Perkembangan hukum internasional yang melindungi dan mencegah efek negatif dari upaya-upaya penanaman modal yang terkait dengan perdagangan internasional, telah berhasil dibentuk oleh WTO yang bernama Trade-Related Investment Measures atau TRIMs dalam perundingan uruguay.
Kerangka hukum internasional TRIMs ini dibentuk, karena didasarkan semakin meningkatnya kekhawatiran para investor asing dan negara-negara maju terhadap semakin banyaknya kebijakan-kebijakan penanaman modal khususnya di negara sedang berkembang.
Apabila meninjau pada Tujuan utama dari ketentuan TRIMs, maka TRIMs dapat membantu negara penerima adalah untuk mengatur dan mengontrol aliran penanaman modal asing sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi tujuan pembangunannya.
Pada prinsipnya TRIMs merupakan unsur yang penting bagi kebijakan-kebijakan tuan rumah, terutama negara sedang berkembang, karena negara yang sedang berkembang dapat menjadikan TRIMs sebagai sarana pembangunan dan menggunakan TRIMs untuk meminimalkan dampak dari penanaman modal asing.
Pada umumnya, kebijakan-kebijakan negara berkembang sangat beragam, mulai dari pembatasan jenis penanaman modal hingga kebijakan yang mempersoalkan isu-isu politis ekonomis dan sosial. Walaupun demikian, tahapan dan jenis kebijakan penanaman modal dibidang industrialisasi telah diperkenalkan klasifikasinya oleh Chen, Edward K.Y, pada tahun 1988, yang menjelaskan sebagai berikut :
1. Import Substitution 1 (IS 1), Producing consumer goods, using protectionist measures to groom infant industries;
2. Import substitution 2 (IS2), Producing capital goods and consumer durables;
3. Export Orientation 1 (EO1) Producing labor-intensive light manufactured goods;
4. Export Orientation 2 ( EO 2) and Export Orientation 2 Complex (EO2- complex), Producing technology/capital/knowledge-intensive industries, developing services, especially financial, undergoing technological and economic restructuring.
Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menarik dan mengatur para penanam modal, tentu dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah digunakan dan diakui secara umum oleh Negara-negara di dunia.
Menurut Keith S. Rosenn, prinsip-prinsip penanaman modal asing secara umum sangat berkaitan dengan aspek-aspek, seperti :
1. Aspek yang berkaitan dengan izin masuk para investor dalam melakukan penanaman modal asing;
2. Aspek yang berkaitan dengan informasi dan pemberitahuan yang fair tentang aturan main dalam melakukan penanaman modal;
3. Aspek yang berkaitan dengan perlakuan terhadap penanam modal asing;
4. Aspek yang berkaitan dengan konsesi ataukemudahan-kemudahan yang dapat dirasakan oleh para investor;
5. Aspek yang berkaitan dengan alur dana dan transaksinya;
6. Aspek yang berkaitan dengan ketentuan yang berhubungan dengan pengambilalihan, hak penanam modal (nasionalisasi);
7. Aspek yang berkaitan dengan cara-cara penyelesaian sengketa yang terjadi.
Menurutnya, penanaman modal asing harus diperbolehkan masuk secara bebas untuk melakukan aktivitas yang sah di host country, namun berlaku pembatasan- pembatasan yang diakibatkan oleh hak berdaulat host country untuk membatasi aktifitas tertentu disektor publik atau milik nasionalnya.
Walaupun, prinsip-prinsip yang telah digunakan sebagai pedoman pemerintah dalam membentuk hukum dan menetapkan kebijakan, tetapi tidak dapat dihindari beberapa negara tujuan para penanam modal mengalami kerugian-kerugian dibidang tertentu. Seperti kerugian dibidang sosial, budaya dan sebagainya.
Sehubungan dengan dampak negatif yang diakibatkan oleh Multinational Corporations, seperti yang mengakibatkan ketimpangan sosial, tidak diakuinya hak-hak masyarakat lokal, rusaknya lingkungan hidup, rendahnya upah buruh and eksploitasi tenaga kerja anak dan perempuan, prostitusi dan pelacuran, serta permasalahn sosial lainnya, maka Todd Weiler, Steven Ratner menjelaskan mengenai hak pertanggung jawaban.
Menurutnya, tanggung jawab hukum (legal Responsibility, dapat di dasarkan pada hukum internasional yang telah mengakui kewajiban-kewajiban hak asasi terhadap kesatuan-kesatuan selain negara. Seperti hukum kebiasaan perang, standart minimum perlakuan terhadap orang asing, kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, perbudakan, pemaksaan tenaga kerja, apartheid, penghilangan yang dipaksakan, hingga perlindungan hak-hak perempuan.
Alasan bahwa, hak asasi internasional telah difokuskan pada tanggungjawab negara terhadap pelanggaran hak asasi manusia, karena pelanggaran yang potensial secara tradisional biasanya ditemukan di tangan mereka yang mengontrol aparatur negara atau aktor non negara yang memegang kekuatan yang signifikan, yang kewenangan tersebut diberikan oleh negara. Oleh karena itu, tanggung jawab menurut hukum hak asasi manusia, dibebankan sama kepada aktor negara dan aktor non negara.
Untuk dapat menerapkan hukum pertanggung jawaban dengan baik, maka perlunya menerapkan norma internasional yang mengacu pada Standart Social Accountability 8000, yang mengandung daftar yang detail kewajiban- kewajiban internasional dimana semua perusahaan yang berpartisipasi harus taat di dalam kegiatan operasionalnya sehari-hari, termasuk sejumlah besar kewajiban- kewajiban internasional mengenai perburuhan.
sumber : http://www.gudang-hukum.co.cc/2010/01/perlindungan-kepentingan-pemodal-asing.html