Setelah runtuhnnya kerajaan Majapahit sekitar awal abad ke 15, timbulah kerajaan Islam di Pulau Jawa. Hasil perjuangan umat Islam yang dipelopori para wali yang dikenal dengan julukan Walisongo atau 9 wali. Salah satu di antara walisongo itu adalah Syarif Hidayatullah yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati di Cirebon Jawa Barat, setelah Syarif Hidayatullah berhasil menaklukan Jawa Barat termasuk daerah Banten, maka banten diserahkan kepada anaknnya yang tua Maulana Hasanuddin yang bergelar Pangeran Sabakingking. Maulana Hasanuddin jadi Sultan di Banten, ia berkuasa dan memerintah Banten dengan penuh kebijaksanaan, adil dan membimbing rakyat Banten berdasarkan ajaran agama Islam.
Pada suatu ketika, Sultan Maulana Hasanuddin mengirim utusan ke Lampung untuk berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam. Adapun yang diutus Sultan Banten itu adalah dua juru dahwah yaitu Ratu Saksi aliasaru Saksi kemudian disebut Darah Putih dan Ratu Simaringgai yang kemudian bergelar Ratu Melinting.
Karena penyebaran Agama Islam di Lampung antara lain melalui Labuhan Maringgai sekarang, yang berada di bawah kekuasaan Ratu Pugung dan mereka mengajarkan agama Islam terhadap Ratu Pungung dan rakyat Keratuan Pugung sampai berbulan-bulan. Ratu Pugung mempunyai cucu dua orang gadis yaitu yang bergelar Putri Sinar Alam, anak dari Singindor Alam merupakan anak tertua Ratu Pugung. Satunya lagi bergelar Putri Sinar Kaca, anak dari Gayung Garunggung yang merupakan anak Ratu Pugung yang lebih muda.
Putri Sinar Alam kawin dengan Ratu Saksi (Darah Putih) dan mempunyai anak lelaki bernama Minak Kejala Ratu. Putri Sinar Kaca kawin dengan Ratu Simaringgai yang juga mempunyai anak lelaki bernama Minak Kejala Bidin. Sebelum Minak Kejala Ratu dan Minak Kejala Bidin lahir, sewaktu mereka masih di dalam kandungan, ayah mereka yang kembali ke Cirebon tidak kembali ke Lampung.
Setelah Minak Kejala Ratu dan Minak Kejala Bidin tumbuh menjadi pemuda, suatu ketika mereka berdua bertannya kepada ibu mereka, siapa dan dimana gerangan ayah mereka berdua berada. Karena desakan kedua anak itu akhirnya Putri Sinar Kaca menjelaskan tentang bapak mereka berdua. Akhirnya Minak Kejala Ratu dan Minak Kejala Bidin, menyeberang ke Banten dengan menaiki perahu mencari ayah mereka. Minak Kepala Bidin menghadap Sultan Maulana Yusuf anak Sultan Maulana Hasanuddin. Sultan Maulana Hasanuddin yang wafat digantikan oleh Sultan Maulana Yusuf.
Peristiwa ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1575 Masehi. Setelah Minak Kejala Ratu Minak Kejala Bidin menghadap Sultan Maulana Yusuf di Pusiban Agung, Sultan Maulana Yusuf meminta tanda bukti dari mereka berdua, kalau benar mereka berdua anak pamannya yang bergelar Ratu Saksi dan Ratu Simaringgai. Minak Kejala Ratu dan Minak kejala Bidin memperlihatkan cincin yang dipakai mereka kepada Sultan Banten. Cincin itu adalah emas kawin ibu mereka berdua yang di bawa bapak mereka dari Banten sewaktu ditugaskan Sultan Maulana Hasanuddin menyebarkan agama Islam di Lampung.
Setelah Sultan Maulana Yusuf memeriksa cincin yang diperlihatkan mereka berdua berdua, Maulana Yusuf menegaskan bahwa mereka benar anak pamannya dan itu berarti adiknya juga. Maulana Yusuf juga menegaskan bahwa mereka tidak perlu menunggu ayahnnya, ayah mereka sedang bertugas jauh untuk berdakwah dan sulit mencari mereka.
Sultan meminta mereka untuk istirahat di Surosowan, yang merupakan istana Sultan Banten. Kurang lebih seminggu kemudian, Minak Kejala Ratu dan Minak Kejala Bidin diterima di Pusiban Agung. Sultan memerintahkan mereka berdua agar kembali ke Lampung mengamankan begitu tiba di Lampung yaitu di Labuhan Meringai, maka perlu bermusyawarah agar wilayah kekuasaan Ratu Pugung dibagi menjadi dua bagian.
Yang di Labuhan Meringgai pusatnnya diperintah Kejala Bidin atau disebut Keratuan Merinding, sebagian lagi yaitu daerah Kuripan Kalianda dipimpin Kejala Ratu yang disebut Keraturan Merinding atau Ratu Berdarah Putih.
sumber : http://tebinglampungtimur.blogspot.com/2010/08/asal-usul-keratuan-melinting.html