Upaya pelestarian budaya sebagai aset jati diri dan identitas sebuah masyarakat di dalam suatu komunitas budaya menjadi bagian yang penting ketika mulai dirasakan semakin kuatnya arus globalisasi yang berwajah modernisasi ini. Pembangunan sektor kebudayaan selanjutnya juga akan menjadi bagian yang integral dengan sektor lain untuk mewujudkan kondisi yang kondusif di tengah masyarakat (Joharnoto, 2005: 1).
Di samping itu era serba digital saat ini merupakan suatu hal yang harus diterima dengan segala resiko dan dampaknya. Besarnya pengaruh asing yang masuk akan membawa pengaruh terhadap perilaku dan sikap bangsa ini baik perilaku sosial, politik, ekonomi, maupun budayanya. Oleh karena itu untuk menangkal dan menanggulangi arus negatif budaya asing yang masuk ke Indonesia dengan jalan memberikan informasi budaya kepada generasi muda khususnya dan masyarakat pada umumnya (Istiyarti, 2007: 1).
Salah satu bentuk penginformasian budaya kepada publik adalah menyampaikan segala produk budaya yang telah terdokumentasikan baik oleh pemerintah maupun swasta melalui museum atau kantor yang menjaga pelestarian Benda Cagar Budaya (BCB) yang selama ini dimiliki oleh daerah-daerah tertentu. Pemerintah maupun pihak swasta tertentu mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi tentang keberadaan BCB itu kepada publik. Tanpa melibatkan publik terutama generasi muda maka bisa jadi keberangsungan dan kontuinitas pelestarian budaya tidak akan dapat berjalan terus-menerus.
Di samping itu, masalah kepekaan pemerintah daerah dalam melihat keberadaan BCB terkadang tidak sama antara satu daerah dengan yang lainnya. Banyak terlihat beberapa daerah yang sudah memiliki prasarana dan daya dukung dalam pemeliharaan BCB, namun demikian ada pula beberapa daerah lain yang justru belum memiliki sarana dan prasarana pemelliharaan BCB yang ideal.
Di Kabupaten Kendal sebagai misal. Daerah yang cukup kaya pangan ini ternyata memiliki kandungan BCB dari masa lalu kerajaan Hindu-Buddha. Banyak candi, arca, serta lingga-yoni yang terdapat di kawasan atas kabupaten ini. Akan tetapi pemerintah daerah belum memiliki keseriusan untuk mengatasi bagaimana benda-benda itu bernilai guna tinggi bagi generasi sekarang. Pemerintah daerah belum melakukan pemeliharaan yang optimal. Benda bersejarah itu dibiarkan tergeletak begitu saja hingga banyak bahan materi yang diambil penduduk setempat untuk keperluan pondasi rumah, dapur, atau mistik (Robbani, 2008: 2).
Amat sayang sekali perlakuan pemerintah daerah yang kurang memiliki kepekaan sejarah dan budaya seperti itu. Di sisi lain peninggalan–peninggalan yang berada di Kabupaten Kendal sampai sekarang tak banyak orang yang tahu. Mengingat sulitnya mencari sumber tertulis yang dapat menjelaskan tentang peninggalan Hindu-Budha tersebut. Dalam pengungkapannya pun hanya dapat ditinjau dari sisa-sisa bangunan candi-candi dan arca–arca yang ada.
Oleh karena itu karya tulis ini akan mengungkapkan sejauhmana usaha dan strategi pemerintah daerah Kabupaten Kendal dalam menjaga dan melestarikan situs kuno Hindu-Buddha, peninggalan masa Islam, dan bangunan-bangunan warisan Kolonial Belanda sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap sejarah dan masa lalu bangsa Indonesia ini sendiri.
Bagi pemerintah sendiri, karya tulis ini dapat berguna sebagai wahana kritik yang bersifat membangun sekaligus evaluasi atas pencapaian target kerja mereka dan sarana reflektif untuk memperbaiki kinerja di masa mendatang, bagi para pelajar lainnya karya tulis ini dapat memberikan suport dan daya pikat untuk merangsang melakukan kajian yang sama sehingga dapat melatih budaya penelitian di antara para pelajar, dan bagi masyarakat umum karya tulis ini berfungsi untuk memberikan informasi penting tentang keberadaan BCB yang selama ini telah mendapatkan perhatian pemerintah Kabupaten Kendal.
