Oleh Ben B Nur
Penulis Buku The Golden Rule Of Success
Kalau ditanyakan manusia macam apa yang bisa bertahan hidup dan berkembang biak di zaman batu, tentulah jawabannya adalah manusia yang bisa memberikan nilai tambah kepada batu-batu cadas yang melimpah ruah di sekitar mereka untuk menjadi berbagai peralatan bantuan kehidupan. Ada yang membuatnya sebagai gada, kampak bahkan sebagai media spiritual.
Demikian pula di zaman ketika manusia sudah pandai memanfaatkan sumberdaya alam sekitarnya dengan cara berburu. Mereka yang unggul adalah yang menguasai pengetahuan cara membunuh hewan, baik dengan tombak dan panah maupun dengan berbagai alat perangkap. Sampai ke zaman pertanian, keunggulan menunjukkan pola yang sama yakni kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya, baik secara intensif maupun ekstensif untuk menunjukkan eksistensinya.
Catatan di era pertanian adalah bahwa manusiapun dipandang sebagai bagian dari sumberdaya yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang berlimpah. Perburuhan dan perbudakan mulai marak di era ini.
Saat manusia tak lagi cukup dengan mengandalkan sumberdaya alam dan manusia mulai memberontak dari perbudakan, manusia berusaha mencari alternatif pengganti manusia dan mendayagunakan hasil-hasil alam dengan menggunakan alat mekanisasi, mesin-mesin, pabrik-pabrik dan sebagainya. Prinsip yang berlaku tetap sama, bahwa yang unggul adalah yang menguasai cara-cara pembuatan dan pengoperasian alat mekanisasi, mesin-mesin dan pabrik-pabrik itu.
Bila kemudian jumlah manusia semakin meningkat diiringi peningkatan kebutuhannya yang semakin multi-aspek, tentu yang unggul bukan lagi sekedar mereka yang memiliki sistem pabrikasi dan mekanisasi saja melainkan mereka yang mampu memenuhi kebutuhan multi-aspek manusia.
Jadi prinsip yang berlaku tetap sama yakni bahwa yang unggul adalah yang paling bisa memenuhi kebutuhan manusia lainnya, tetapi tidak lagi sekedar pemenuhan volume produk barang dan jasa yang ala kadarnya melainkan yang memiliki nilai lebih dibanding yang lainnya.
Di era pengetahuan ini komoditas tidak lagi sebatas produk barang yang bisa diraba melainkan menjadi semakin abstrak. Makanya kemudian upaya pemenuhan kebutuhan di era ini semakin kompleks dan absurd.
Pengetahuan yang dulunya dipahami sebatas sebagai alat kini menjadi aset yang tak bisa diraba namun bisa dirasakan kekuatannya. Di era ini tentu prinsip yang sama tetap berlaku bahwa yang manusia, organisasi bahkan negara yang unggul adalah yang mampu memanfaatkan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan multi-aspek manusia. Pengetahuan meski tak bisa diraba tetapi sudah bisa dihitung nilainya yang bahkan besarnya melampaui harga tertinggi dari logam paling mulia sekalipun.
Kembali kepada cerita eksportir dan anak pengarajin kerjainan rotan tadi, sebenarnya intinya adalah bahwa yang berharga bukan lagi sekedar produk kerajinan rotannya tetapi hasil dari kekuatan imajinasi sang ayah, karakter ketekunan dan kemauan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan keyakinannya akan nilai hasil karyanya meski tak sempat lagi mendengar langsung pesanan ribuan unit yang boleh jadi keuntungannya sekian puluh kali lipat dari harga semua keuntungan kerajinan rotan yang pernah dibuatnya.
Sayangnya kreativitas yang ada di kepalanya, kelincahan tangannya, kebanggaan akan profesi dan ketulusannya dalam bekerja harus terkubur bersama jasadnya. Kepergiannya membuka kesadaran baru bagi si eksportir, mengapa dia tidak menyimpan desain sang maestro kerajinan itu dan bahkan si anak penyesalannya berlipatganda lagi karena tidak pernah secara sadar mengadopsi aset abstrak sang ayah padahal dia pernah punya kesempatan untuk mengadopsinya bahkan menyimpannya dalam bentuk gambar, tulisan atau cara-cara penyimpanan lainnya.
Untuk artikel selanjutnya silahkan membeli buku The Golden Rule Of Success oleh Ben Baharuddin Nur , silahkan hubungi selamatpagi@rocketmail.com !
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !