PENDAHULUAN
Timbulnya hubungan internasional secara umum tersebut pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar Negara, karena kepentingan dua Negara tidak dapat menampung kehendak banyak Negara. Dalam membentuk organisasi internasional, negara – negara melalui organisasi itu akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama, dan kepentingan itu menyangkut bidang kehidupan internasional.
Di bidang perhubungan misalnya, negara – negara Eropa dalam tahun 1815 telah mengatur hubungan pelayaran melalui Sungai Rhine ( Cenral Commission for Navigation of the Rhine ), dan di dalam Kongres Paris 1856 juga telah disepakati suatu persetujuan pelayaran melalui Sungai Danube bagi negara –negara yang dilalui oleh sungai ini ( Danube Commission ). Di bidang perdagangan, dalam tahun 1933 telah ada International Wheat Agreement yang mangatur produksi dan pemasaran gandum internasional, dan dalam tahun 1934 beberapa negara telah menyetujui tentang pengaturan produksi dan eksport karet melalui Regulation of the Production and Export of Rubber, sampai kepada Havana Charter 1948 untuk membentuk International Trade Organization khususnya yang mengatur tentang komoditi. Demikian juga di bidang moneter ketika negara – negara Amerika Selatan dalam tahun 1865 mengadakan peraturan bersama melalui Latin Monetary Union.
Sejak pertengahan abad – 17 perkembangan organisasi internasional tidak saja diwujudkan dalam berbagai konferensi internasional yang kemudian melahirkan persetujuan – persetujuan, tetapi lebih dari itu telah melembaga dalam berbagai variasi dari komisi ( commission ), perserikatan bangsa – bangsa ( united nations ), persemakmuran ( commonwealth ), masyarakat ( community ), kerjasama ( cooperation ), dan lain – lain.
Dengan proses perkembangan organisasi internasional tersebut sekaligus telah menciptakan norma – norma hukum yang berkaitan dengan organisasi itu, yang kemudian membentuk suatu perjanjian yang disebut instrument dasar atau instrument pokok ( constituent instrument ).
Pembahasan hukum organisasi internasional ini hanya menyangkut pada organisasi – organisasi internasional tingkat pemerintahan karena lebih melibatkan pada pemerintah negara –negara anggotanya sebagai pihak, oleh sebab itu organisasi internasional dalam pengertian ini dapat disebut sebagai organisasi internasional public ( public international organization ). Sebaliknya ada pula organisasi internasional yang bersifat non pemerintah yang melibatkan badan – badan atau lembaga – lembaga swasta di dalam berbagai negara ( private international organization ).
Agar sesuatu organisasi internasional mempunyai status pemerintahan ( public ), organisasi itu harus dibentuk dengan suatu persetujuan internasional, mempunyai badan – badan, dan arena mempunyai persetujuan internasional maka pembentukkan itu di bawah hukum internasional. Organisasi – organisasi internasional yang tidak memenuhi syarat – syarat bagi organisasi internasional dimasukkan dalam jenis organisasi internasional privat. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi – organisasi internasional privat di cakup oleh hukum privat dan bukan hukum public. Karena hukum privat merupakan hukum privat dari suatu negara, maka organisasi internasional privat tersebut dicakup oleh hukum nasional, sedangkan organisasi internasional public dicakup oleh hukum internasional.
PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah aspek umum dari status Hukum Organisasi Internasional?
2. Bagaimanakah kaitan Personalitas Hukum dengan Hukum Internasional ?
3. Bagaimanakah Personalitas Hukum dari Organisasi Internasional ?
4. Apakah Fungsi pembuat Hukum dari Organisasi Internasional ?
PEMBAHASAN
Aspek Umum
Siapakah yang merupakan pihak – pihak dalam organisasi internasional ? Bagi organisasi – organisasi internasional yang dibentuk atau didirikan melalui perjanjian, diperlukan negara – negara sebagai pihak dan bukan pemerintah, karena pemerintah hanya bertindak atas nama negara. Setelah menjadi pihak dari suatu perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional, sesuatu negara menerima kewajiban – kewajiban yang pelaksanaannya akan dilakukan oleh pemerintah negara itu dan bukan negara sebagai keseluruhan. Atas dasar itu maka tidaklah tepat dikatakan sebagai organisasi antar pemerintah ( inter – governmental organization ).
Perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional pada hakikatnya merupakan instrument pokok pada organisasi tersebut, yang juga merupakan sumber hukum pokok bagi organisasi itu. Sejak organisasi internasional diciptakan, maka organisasi itu berlaku sejak ditetapkan dan berlangsung terus sampai perjanjian itu menyatakan berakhir. Namun jarang sekali terjadi perjanjian itu untuk membentuk organisasi: menyatakan secara tegas berakhirnya organisasi itu ( express act ).
Baik Liga Bangsa – Bangsa maupun PBB tidak memuat keterangan tentang berakhirnya organisasi itu karena memang mempunyai tujuan yang permanent. Walaupun demikian, tanpa ada rekomendasi Dewan, Majelis Liga telah membubarkan Liga dengan resolusi pada tanggal 18 April 1946. Di samping itu juga membentuk Board of Liquidation yang diberi tugas mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan pembubaran Liga Bangsa – Bangsa.
Dengan bubarnya Liga Bangsa – bangsa dalam tahun 1946 maka PBB menjadi satu – satunya organisasi internasional yang merupakan penggantinya, walaupun Piagam Atlantic maupun Dumberton Oaks sama sekali tidak menyinggung masalah Liga Bangsa – Bangsa. Bagaimana dengan pembubaran Liga Bangsa – Bangsa dan penjelmaannya dalam bentuk organisasi Internasional yang baru? Mengenai pelimpahan tugas, Komisi Persiapan PBB dalam menanggapi laporan dari Komite Eksekutif Liga pada mulanya tidak begitu dapat menerima gagasan mengenai pelimpahan tugas – tugas tersebut secara en bloc. Tetapi kemungkinan Komite Persiapan PBB mengadakan tinjauan seperlunya dalam berbagai tugas yang dikehendaki oleh PBB sendiri maupun badan – badan khusus, seperti :
(i). Tinjauan mengenai tugas politik Majelis Umum; dan
(ii). Tinjauan mengenai tugas teknik dan non politik Dewan Ekonomi dan Sosial.
Pelimpahan tugas – tugas tertentu ini kemudian disahkan oleh Majelis Umum PBB . Namun ternyata tidak ada tugas – tugas politik yang dibebankan kecuali masalah – masalah politik selama itu yang telah menjadi wewenang Liga. Adapun mengenai sistem mandate, pelimpahan mengenai sistem perwalian yang baru, hanya menyangkut mengenai wewenang administrasi saja untuk memutuskan, demikian juga biro - biro dalam kaitannya dengan Liga seperti termuat dalam Pasal 22 Covenant, yang perlu dirundingkan dengan PBB.
Dalam perjanjian – perjanjian yang ada, Liga Bangsa –Bangsa atau organisasi – organisasi yang ada hubungannya dengan Liga telah melaksanakan tugas administrasi yang pelimpahannya memerlukan permufakatan dari pihak perjanjian – perjanjian tersebut.
Karena itu dalam hal persetujuan mengenai narkotik misalnya, perlu adanya protokol tersendiri dari tiap – tiap pihak untuk menggantikan ketentuan – ketentuan yang diperlukan oleh PBB maupun WHO terhadap ketentuan – ketentuan yang sudah ada, baik di Liga maupun di Internasional Office of Public Hygiene. Mengenai tugas untuk menerima penyerahan instrumen seperti perjanjian – perjanjian, secara mudah dapat disetujui dengan Resolusi Majelis Umum PBB yang mencantumkan secara jelas kesediaan PBB menerima tugas semacam itu.
Pada waktu dibubarkannya Permanent Court of International Justice agar yurisdiksi Mahkamah tetap dapat diterima, ketentuan mengenai hal itu dimasukkan dalam Pasal 36 (5) dan 37 Mahkamah Internasional yang baru ( international Court of Justice ), termasuk program pensiun para hakimnya yang kemudian dipercayakan kepada ILO. ILO sendiri kemudian sudah barang tentu menampungnya, sedangkan masalah – masalah yang menyangkut keuangan telah dilimpahkan juga kepada ILO melalui suatu badan yang disebut Working Capital Fund.
