Oleh Ben B Nur
Penulis Buku The Golden Rule Of Success
Ops…! Opss..! Ugh..! Gubrak !!!
Horeee…!!! Badan kamu terlalu gendut bung !!!
Si kodok gendut bangkit bersungut-sungut setelah gagal mencapai pertengahan pohon pinang yang telah dipanjatnya susah payah.
Huh ! Hah ! Huh …! Hah…! Sruuuuttt…!!!
Rasain kerempeng ! Mana ada kodok kerempeng bisa manjat ...!
Si kodok kerempeng segera ngacir ke tengah kerumunan penonton setelah melorot dari.. pohon pinang yang memang sengaja dilumuri minyak goreng.
Pertandingan panjat pinang sore itu semakin seru. Puluhan kodok, tua, muda, gendut kurus, kerempeng yang merasa dirinya jago panjat pinang bergelimpangan. Puluhan lainnya segera menyusul dengan segala gaya memanjat. Ada yang memanjat dengan gaya ular, gaya monyet bahkan ada yang meniru gaya manusia.
Semuanya tak ada yang sanggup menggapai hadiah yang tergantung di bagian pucuk pohon pinang itu. Jangankan meraih hadiah, melewati pertengahan saja tak ada yang mampu.
Kegagalan para kodok pemburu hadiah itu bukan hanya karena batang pinang yang licin
atau kekurangan tenaga melainkan juga oleh teriakan penonton yang melecehkan.
“Sudah ! Turun saja ! Pasti tidak bisa melewati pertengahan deh !”
“Eh, anak kemaren juga mau sok jago nih ! Udah, yang senior aja nggak bisa!” Dan memang akhirnya pada melorot kalau tidak jatuh terjengkang.
Menjelang senja para pononton yang mengelilingi arena panjat pinang mulai pesimis karena sepertinya tidak ada lagi jagoan yang punya nyali memanjat.
Seeokor kodok kurus yang rupanya baru datang menyeruak diantara penonton.
“Eh mau ngapain nih anak kecil?” Teriak seorang penonton yang terusik karena si kodok kecil berusaha mendekati pohon pinang itu.
“Heiii!!! Sudah ! Pulang ke rumah aja mandi cuci kaki lalu bobo!” Teriak kodok betina gendut yang menyaksikan si kodok kecil mulai ambil ancang-ancang lompatan.
Lalu… Tap ! kaki si kodok kecil sudah mencengkeram ke batang pohon pinang setelah lompatan yang cukup mantap mencapai hampir seperempat batang pohon pinang.
“Hoiii!!! Turun anak kecil, nanti ibu kamu marah !! teriak kodok betina kurus yang suaranya lumayan lantang.
Tap… tap… hosh… hush… Suara cengkeraman si kodok kecil kedengaran mantap di sela nafasnya yang mulai ngos-ngosan ketika mendekati pertengahan. Penonton yang berada persis di bawah pohon pinang mulai agak menjauh menghindari tertimpa si kodok kecil yang sepertinya mereka pastikan akan segera jatuh atau bahkan terlempar dari atas pohon pinang yang mulai mengayun karena angin senja yang mulai bertiup kencang.
“Heii!! Turun aja pelan-pelan. Yang tadi aja nggak ada angin bisa jatuh, sudahlah !!!
Tapi suara tap… tap… hoshhh… hushhhh… malah terdengar semakin mantap di sela-sela suara yang semakin melecehkan. Bahkan para kodok yang tadi gagal di tengah jalan justru lebih kencang teriakannya melecehkan.
Suasana di bawah semakin hiruk pikuk karena sepertinya si kodok kecil semakin mendekati puncak dan tidak memperdulikan teriakan yang melecehkannya.
Akhirnya. “Horeee!!! Horeee… !!! Ya buang semua hadiahnya ke bawah. Bagi bagi dong, kita kan tadi supporter kamu..!” Suasana semakin hiruk pikuk karena si kodok kecil mulai menjatuhkan hadiah yang dijangkaunya satu satu.
Ia Cuma mengambil satu hadiah yang segera dikalungkan ke lehernya, sebuah jam weker. Tidak lebih mahal dari hadiah lain yang justru dijatuhkannya ke bawah dan diperebutkan oleh kodok-kodok yang tadi melecehkannya.
Setelah semua hadiah habis dijatuhkan, si kodok kecil segera meluncur ke bawah dengan mantap. Baru saja Ia menjejakkan kakinya para wartawan kodok sudah merubungnya untuk mewawancarai tentang rahasia kesuksesannya.
Tapi si kodok kecil sepertinya tidak terlalu suka dengan popularitas. Ia hanya tersenyum ramah sembari memberi isyarat tangan seakan-akan maksudnya: “No comment !” Wah seperti gaya artis atau pejabat yang ogah diwawancarai karena masalah yang sensitif ya.
Si kodok kecil langsung menemui rekannya yang tadi datang bersamanya dan memberikan weker yang dikalungkan di lehernya. Mereka segera berlalu tanpa suara ditatap oleh ratusan kodok yang bengong.
“Ihhh. Coool banget tuh cowok. Aku langsung jatuh cinta lho!” Ujar seekor kodok hijau jelita berbulu mata lentik yang menatap kepergian “sang pahlawan” dengan penuh kekaguman.
Rupanya si kodok kecil tadi nekad memanjat pohon karena sahabatnya sangat menginginkan jam weker yang tergantung di atas pohon pinang. Dari cara mereka berkomunikasi hanya dengan bahasa isyarat, baru ketahuan bahwa sang pahlawan ternyata kodok bisu dan tuli.
Mengenai kemampuannya memanjat, sebenarnya tidak lebih baik dari kodok lain yang memanjat sebelumnya. Bedanya, ya itu tadi dia tidak mendengar teriakan penonton yang melecehkannya sehingga dia bisa lebih fokus pada tujuan utamanya yakni mengambil jam weker untuk temannya.
Dalam kehidupan ini tanpa sadar kita sering berada pada posisi seperti kodok-kodok yang hanya memanjat pohon pinang setengah lalu jatuh bergelimpangan. Kita sering tidak fokus karena mendengarkan godaan orang-orang di sekitar kita, baik yang memuji berlebihan maupun yang melecehkan.
Untuk memperjuangkan pencapaian tujuan hidup kita secara maksimal pada waktu tertentu memang kita harus bisa “menulikan” telinga terhadap berbagai suara-suara dari luar dan lebih fokus mendengarkan suara hati dan jiwa yang paling dalam dan bertindak secara pasti.
1 comments:
Haii..
Lam kenal sobb..
Kunjungi blog ku yaaa...
Thx
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !