Anak merupakan mutiara hati dalam keluarga, itulah sejatinya posisi anak dalam keluarga. Namun bagaimana dengan anak - anak yang lahir dalam lingkungan keluarga miskin, tentunya mereka diperhadapkan dengan kasus kesulitan Ekonomi, dan inilah yang menjadi permasalahan sehingga kemiskinan tersebut membuat hak - hak anak menjadi terkekang, bahkan hilang.
Seyogyanya anak adalah harta sekaligus karunia terbesar yang Tuhan berikan kepada setiap orang tua. Sayangnya, sebagian orang tua dan oknum tak bertanggung jawab salah dalam menafsirkan makna harta itu sendiri. Banyak dari mereka yang menganggap anak adalah “harta” yang bisa dipindahtangankan dan ditukar dengan sekantung uang..
Dalam pandangan Islam, misalnya, anak juga dipandang sebagai amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada orangtuanya. Sebagai amanah, anak sudah seharusnya memiliki hak untuk mendapatkan pemeliharaan, perawatan, pembimbingan, dan pendidikan.
Sampai saat ini pun masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa anak-anak bekerja dalam konteks membantu orang-tua, juga proses pembelajaran anak menjadi dewasa, dan apada masa depan sebagai bekal kehidupan yang mandiri. Namun, belakangan banyak orangtua yang juga memperkerjakan anak tanpa mempertimbangkan kepentingan anak, tetapi semata-semata
untuk memenuhi ambisi orangtua.
Para aktivis perlindungan anak memperkirakan jumlah anak dipekerjakan mencapai 60.000 hingga 120.000 orang, sementara ILO sebagaimana dikutip KPAI memperkirakan jumlah pekerja anak mencapai 2.685 juta anak.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak merupakan peraturan khusus yang mengatur mengenai masalah anak. Tujuan dari perlindungan anak sendiri disebutkan dalam Pasal 3 UU No. 23/ 2003 : “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.”
Disebutkan juga dalam Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2003 tentang hak dari anak yang menyebutkan bahwa : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Pengingkaran terhadap kemuliaan hak asasi seorang anak akan terjadi apabila ada seseorang yang tidak lagi memandang seorang anak sebagai sebuah subyek yang sama dengan dirinya, akan tetapi lebih pada sebagai sebuah obyek yang bisa diperjualbelikan demi keuntungan pribadi.
Permasalahan
Pada masyarakat ekonomi lemah dan kurang berpendidikan, persoalan yang dihadapi anak adalah buruh anak atau anak bekerja layaknya orang dewasa untuk membantu perekonomian keluarga. Mereka bekerja untuk mencari uang karena paksaa kondisi ekonomi dan ada juga karena dipekerjakan oleh orangtua mereka.
Meningkatnya jumlah kasus perdagangan anak memperlihatkan korelasi antara krisis ekonomi dari segi pendidikan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Sekretaris Jenderal Komnas Anak mengemukakan bahwa Indonesia merupakan pemasok perdagangan anak dan wanita (trafficking) terbesar di Asia Tenggara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaganya, terdapat sekitar 200 sampai 300 ribu Pekerja Seks Komersil (PSK) berusia dibawah usia 18 tahun. Tak Cuma di dalam negeri, mereka juga memasok kebutuhan di Asia Tenggara.
Berdasarkan beberapa data yang telah dipaparkan, maka kami mencoba mengangkat permasalahan perihal : Bagaimana karakteristik anak yang diperdagangkan? dan Apa kebijakan yang terkait dengan anak yang diperdagangkan ?.
Inilah yang menjadi permasalahan kita bersama, sekarang yang difikirkan adalah bagaimana agar permasalahan kasus perdagangan anak ini dapat dicegah bahkan pelakunya diserahkan ke pihak berwenang.