B. PEMBAHASAN
1. Tulisan Sebelumnya
Laporan yang berkaitan dengan persoalan pelestarian BCB belum begitu banyak dilakukan. Umumnya tulisan tentang BCB banyak dillaksanakan oleh Pemerintah Daerah, guru, dan beberapa pelajar. Namun demikian laporan hasil mereka bersifat saling melengkapi. Dengan demikiaan, karya tulis ini pun akhirnya menjadi pelengkap dan berguna bagi para pembaca maupun pengambil keputusan terhadap strategi efektif yang bagaimana lagi untuk melestarikan BCB di Kabupaten Kendal.
Tulisan pertama yang menjadi acuan karya tulis ini adalah Laporan Balai Pelstarian Peninggalan Purbakala Prambanan Tahun 2005 yang berjudul Benda Cagar Budaya Kabupaten Kendal (Indra, 2005). Tulisan ini lebih memfokuskan pembahasan tentang kompleks makam Bupati Kaliwungu, makam Kyai Haji Asy’ari, makam Sunan Katong, makam Pakuwojo, Gapura Kabupaten Kaliwungu, dan Yoni maupun peti batu. Namun demikian sifat tulisan ini deskriptif yang memaparkan saja keberadaan BCB tersebut tanpa menganalisis bagaimana upaya pemerintah dalam menjaga situs-situs BCB tersebut.
Tulisan kedua yang dijadikan acuan karya tulis ini adalah Budaya Marginal Masa Klasik di Jawa Tengah (Tjahyono, 2000). Berbeda dengan yang laporan di atas, laporan Balai Arkeologi Yogyakarta ini lebih memfokuskan pembahasan pada aspek politik, ekonomi, dan sosial masyarakat Kendal dan Batang pada masa Hindu-Buddha yang dihubungkan dengan artefak sisa-sisa peninggalannya.
Tulisan ketiga yang menjadi acuan selanjutnya adalah Identifikasi Benda Cagar Budaya di wilayah Kabupaten Kendal (Muslichin, 2007). Tulisan Muslichin ini juga berupa deksripsi singkat mengenai BCB peninggalan masa Hindu-Buddha yang banyak terdapat di Kabupaten Kendal bagian selatan. Tulisan ini juga belum membahas tentang bagaimana peran pemerintah setempat dalam menjaga dan melestarikan BCB di yang ada di wilayahnya.
Tulisan keempat yang masih menjadi acuan karya tulis ini adalah Nuansa Pemarginalan Masyarakat Pesisir dalam Jejak–Jejak Peninggalan Hindu-Buddha di Kabupaten Kendal (Robbani, 2008). Tulisan rekan pelajar ini membahas tentang posisi dan kondisi sosial historis Kabupaten Kendal pada masa Hindu-Buddha. Robbani juga membahas pula tentang bukti-bukti keberadaan pemerintahan para rakai yang ada di Kabupaten Kendal masa klasik berdasarkan sisa-sisa peninggalan Hindu-Buddha. Otomatis, pembahasan Robbani ini juga kurang terkait dengan tema pengkajian karya tulis ini.
Namun demikian informasi data arkeologis dapat dipergunakan untuk membuka pembahasan tentang strategi pelestarian budaya.
Tulisan kelima yang menjadi acuan tulisan ini adalah Makam Wali sebagai Medan Budaya dan Pewarisan Nilai Tradisi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Kendal (Suryanto, 2008). Tulisan Slamet Suryanto ini cukup memberikan data-data tentang BCB yang ada di kompleks pemakaman para wali di Protowetan Kaliwungu. Namun demikian Slamet Suryanto hanya memfokuskan bagaimana usaha masyarakat setempat dalam menjaga keberadaan makam wali tersebut melalui tradisi syawalan, nyadran, dan ziarah kubur sebagai upaya mengenalkan generasi sekarang dengan warisan Islam masa lalu itu.
Tulisan terakhir yang menjadi acuan adalah Eksplorasi Sejarah Lokal Sebuah Upaya Penanaman Nilai-nilai Kepahlawanan Melalui Pembelajaran Sejarah Berbasis Contextual Teaching and Learning (Oetami, 2009). Tulisan Enny Boedi Oetami ini menyoroti bagaimana sejarah lokal dapat dijadikan sebagai sarana belajar sejarah. Namun demikian Oetami hanya mengeksplorasi BCB secara deskriptif saja tanpa menghubungkan dengan usaha pemerintah dalam melestarikan BCB itu sendiri.
2. Obyek Benda Cagar Budaya di Kabupaten Kendal
Pada dasarnya sebuah wilayah mempunyai banyak BCB yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian. Namun demikian, banyaknya sarana BCB itu seringkali tidak diketahui oleh masyarakat, apalagi guru dan siswa. Demikian pula yang terjadi di Kabupaten Kendal. Kurangnya sosialisasi dan informasi ini menjadikan publik tidak mengenal apa yang dimaksud dengan BCB itu sendiri.
Keberadaan pemeliharaan BCB sendiri terkait dengan tata aturan yang telah tersusun secara sistematis dan hierarkhis. Tata aturan itu adalah UU No. 5/1992 tentang BCB, PP No. 10/1993 tentang penjelasan UU No. 5/1992, PP No. 19/1995 tentang pemeliharaan dan pemanfaatan BCB di museum dan PP No. 25/2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi untuk menyelenggarakan propinsi, suaka peninggalan sejarah dan purbakala dan kajian sejarah dan nilai tradisional. Selain produk hukum tersebut, masih ada keputusan menteri sebagai penjabaran PP yang telah diterbitkan yaitu: Kepmendikbud No. 087/P/1993 tentang pendaftaran BCB, Kepmendikbud No. 062/U/1995 tentang pemilikan, penguasaan, pengalihan, dan penghapusan BCB atau Situs, dan Kepdirjenbud No. 063/U/1995 tentang perlindungan dan pemeliharaan BCB (Juharnoto, 2005: 4).
Oleh karena itu, melihat produk hukum di atas, upaya dan usaha untuk melaksanakan pelestarian BCB itu bukan sesuatu yang mengada-ada, bahkan menjadi sesuatu yang wajib yang harus dilaksanakan pemerintah daerah untuk melindungi dan menjaga produk bangunan atau artefak yang usianya di atas 50 tahun dan memiliki nilai historis tersendiri. Pemerintah memiliki payung hukum yang kuat untuk menindak siapaa saja yang merugikan keberadaan BCB di wilayah administrasinya.
Seperti halnya tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten Kendal memiliki kepedulian terhadap BCB-BCB yang ada di wilayahnya. Beberapa BCB yang menjadi perlindungan Pemerintah Kabupaten Kendal dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata adalah:
a. Kompleks Makam Bupati Kaliwungu
Kompleks makam ini terletak di dukuh Protokulon, Protomulyo Kecamatan kaliwungu. Secara keseluruhan kompleks makam ini dibagi dalam tiga bagian yang disebut Gedong Lor, Gedong Tengah, dan Gedong Kidul.
b. Makam Kyai Haji Asy’ari
Makam ini terletak di sebuah kompleks makam di daerah perbukitan yang sama dengan kompleks makam Bupati Kaliwungu. Wilayah ini terletak di desa Protowetan Protomulyo Kaliwungu. Ketika masih hidup K.H. Asy’ari adalah utusan Mataram yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut (Indra, 2005: 2).
c. Makam Sunan Katong
Tokoh yang dimakamkan di sini adalah Sunan Katong. Semasa hidup, beliau adalah putra Brawijaya terakhir dari Majapahit yang menyebarkan agama Islam di daerah Kaliwungu.
d. Makam Pakuwojo
Tokoh yang dimakamkan di sini adalah Pakuwaja bersama istrinya. Menurut juru kunci, beliau adalah murid Sunan Katong.
e. Gapuro Kabupaten Kaliwungu
Gapuro ini dianggap berasal dari masa pemerintahan bupati Kaliwungu I yaitu sekitar abad XVI M. Gapuro yang terletak di wilayah desa Kutoharjo Kaliwungu ini dahulu merupakan gerbang masuk ke kabupaten dari arah utara (Rochani, 2003).
f. Yoni dan Peti Batu
Terdapat sebuah fragmen yoni berbahan batu andesit terletak di dukuh Nglimut Gonoharjo Limbangan. Di sebelah selatannya terletak sebuah peti batu. Bentuknya berupa balok empat persegi panjang dengan lubang berbentuk segi empat di bagian atas.
g. Sisa Bangunan Candi
Terdapat sisa-sisa bangunan candi seperti yoni, kemuncak, batu candi, balok batu candi, antefik, dan peripih di daerah dukuh Nglimut Gonoharjo Limbangan.
h. Situs Segono
Di desa Gonoharjo ditemukan sisa-sisa tinggalan arkeologis berupa fragmen arca ganeca, agastya, Siwa, kemuncak dan lingga semu. Situs ini terletak pada ketinggian 600 m dpl di lereng barat Gunung Ungaran (Anonim, 2000: 11-13 dan Muslichin, 2007: 4-5).
i. Pabrik Gula Cepiring yang terletak di Kecamatan Cepiring Kabupa-
ten Kendal. Pabrik ini dibangun pada masa sisten Tanam Paksa Pe-
merintah Kolonial Belanda.
j. Tugu Perjuangan Kemerdekaan di Limbangan. Tugu ini sebagai
bentuk perjuangan masyarakat Limbangan dalam rangka menegak-
kan kemerdekaan. Mereka melawan tentara sekutu yang saat itu se-
dang menggempur Ambarawa. Pertempuran di Limbangan ini ada
keterkaitannya dengan peristiwa Ambarawa.
k. Asrama PT Kereta Api Indonesia di Desa Bugangin Kecamatan Kota Kendal. Bangunan asrama ini satu bukti peninggalan sejarah perkereta apian di Indonesia pada masa Kolonial Belanda.
l. Perumahan Pabrik Gula di Desa Gemuh Blanten Kecamatan Gemuh. Beberapa rumah untuk pejabat setingkat opziechter atau pengawas perkebunan masih berdiri di Desa Gemuh Blanten.
m. Gedung Perjuangan Pergerakan Nasional di Jalan Pemuda Kendal. Gedung ini selalu dipergunakan untuk kegiatan organisasi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Gedung ini selama 20 tahun pernah dipergunakan sebagai SMA 1 Kendal. Namun demikian, sekarang gedung ini sudah tidak ada lagi. Gedung ini berubah fungsi menjadi sarang walet.
n. Eks Dutchs School di Limbangan. Gedung ini dulu dipergunakan sebagai sekolah anak Belanda setingkat HIS.
o. Gedung SMP 1 Kendal di Kota Kendal. Gedung ini dibangun pada tahun 1897. Namun demikian pada tahun 2005, gedung ini dirobohkan dan diganti menjadi sarana pertokoan Kendal Permai (Oetami, 2009: 8).
Demikian beberapa BCB yang ada di Kabupaten Kendal. BCB tersebut ada yang masih tetap terjaga kondisinya, ada yang direnovasi dan dipergunakan sesuai aturan hukum, dan ada yang dirobohkan karena untuk kepentingan perekonomian dan bisnis.
3. Usaha dan Strategi Pemerintah dalam Melestarikan BCB
Beragam usaha yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kendal untuk melestarikan keberadaan Benda Cagar Budaya. Usaha yang dilakukan pemerintah adalah (Anonim, 2005: 1-6):
a. Mengklasifikasikan dan mendokumentasikan BCB yang berusia sangat tua. Kategori ini adalah beberapa BCB produk masa Hindu-Buddha yang jumlahnya tidak begitu banyak namun penting untuk kegiatan pariwisata dan pengembangan wawasan sejarah generasi sekarang.
b. Mengklasifikasikan dan mendokumentasikan BCB hasil budaya Islam. Dalam hal ini adalah keberadaan makam para tokoh terkenal, tokoh agama, pejabat formal, wali, dan sebagainya.
c. Mengklasifikasikan dan mendokumentasikan BCB hasil budaya masa Kolonial Belanda. Beberapa bangunan hasil masa Belanda diklasifikasikan berdasarkan usia dan aspek historisnya.
d. Mengirimkan BCB hasil peninggalan Hindu-Buddha yang berkategori Benda Bergerak pada museum propinsi Jawa Tengah (Museum Ronggowarsito). Hal ini dilakukan karena sejauh ini Pemda Kendal belum memiliki satu museum pun untuk menyimpan benda bergerak tersebut.
e. Menugaskan beberapa personil dari masyarakat setempat untuk menjadi juru kunci atau petugas yang mampu menjelaskan informasi terkait dengan BCB tersebut. Petugas yang berasal dari lingkungan setempat ini mampu memberikan penjagaan keamanan BCB sehingga mengurangi aksi vandalisme.
Selain usaha yang telah dilaksanakan pemerintah daerah Kabupaten Kendal, ada strategi pula yang dilakukan pemerintah untuk melestarikan BCB di wilayah ini. Strategi yang dilakukan Pemda Kendal dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata adalah:
a. Mengenalkan BCB yang ada melalui kegiatan kokurikuler. Dalam hal ini pemerintah berupaya mengenalkan beberapa artefak dan peninggalan yang ada di wilayah Kabupaten Kendal kepada siswa dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan SMA. Pengenalan artefak dan peninggalan budaya itu sangat penting bagi siswa dan anak-anak. Jika mereka sudah mendapatkan pengenalan tentang BCB maka sejak usia dini telah memahami betapa pentingnya makna sebuah BCB bagi keberadaan sebuah bangsa.
b. Mengenalkan BCB yang ada melalui kegiatan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan kemah budaya dan jelajah lingkungan maka siswa dan anak-anak dapat diperkenalkan dengan berbagai BCB yang ada di wilayah ini. Kemah budaya mengajak anak didik mengenal BCB dalam kurun waktu tiga sampai lima hari, dan dalam program jelajah desa, anak-anak dikenalkan pada BCB dalam format jalan-jalan santai, lintas alam dan mengenal lingkungan. Paket kemah budaya sudah dua kali dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal.
c. Mengenalkan BCB melalui paket pariwisata. Dengan menambahkan berbagai atraksi dan pementasan tertentu di sekitar wilayah BCB, maka anak akan datang dan mengenal keadaan BCB yang ada di daerah tersebut. Acara ini sangat memungkinkan jika di daerah tersebut terdapat paket pariwisata lainnya yang memiliki nilai jual yang tinggi seperti pemandian air panas Nglimut yang menyatu dengan BCB Candi Argo Kusumo Gonoharjo, serta wisata Curug Sewu dengan lokasi beberapa yoni dan situs di Sukorejo.
d. Mengagendakan beberapa ritus dan tradisi yang berkaitan dengan BCB. Tradisi seperti syawalan, ziarah kubur, wiwitan, dan weh-wehan bisa dipadukan dengan upaya mengenalkan BCB baik secara langsung maupun tidak langsung pada masyarakat. Umumnya bentuk agenda tradisi itu berkaitan dengan BCB peninggalan Masa Islam.
e. Memberikan sosialisasi secara resmi pada kegiatan sarasehan atau workshop yang melibatkan sejarawan, arkeolog, guru sejarah, budayawan, seniman, dan masyarakat umum di mana materinya berkaitan dengan BCB. Kegiatan ini sudah menjadi acara tahunan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Propinsi.
Namun demikian untuk skala kabupaten, agaknya Dinas Kebudayaannya baru mengadakan dua kali saja.
Itulah beberapa usaha dan strategi pemerintaah daerah Kabupaten Kendal dalam rangka menjaga dan melestarikan BCB-BCB yang ada di wilayahnya. Usaha yang intensif tetap terus dilakukan melalui berbagai pertemuan baik formal maupun informal.
Namun demikian, karena kekurangsigapan dinas terkait terhadap permasalahan BCB baik secara normatif-yuridis maupun substansialnya, maka ada beberapa BCB yang akhirnya harus mengalami nasib yang mengenaskan. Gedung eks SMP 1 Kendal dan Gedung eks SMA 1 akhirnya mengalami nasib yang cukup naas karena harus dihancurkan demi kepentingan ekonomis dan bisnis pihak-pihak tertentu.
