Sejarah terbentuknya Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI)
Sekitar tahun 1800, warga Tionghoa menanam sejenis kapas (ciam). Dari serat tanaman jong dan ciam masyarakat Pekajangan berusaha membuat kain dengan alat tenun sederhana. Jiwa dagang warga daerah ini mendorong perajin dan pedagang bepergian ke daerah lain, termasuk ke Yogyakarta dan Surakarta yang interaksinya semakin kental dari tahun ke tahun. Situasi pertekstilan semakin maju tahun 1920 sehingga timbul pengaturan izin lisensi untuk pengusaha tekstil harus diurus di Batavia (Jakarta) ke Gubernur Jenderal Belanda.
Kemajuan pesat pertekstilan di Pekajangan ditandai munculnya Batik Trading Compani tahun 1950. Pada tahun 1937, perajin mendirikan Koperasi Batik Pekajangan yang memberi sumber inspirasi munculnya koperasi batik di Setono, Tirto, dan lainnya. Kemunculan koperasi batik akhirnya disatukan dalam Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) pada tahun 1948”.
Pada masa orde Sukarno yang melontarkan kebijaksanaan“Sandang Pangan Rakyat” yang memandang batik sebagai pakaian umum. Kebijakan ini sangat menguntungkan pada GKBI sendri mengapa? Kaerena dengan dicetuskan kebijaksanaan itu GKBI mendapat perlindungan seperti tunjangan harga kain putih dan hak peredaran monopoli. Pemerintah menargetkan menyuplai batik cap yang murah kepada orang awam. Para pembatik di berbagai daerah menghasilkan banyak keuntungan di bawah kebijaksanaannya.
Namun pada orde Soeharto, kebijaksanaan kemajuan ekonomis dijalankan maka kebijaksanaan perlindungan pengusaha batik dihapuskan. Ironisnya target kebijaksanaan Soekarno itu, direalisasikan oleh perusahaan pakaian dan tekstil yang berkembang di lingkungan ekonomi baru. Kemudian, sebagian besar pengusaha batik yang menjadi biasa pembuatan batik cap murah terdesak oleh perusahaan tersebut di atas, terpaksa beralih ke usaha yang lain atau menutup usaha.
Pada awal tahun 1970-an, teknologi print batik muncul. Oleh sebab itu, batik tulis dan batik cap semakin tergeser oleh print batik. Tanpa perlu dikatakan, pasaran batik tulis dan batik cap kalah bersaing dengan print batik yang dapat diproduksi massa.
Di dalam keadaan itu, khawatir akan masa depan pembatik dan tradisi batik. Kalau berhadap-hadapan kain-kain dijual dengan posisi konsumen, apa bedaannya antara print batik dan batik yang dibuat secara teknik tradisional? Dasarnya print batik tidak dibuat sebagai barang yang bermutu tinggi, tetapi dibuat barang yang bermutu rendah.
Sebaliknya, Iwan Tirta, Josephine Komara, dan sebagainya membuat“batik generasi baru” yang mempunyai kemewahan dan rasa kelas tinggi yang misalnya dipakai benang emas dan perak serta digunakan sutera bukan katun. Batik yang mereka menjadi populer di kalangan wanita kota-kota Indonesia dan luar negeri. Pengusaha batik generasi baru biasanya dinamakan“pencipta tekstil” atau“kreator tekstil”.
Makin lama makin terang pada awal tahun 1990-an, secara garis besar permintaan batik terbagi tiga pasaran, yaitu kelas tinggi, kelas menengah, dan kelas rendah. Di dalam pasaran tersebut, segi kwantitas pasaran kelas rendah menduduki perbandingan secara mutlak karena sebagian besar penduduknya tinggal di desa-desa, kemudian ada banyak wanita yang riwayat pendidikan dan pendapatan rendah. Oleh karena itu, pasaran batik kelas rendah menjadi terbasar. Permintaan batik kelas tinggi masih kukuh sebab ada adat yang memakai batik tulis bermotif dan berwarna tradisional waktu berdandan di Jawa.
Hal tersebut di atas terjadi dengan lumrah di dalam ekonomi modern yang modal raksasa dan teknologi mesin mendesak industri tradisional kecil-kecilan yang bergantung pekerjaan tangan.
Batik yang menarik dunia ini tidak hanya batik generasi baru, batik tulis, dan batik cap saja. Selain itu, jangan melupakan pakaian, barang kelongtong, dan produksi interior yang mencetak motif batik seperti bunga, garuda,parang, dan lain-lain.
Barang-barang tersebut sudah menjadi populer di kalangan baik orang Indonesia maupun orang asing karena dapat menegaskan kembali identitasnya bagi orang Indonesia. Untuk orang asing seperti turis, barang-barang tersebut di atas menjadi kenang-kenangan perjalanannya.
Akhirnya, daya tarik batik bukan tiga pasaran dan barang-barang bermotif batik berpencar-pencar, melainkan saling merangsang, meningkatkan nilai keadaannya, dan memainkan harmoni, yaitu hidup berdampingan dan makmur bersama.