Untuk ini Liga Bangsa – Bangsa mengambil langkah – langkah dalam rangka menyerahkan tanah dan gedung – gedung, perlengkapan, arsip perpustakaan dan lain – lain di atur melalui Common Plan yang pembayarannya dilakukan oleh PBB. Pembentukan Common Plan ini telah disetujui dengan resolusi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 12 Pebruari 1946. Semua staf diberhentikan meskipun beberapa orang di antara mereka membuat kontrak baru untuk bekerja pada PBB.
Kasus penjelmaan dalam organisasi internasional lainnya dapat dilihat pada Organization for European Cooperation yang kemudian berubah menjadi Organization for Economic Cooperation and Development ( EOCD ) dengan masuknya negara – negara di luar Eropa seperti Canada, Jepang dan Amerika Serikat. Di samping pelimpahan milik seperti yang terjadi dalam kasus antara Liga Bangsa – bangsa dan PBB, ada pula pelimpahan wewenang dari sebuah organisasi internasional ke organisasi internasional lainnya ( transfer of competence ) sebagaimana terjadi dalam tahun 1959 ketika Western European Union melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Council of Europe yaitu wewenang dalam bidang kegiatan sosial dan kesehatan saja, sedangkan wewenang di bidang kegiatan politik dan militer tetap diteruskan oleh Western Europe Union. Hal ini dimungkinkan karena keanggotaan dua organisasi tersebut sama. Pelimpahan semacam itu hanya diatur melalui persetujuan terpisah ( partial agreement ).
Organisasi internasional dapat membentuk organisasi internasional yang lebih baru dalam rangka melaksanakan beberapa kegiatan yang lebih aktif lagi. Dengan di bentuknya organisasi internasional yang baru yang merupakan organisasi internasional “ generasi kedua” ini maka organisasi itu secara terpisah dapat menjalankan fungsinya secara bebas, apalagi mempunyai anggaran dasar dan aturan tata cara tersendiri. Kasus ini terjadi pula dalam sistem PBB dan Dewan Eropa ( Council of Europe ).
Dalam rangka PBB, Majelis Umum PBB dalam tahun 1965 membentuk United Nations Institute for Training and Research ( UNITAR ) sebagai lembaga otonom dalam kerangka PBB khususnya, untuk melaksanakan kegiatan latihan dan riset agar dalam mencapai tujuan pokoknya PBB dapat berfungsi secara efektif. Sedangkan dalam tahun 1967 PBB juga telah membentuk organisasi baru lainnya yang disebut dengan United Nations Industrial Development Organization ( UNIDO ). Organisasi ini juga bersifat otonom dengan tugas memajukan dan meningkatkan industrialisasi negara – negara berkembang dan untuk mempersatukan kegiatan pengembangan industri dalam sistem PBB.
Dalam lingkungan dewan Eropa, Komite Menteri ( Committee of Ministers) telah membentuk Dana Pemukiman ( Resettlement Fund ) untuk menangani masalah – masalah pengungsian. Tindakan untuk membentuk organisasi secara terpisah ini dilakukan agar dapat menjamin adanya dana tersendiri bagi organisasi baru tersebut, di samping akan dapat meningkatkan kapasitas bantuan dari luar maupun dalam mengajukan tuntutan – tuntutan secara terpisah.
Personalitas Hukum Organisasi Internasional
Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk “ instrument pokok ” apa pun akan memiliki suatu personalitas hukum di dalam hukum taurat internasional. Personalitas hukum ini mutlak penting guna memungkinkan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan tuntutan dengan negara lainnya. Seperti juga di singgung oleh Maryan Green .
Di dalam membentuk organisasi internasional semacam itu, negara – negara anggotanya melalui organisasi tersebut akan berusaha mencapai tujuan bersama dalam berbagai aspek kehidupan internasional, dan bukan untuk mencapai tujuan masing – masing negara atau pun suatu tujuan yang tidak dapat disepakati bersama. Guna mencapai tujuan itu sebagai suatu kesatuan; organisasi internasional harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya atas nama semua negara angggotanya.
Tindakan yang dilakukan oleh organisasi internasional semacam itu pada hakikatnya merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional. Dalam hubungan ini Weisberg mengemukakan pandangannya mengenai hubungan personalitas hukum dan kapasitas hokum sebagai berikut :
“An entity wich execises international rights and is bound by international obligations, in short wich has international legal capacity, is one which is endowed with international legal personality”.
Mengenai persoalan apakah dengan demikian personalitas hukum itu dengan sendirinya oleh organisasi internasional ataukah perlu suatu penegasan dalam instrument pokoknya? Khususnya, sebelum terbentuk PBB masalah personalitas hukum suatu organisasi internasional ini banyak menimbulkan pertentangan sendiri di kalangan para ahli hukum organisasi internasional.
Dalam hal organisasi seperti Liga Bangsa – Bangsa yang di dalam Convenant-nya
tidak secara khusus memuat masalah personalitas hukum, pada waktu itu pernah timbul masalah. Namun demikian masalah itu kemudian dapat diselesaikan oleh pemerintah Swiss dengan Liga Bangsa – Bangsa melalui modus vivendi 1921.
Sekretaris Jenderal PBB menyambut baik pernyataan pemerintah Swiss tersebut dan menganggap bahwa masalah personalitas hukum itu tidak perlu dirinci dan di atur secara tuntas hanya atas pernyataan semacam itu saja. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah Swiss kemudian menegaskan lagi sikapnya yang lebih jelas dalam modus vivendi 1926, yang didalam pasal I dinyatakan sebagai berikut :
The Swiss Federal Government recognizes that League of Nations, which possesses international personality and legal capacity, cannot in principle, according to the rules of international law, be sued before the Swiss Courts without its express conset .
Dengan demikian walaupun personalitas hukum bagi sesuatu organisasi internasional itu tidak tercantumkan dalam instrument pokoknya, sebagai subjek hukum internasional, Organisasi Internasional tersebut tidak perlu akan kehilangan personalitas hukum, karena Organisasi Internasional itu akan mempunyai kapasitas untuk melakukan prestasi hukum sesuai dengan aturan dan prinsip – prinsip hukum internasional.Dengan adanya personalitas hukum itu maka Organisasi Internasional akan dapat mengembang dan memperluas fungsinya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan utamanya.
Dalam hal pembentukan organisasi internasional seperti PBB pada waktu merumuskan Piagam dalam Komperensi Internasional mengenai Organisasi internasional di San Fransisco pada bulan April 1945, tidak secara khusus dicantumkan masalah personalitas hukum kecuali yang termuat dalam Pasal 104 Piagam, yaitu bahwa badan PBB jika perlu dapat memiliki kapasitas hukum di wilayah setiap negara anggotanya dalam rangka melaksanakan fungsi dan mencapai tujuan badan tersebut.
Kapasitas hukum yang diartikan dalam pasal 104 tersebut kemudian diberi batasan dalam kaitannya dengan Juridical Personality dalam General Convention on Privileges and Immunities of The United Nations sebagaimana tersebut dalam Pasal I ayat I :
The United Nations shall possess juridical personality. It shall have the capacity :
(a) to contract
(b) to acquire and dispose of immovable and moveable property
(c) to institute legal proceedings
Dari uraian tersebut maka personalitas hukum organisasi internasional dapat dibedakan dalam dua pengertian, yaitu personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum negara di mana negara itu menjadi tuan rumah atau markas besar organisasi internasional ( personalitas hukum dalam kaitannya dengan hubungan internasional ), dan personalitas hukum dalam kaitannya dengan negara – negara atau subjek hukum internasional lainnya ( personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum internasional )
Personalitas Hukum dalam Kaitannya dengan Hukum Nasional
Walaupun di dalam Convenant Liga Bangsa – Bangsa masalah personalitas hukum tidak secara khusus dimuat, namun masalah keistimewaan dan kekebalan badan tersebut, termasuk keistimewaan dan kekebalan bagi para pejabat sipil internasional serta para wakil negara – negara anggotanya secara jelas disebutkan :
Representative of the Members of the League and officials of the League when engaged on the business of the League shall enjoy diplomatic privileges and immunities. The buildings and other property occupied by the League or its officials or Representatives attending its meetings shall be inviolable.
Adapun Piagam PBB memuat baik personalitas hukum maupun keistimewaan dan kekebalan badan tersebut, termasuk wakil negara – negara anggotanya dan para pejabat sipil internasionalnya. Hal itu tercermin pada Pasal 104 dan 105 yang menyangkut aspek – aspek yang berkaitan dengan status hukum badan PBB yang berada di dalam lingkungan wilayah dari dan dalam hubungannya dengan negara –negara anggotanya. Dalam kaitannya dengan keistimewaan dan kekebalan tersebut Sekjen PBB telah menandatangani suatu perjanjian dengan Pemerintah Swiss mengenai peraturannya secara rinci.
Lebih dari itu Majelis Umum PBB telah diberi mandat untuk merinci keistimewaan dan kekebalan melalui suatu konvensi. Untuk itu Komisi Persiapan yang dibentuk telah merumuskannya dan dalam sidangnya yang pertama Majelis Umum PBB menyetujui Konvensi mengenai Keistimewaan dan Kekebalan dari PBB dan menyerahkan kepada semua negara anggotanya untuk aksesi.
Dalam kaitannya dengan Pasal 104 Piagam, Konvensi memberikan batasan mengenai kapasitas hukum sebagai termuat dalam Pasal I ayat 1, yaitu untuk membuat kontrak, untuk memperoleh dan menghapuskan milik bergerak dan tidak bergerak, serta untuk mengadukan ke pengadilan. Di samping itu Konvensi juga memuat ketentuan – ketentuan mengenai kekebalan milik dan aktiva lainnya terhadap proses hukum, tidak dapat di ganggu gugatnya gedung – gedung dan arsip – arsip, hak untuk menahan dana, membuka giro dan memindahkan dana secara bebas, pembebasan pajak langsung, bea cukai dan pembatasan impor serta ekspor barang – barang untuk keperluan dinas, pelayanan yang paling menguntungkan bagi komunikasi – komunikasi resmi, dan hak untuk menggunakan kode dan kurir.
Di samping itu terdapat juga beberapa Headquarters Agreement yang dibuat oleh PBB dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Negeri Belanda, Switzerland dan Austria dimana terdapat Markas – Markas besar PBB.
Headquarters Agreement, suatu persetujuan mengenai Markas Besar PBB di New York antara PBB dan pemerintah Amerika Serikat, ditandatangani oleh Sekjen PBB dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada tanggal 26 Juni 1947, yang kemudian disahkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 31Oktober 1947.
Persetujuan ini merupakan pelengkap pada General Convention karena kedua instrument tersebut dimaksudkan untuk memberikan rincian mengenai status PBB di Negara tempat Markas Besar itu berada.
Headquarters Agreement ini di dalam Pasal V merinci siapa saja yang dapat dikelompokkan sebagai Resident Representatives to the United Nations, seperti mereka yang berpangkat Duta Besar atau Menteri Berkuasa Penuh.
Namun demikian, persetujuan tersebut tidak secara khusus merinci keistimewaan dan kekebalan para wakil negara anggota, kecuali bagi mereka yang bertempat tinggal baik di dalam maupun di luar distrik tempat Markas Besar PBB dan dapat menikmati keistimewaan serta kekebalan di wilayah Amerika Serikat, dengan syarat – syarat atau kewajiban yang telah disetujui bagi wakil – wakil diplomatik yang diakreditasikan di negara itu.
Sedangkan bagi negara – negara yang tidak diakui oleh Amerika Serikat, keistimewaan dan kekebalan hanya diberikan dalam lingkungan distrik tempat Markas Besar PBB berada, rumah kediaman, kantor yang berada di luar distrik dan di dalam transit dari dan ke negara lain. Dalam Headquarters Agreement juga tidak memuat ketentuan – ketentuan yang merinci keistimewaan dan kekebalan bagi pejabat – pejabat sipil internasional.
Persetujuan antara Mahkamah Internasional sebagai salah satu badan utama PBB di den Haag dengan Pemerintah Belanda, secara khusus mengenai keistimewaan dan kekebalan serta kemudahan yang dinikmati oleh para hakim internasional dan orang – orang lainnya yang ada hubungannya dengan pekerjaan dan tugas – tugas Mahkamah.21 Demikian juga para panitera dan Wakil Panitera yang bertindak sebagai panitera akan menikmati keistimewaan dan kekebalan diplomatik.
Di samping itu persetujuan – persetujuan lainnya telah dibuat dalam rangka pelaksanaan ketentuan – ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 104 dan 105 Piagam, termasuk beberapa persetujuan mengenai pemberian keistimewaan dan kekebalan di negara – negara bukan anggota, antara lain Interim Arrangement yang disetujui oleh PBB dan Pemerintah Switzerland pada tanggal 1 juli 1946, bukan saja memuat ketentuan – ketentuan mengenai pengakuan secara eksplisit tentang personalitas hukum gedung PBB di Jenewa, termasuk keistimewaan dan kekebalan gedung tersebut, tetapi juga bagi wakil – wakil negara anggota dan para pejabat sipil internasional yang bekerja sama.
Persetujuan lain ialah antara PBB dan Republik Austria mengenai Markas Besar PBB UNIDO di Wina yang ditanda tangani di New York pada tanggal 13 April 1967. Dalam persetujuan ini Pemerintah Austria mengakui ekstra-teritorialitas bagi kedudukan Markas Besar UNIDO di Wina, termasuk hak badan UNIDO tersebut untuk membuat peraturan – peraturan dalam rangka melaksanakan fungsinya.
Kedudukan Markas Besar tersebut tidak dapat diganggu gugat, termasuk pengenaan proses hukum atau penyitaan milik UNIDO kecuali jika ada pernyataan izin dan di dalam kondisi – kondisi yang disetujui oleh Direktur Eksekutif UNIDO. Persetujuan ini juga memberikan keistimewaan dan kekebalan bagi para wakil negara – negara anggotanya, termasuk perwakilan tetap masing – masing.
Personalitas hukum organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum Nasional pada hakikatnya menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional itu sendiri yang berada di wilayah sesuatu nagara anggota, bagi wakil – wakil dari negara anggotanya dan bagi pejabat – pejabat sipil internasional yang bekarja pada organisasi internasional tersebut.
Hampir semua instrument pokok mencantumkan ketentuan bahwa organisasi internasional yang dibentuk itu mempunyai kapasitas hukum dalam rangka menjalankan fungsinya atau memiliki personalitas hukum. Ada kalanya ketentuan semacam itu dicantumkan dalam perjanjian secara terpisah bagi beberapa organisasi internasional.
Dalam konstitusi Internasional Atomic Energy Agency ( IAEA ) misalnya mencantumkan, sebagai tambahan, bahwa para anggotanya tidak akan dapat dikenakan dalam hal pinjaman yang diberikan oleh badan tersebut. Ketentuan ini menjelaskan bahwa personalitas badan tersebut benar – benar terpisah dari personalitas negara anggotanya.
Personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum nasional tersebut tidak perlu dikaitkan kepada kesatuan – kesatuan yang dimiliki personalitas internasional. Beberapa kasus di mana badan – badan itu termasuk dalam kesatuan internasional memerlukan personalitas terpisah dalam hukum nasional dari negara –negara yang bersangkutan.
Bank Investasi Eropa merupakan badan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Dalam hubungan internasional MEE bertindak atas namanya. Bank tersebut memiliki personalitas secara terpisah dalam hubungan nasional. Sama halnya dengan Supply Agency of Euratom. Lembaga – lembaga MEE seperti Dewan, Komisi, Parlemen Eropa dan pengadilan tidak mempunyai personalitas hukum secara terpisah.
Badan – badan subsider dari PBB seperti UNICEF dan UNRWA yang telah diberi mandat secara luas mengenai fungsinya secara langsung telah melaksanakan kontrak – kontrak secara teratur atas nama mereka sendiri. Ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam instrument pokok organisasi internasional yang memberi organisasi tersebut personalitas hukum dalam hukum nasional memungkinkan organisasi itu bertindak sebagai kesatuan dalam lingkungan hukum setiap negara anggotanya.