C. PENUTUP
Keberhasilan pengelolaan pelestarian BCB yang ada di Kabupaten Kendal memang belum memberikan hasil yang optimal. Langkah-langkah perbaikan kinerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal masih tetap berjalan secara berkesinambungan. Kegagalan dalam upaya pemeliharaan dan perlindungan pada awal-awal era Reformasi jangan sampai terulang lagi.
Dinas Kebudayaan melaksanakan program perlindungan dan pelestarian jangan sampai gentar dan takut melawan tekanan-tekanaan politik yang bersifat menyingkirkan keberadaan BCB untuk kepentingan kelompok ekonomi tertentu saja. Akhirnya, untuk tetap melestarikan BCB yang ada di Kabupaten Kendal, Pemda harus pula melibatkan masyarakat, LSM, para guru, dan siswa untuk terlibat dalam pemeliharaan BCB sesuai dengan tugas dan porsinya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Benda Cagar
Budaya. Makalah Lokakarya Permuseuman Kabupaten Kendal 15-17 Juni
2005. Tidak diterbitkan.
Indra. 2005. Benda Cagar Budaya Kabupaten Kendal. Makalah Lokakarya Permuseuman
Kabupaten Kendal 15-17 Juni 2005. Tidak diterbitkan.
Istiyarti dkk. 1995. Menapak Jejak Masa Sejarah (Hindu, Buddha dan Islam). Semarang:
Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Jawa Tengah Depdikbud Jateng.
Joharnoto, Puji. 2005. Museum dan Pelestarian Budaya. Makalah Lokakarya Permu-
seuman di Kabupaten Kendal 15-17 Juni 2005. Tidak diterbitkan.
Indra. 2005. Benda Cagar Budaya Kabupaten Kendal. Makalah Lokakarya Permuseuman
di Kabupaten Kendal 15-17 Juni 2005. Tidak diterbitkan.
Muslichin. 2007. Identifikasi Benda Cagar Budaya di Wilayah Kabupaten Kendal. Makalah
Mata Kuliah Perspektif Sejarah Pascasarjana Unnes. Tidak diterbitkan.
Oetami, Enny Boedi. 2009. Eksplorasi Sejarah Lokal Sebuah Upaya Penanaman Nilai-nilai
Kepahlawanan Melalui Pembelajaran Sejarah Berbasis Contextual Teaching and
Learning. Makalah dalam Lawatan Sejarah Regional Departemen Sejarah dan Kepurbakalaan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Robbani, Nastiti. 2008. Nuansa Pemarginalan Masyarakat Pesisir dalam Jejak-Jejak Pe-
ninggalan Hindu-Buddha di Kabupaten Kendal. Makalah LKTI Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Tengaah. Tidak diterbitkan.
Rochani, Ahmad Hamam. 2003. Babad Tanah Kendal. Kendal: Intermedia Paramadina.
Soekmono. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Suryanto, Slamet. 2008. Makam Wali sebagai Medan Budaya dan Pewarisan Nilai
Tradisi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Kendal. Makalah LKTI Dinas Kebu-
dayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Tengaah. Tidak diterbitkan.
Suhartati, Sri. 1993. Petunjuk Singkat Objek Wisata Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah. Semarang: Proyek Inventarisasi Sejarah dan Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.
Suhartati, Sri. 1994. Petunjuk singkat Objek Wisata Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah. Semarang: Proyek Inventarisasi Sejarah dan Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.
Tjahjono, Baskoro Daru. 2000. Laporan Penelitian Arkeologi Budaya Marginal Masa Klasik di Jawa Tengah Bagian Barat Laut. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.
*Penulis adalah Ambarwati, siswa SMA 2 Kendal. Tulisan ini adalah hasil ringkasan LKTI Benda Cagar Budaya Tahun 2009 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Tengah.
sumber : http://forumgurusejarahkendal.blogspot.com/2009/08/upaya-dan-strategi-pelestarian-benda.html