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden
dalam pembahasan Rancangan Undang-undang yang bersangkutan di Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan
Undang-undang yang di Dewan Perwakilan Rakyat memperhatikan ketentuan
Pasal 20.
BAB VI
PENGESAHAN, PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN UNDANG-UNDANG
Pasal 26
(1) Menteri Sekretaris Negara menyiapkan naskah Rancangan Undang-undang
yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya diajukan kepada
Presiden guna memperoleh pengesahan.
(2) Dalam hal Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
masih terdapat kesalahan teknik penulisan, Menteri Sekretaris Negara dapat
melakukan perbaikan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Menteri Sekretaris Negara mengundangkan Undang-undang tersebut dengan
menempatkan dalam Lembaran Negara.
Pasal 27
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa berkewajiban secepatnya
menyebarluaskan jiwa, semangat dan substansi Undang-undang tersebut
kepada masyarakat.
(2) Kegiatan penyebarluasan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1)
dilakukan secara bersama-sama dengan Menteri Kehakiman dan Menteri
Penerangan.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
(1) Persetujuan prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang juga merupakan
persetujuan bagi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan
Keputusan Presiden dan peraturan lainnya yang diperlukan, sebagai peraturan
pelaksanaannya, yang pelaksanaannya dilakukan sebagai satu kesatuan
kegiatan.
(2) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diselesaikan paling lambat satu tahun setelah pengundangan
Undang-undang yang bersangkutan.
(3) Seluruh proses penyusunan Rancangan peraturan pelaksanaan sebagaimana
dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan tata cara yang sama dengan
penyusunan Rancangan Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 9
sampai dengan Pasal 18.
Pasal 29
Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan
Keputusan Presiden beserta pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-
undangan pada umumnya, ditetapkan tersendiri dengan Keputusan Presiden.
Pasal 30
Untuk memberi waktu bagi penyebarluaskan pemahaman Undang-undang tersebut
berikut segala peraturan pelaksanaannya, dan memberi kesempatan yang wajar
kepada masyarakat untuk memahaminya, penentuan saat mulai berlaku efektif
Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dapat ditetapkan tanggal yang lain
dari tanggal pengundangan Undang-undang tersebut.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Terhadap prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang yang telah mencapai
persetujuan tetapi kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang yang
bersangkutan belum berlangsung pada saat Keputusan Presiden ini mulai berlaku,
maka segala kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang tersebut
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Instruksi Presiden Nomor 15
tahun 1970 tentang tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan
Rancangan Peraturan Pemerintah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 33
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
t.t.d.
BAHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS KABINET R.I.
Kepala Biro Hukum
t.t.d.
Lombock V. Nahattands