Dalam hubungan dengan keistimewaan dan kekebalan dari badan PBB, piagam dan Pasal 105 ( I ) menyatakan bahwa PBB memiliki personalitas secara terpisah. Keistimewaan dan kekebalan tersebut dinikmati karena benar – benar diperlukan dalam rangka melaksanakan tujuan – tujuan PBB. Demikian juga ketentuan khusus yang terdapat dalam General Convention yang menyangkut masalah – masalah yang tercantum masing – masing dalam Pasal II dan III.
Dalam Headquarters Agreement, PBB telah diberi keistimewaan dan kekebalan tambahan yang diperlukan karena lokasi dari kemudahan – kemudahan PBB beserta para stafnya yang berada dalam lingkungan wilayah sesuatu negara anggota.
Mengenai keistimewaan dan kekebalan bagi para wakil negara anggota PBB, Piagam dalam Pasal 105 ( 2 ) mencantumkan bahwa wakil – wakil negara anggota akan menikmati keistimewaan dan kekebalan semacam itu yang diperlukan guna melaksanakan fungsi mereka secara bebas dalam hubungannya dengan PBB. Meskipun Pasal IV General Convention memuat sifat keistimewaan dan kekebalan secara rinci, hanya semua negara baik anggota maupun bukan anggota dalam perjanjian mereka secara khusus dengan PBB telah memberikan keistimewaan dan kekebalan diplomatik sepenuhnya kepada wakil – wakil negara – negara anggotanya yang mengikuti pertemuan, badan – badan PBB di wilayah mereka. Didalam ayat ( 16 ) telah diberikan batasan tentang” wakil – wakil negara anggota PBB”, yang meliputi” semua delegasi, wakil delegasi, penasehat, ahli teknis, dan sekretaris delegasi”.
Mengenai keistimewaan dan kekebalan bagi para pejabat sipil internasional ( international civil sevants ) sesuai dengan ketentuan dalam General Convention ( Pasal V ayat 16 ), Sekjen PBB akan merinci pengelompokan pejabat – pejabat tersebut secara khusus sesuai dengan ketentuan dalam Pasal V dan Pasal VII, dan kemudian menyampaikannya kepada Majelis Umum. Sesudah itu pengelompokan tersebut diteruskan kepada semua negara anggotanya. Nama para pejabat dalam kelompok ini dari waktu ke waktu juga akan diberitahukan kepada semua negara anggotanya.
General Convention juga menetapkan untuk mengeluarkan United Nations laissez - passer kepada para pejabatnya, agar diterima oleh para penguasa di negara anggota sebagai dokumen yang sah. Pejabat – pejabat itu harus diberi kemudahan untuk mengadakan perjalanan secepat – cepatnya. Sekjen PBB, para Asisten Sekjen, dan para Direktur yang mengadakan perjalanan dengan menggunakan United Nations laissez-passer dalam tugas – tugas PBB berhak atas kemudahan yang dinikmati oleh para utusan diplomatik. Dalam statuta Mahkamah Internasional dan persetujuan antara Mahkamah dengan Negeri Belanda, maka para Hakim, Panitera, Wakil Panitera yang bertindak atas nama Panitera menikmati keistimewaan dan kekebalan diplomati.
Personalitas Hukum Dalam Kaitannya Dengan Hukum Internasional
Personalitas hukum dari sesuatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum internasional pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara – negara anggotanya, termasuk kesatuan ( entity ) lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam hukum internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional, tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya.
Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuan ( entity ) yang telah memiliki kedudukan personalitas tersebut, sudah tentu akan mempunyai wewenangnya sendiri untuk mengadakan tindakan – tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun keputusan organisasi internasional tersebut, yang telah disetujui oleh para anggotanya. Namun hal ini banyak menumbuhkan perselisihan karena secara eksplisit tidak disebutkan di dalam instrumen pokok.