Profil Gabungan Koperasi Batik Indonesia
Gabungan Koperasi batik Indonesia berdiri di Yogyakarta yaitu pada tanggal 18 September 1948, koperasi ini berdiri dengan latar belakang bahwa semakin banyaknya pembuat batik tenun yang berada di pekalongan khususnya pada saat itu, yang dalam pengerjaannya mengalami kesulitan-kesulitan di berbagai hal seperti kurangnya kain untuk di gambar dan berbagai hal lain. Lalu dengan dasar itu penduduk setempat mendirikan koperasi batik dengan tujuan mensejahterakan penduduk yang menggeluti penggambaran batik tenun tersebut.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dengan adanya pabrik tektil yang sudah sangat modern maka koperasi batik di pekalongan tersebut berfikir bahwa hurus ada penyatuan koperasi batik di seluruh Indonesia dengan tujuan ingin memenangkan persaingan di pasaran dan untuk lebih mensejahterakan pengrajin batik di seluruh Indonesia.
Penggabungan yang dilakukan oleh koperasi Batik di Indonesia sangatlah berhasil, dan pada saat ini tinggal mempertahankan bagaimana Gabungan Koperasi Batik Indonesia ini tetap kokoh dan mampu bersaing pada pasar global.
Pemasaran Gabungan Koperasi batik Indonesia
Sudah terlihat dari nama “Gabungan Koperasi Batik Indonesia” ini salah satu strategi pemasaran yang sangat tepat dan bisa disebut berhasil yang dilakukan koperasi-koperasi batik Indonesia mengapa karena dengan menggabungankan diri antara koperasi-koperasi batik di seluruh Indonesia, maka pemasaran batik akan terkuasai dengan baik dan mampu bersaing dengan pasar global yang suadah masuk pada Negara Indonesia.
Dengan bergabungnya koperasi batik di seluruh Indonesia ini jelas memperluas lokasi pemasaran yang akan di sampaikan pada konsumen sehingga konsumen dapat lebih mudah untuk mendapatkan produk batik yang ia inginkan dan ia butukan. Dengan adanya program pemerintah yaitu diajurkanya memakai batik pada setiap PN situ sudah sangat membantu pada pemasaran batik di Indonesia.
Koperasi batik ini sudah mempunyai nilai plus dalam pemasarannya, mengapa karena sealain batik sudah menjadi ikon Indonesia batik juga sebagai salah satu budaya Indonesia yang harus di lestarikan dan di pertahankan oleh setiap generasi agar adanya tidak mengalami kepunahan dan dengan nilai inilah dalam pemasarannya GKBI sudah menembus pasar dunia..
Dalam kegiatannya pemasaran Gabungan Koperasi Batik Indonesia mempunyai 3 Segmentasi yaitu :
1. Kelas Tinggi
2. Kelas Menengah
3. Kelas Rendah.
Dimana kelas-kelas di atas dilihat dari segi kualitas batik tersebut dimana dalam pembuatan batik tersebut ada perbedaan bahan, unsur dan motif yang digunakan dalam pembuatan batik.
Namun tidak hanya mengandalkan kelebihan-kelebihan yang sudah dipaparkan diatas, pembuat batikpun harus lebih kreatif dan inovatif dalam mempertahankan pasaran batik di pasar global. Dan yakin bahwa batik bukan sekedar sebuah romantisme masa lalu, melainkan sebuah produk unggulan yang dapat mengangkat martabat bangsa lebih tinggi lagi.
Pemerintah dan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI)
Sebagai langkah nyata untuk memajukan UKM di Indonesia, maka GKBI memberikan 1000 web hosting gratis bagi UKM yang ingin memiliki sendiriwebsite untuk mengenalkan bisnisnya. Selain itu, GKBI juga menyediakan satu wadah terpadu yaitu portal E-commerce untuk melakukan transaksi secara online dan realtime bagi UKM. Ditambah lagi forum interaktif antara sesame UKM untuk saling berkomunikasi dan bertukar pikiran.
Mengapa GKBI melakukan ini, karena menurunya UKM di Indonesia sangatlah banyak jumlahnya, dan bisa disebut sebagai tukang punggung ekonomi bangsa ini. Untuk itu demi memulihkan perekonomian dan membantu pemerintah dalam mengembangkan perekonomian rakyat GKBI berpartisipasi dalam bentuk membantu dakam pemasaran dan solusi transaksi melalui teknologi IT bagi UKM.
Sementara itu pemerintah sangat mendukung pada GKBI ini seperti yang telah di katakan oleh Bpk. Jusuf Kalla saat memberikan pengarahan di depan pengusaha batik nasional yaitu keuntungan terbesar ada di kita kalau batik terkenal sampai ke negara lain. Karena kita punya pasar yang kuat dengan penduduk 230 juta orang, Bahkan di tengah krisis global yang membuat ekspor lesu akibat menurunnya daya beli masyarakat luar negeri, batik justru akan bisa eksis karena kuatnya pasar dalam negeri, Jadi yang harus dilakukan adalah memperkuat produksi dalam negeri untuk memperkuat pasar nasional.
Selain itu, GKBI juga meminta pemerintah menyediakan tempat khusus untuk pemasaran batik dan Adapun untuk membuka peluang bagi pelaku usaha batik yang baru lewat koperasi, GKBI meminta pemerintah membenahi badan hukum koperasi nasional.
sumber : http://aziz27.wordpress.com/2009/06/29/gabungan-koperasi-batik-indonesia/