Personalitas hukum di dalam kaitannya dengan hukum nasional lebih banyak menyangkut masalah keistimewaan dan kekebalan organisasi internasional, termasuk wakil – wakil negara anggotanya dan para pejabat sipil internasional yang bekerja pada organisasi internasional tersebut. Dalam rangka perkembangan personalitas hukum, khususnya dari organisasi internasional seperti PBB, telah terjadi suatu proses evolusi yang sangat penting, terutama sekali hal – hal yang tidak termuat secara eksplisit di dalam ketentuan – ketentuan Piagamnya.
Perkembangan tersebut menyangkut hak sesuatu organisasi internasional atau kesatuan lain mengenai kebebasan di dalam kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh pejabat – pejabatnya, termasuk kewajiban organisasi itu untuk melindungi mereka. Apakah dengan kata lain PBB mempunyai kapasitas hukum untuk mengajukan tuntutan internasional terhadap sesuatu negara atau bukan negara anggota PBB, jika terjadi suatu bencana yang menimpa pejabat – pejabat di dalam melakukan tugas PBB?
Dalam sejarah pertumbuhan organisasi internasional untuk pertama kalinya terjadi peristiwa pembunuhan Count Folke Bernadotte, seorang mediator PBB di Palestina dan ajudannya Kolonel Serot dalam perjalanan dinasnya ke Jerusalem dalam rangka tugas PBB pada tahun 1948. Peristiwa ini oleh Sekjen PBB Trygve Lie dianggap sebagai” suatu penghinaan yang sangat berat dan belum pernah terjadi terhadap wewenang dan martabat PBB”. Kejadian yang menyedihkan ini kemudian mengungkapkan seluruh persoalan yang menyangkut status internasional seluruh organisasi internasional yang ada.
Dalam mengambil langkah – langkah selanjutnya Sekjen PBB kemudian mempersiapkan suatu memorandum mengenai persoalan penggantian kerugian atas musibah yang terjadi dalam rangka tugas PBB dan disampaikan kepada Sidang Majelis Umum PBB yang ke-3 tahun 1948 dengan mengajukan tiga masalah pokok sebagai berikut : pertama, suatu pernyataan apakah sesuatu negara mempunyai tanggung jawab terhadap PBB atas musibah atau kematian dari salah seorang pejabatnya ; kedua, kebijaksanaan secara umum mengenai kerusakan dan usaha – usaha untuk mendapatkan ganti rugi; dan ketiga, cara – cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan penyelesaian mengenai tuntutan – tuntutan.
Sekjen PBB Trygve Lie kemudian juga mengemukakan pandangannya sendiri mengenai masalah tersebut kepada Majelis Umum PBB, bahwa secara analogis atas dasar hak negara untuk menuntut ganti rugi terhadap warga negaranya, maka musibah yang terjadi pada seorang Pejabat utusan PBB dalam menunaikan tugasnya, pada hakikatnya merupakan musibah atau kerugian pada PBB, sebagai kesatuan ( entity ) yang mempunyai hak untuk mengajukan kompensasi. Sekjen tidak sangsi lagi bahwa PBB memiliki kapasitas hukum untuk mengajukan tuntutan di bawah hukum internasional terhadap suatu negara baik sebagai anggota PBB maupu bukan. Sekjen juga menggariskan kebijaksanaan umum yang harus diikuti, dan dalam menjawab pertanyaannya yang ke-3 telah menyarankan bahwa dialah yang merupakan badan paling sesuai dan tepat untuk menyelesaikan tuntutan internasional.
Masalah tersebut kemudian dimasukkan sebagai mata acara dalam agenda Sidang Majelis Umum PBB yang ke-3 atas rekomendasi Sekjen, dan selanjutnya diputuskan oleh Majelis untuk dibahas dalam satu Komite Utamanya yang menangani masalah hukum ( Komite VI ). Pada waktu dibicarakan di Komite VI masalahnya telah berkisar apakah PBB memiliki personalitas hukum secara internasional ( international legal personality ), dan jika demikian halnya apakah PBB juga mempunyai kekuasaan untuk mengajukan tuntutan pada tingkat internasional. Dari pembicaraan di Komite VI dapat ditarik beberapa pandangan sebagai berikut :
Pertama, satu kelompok wakil negara tidak menyetujui satu pandangan yang telah dikemukakan Sekjen. Wakil Yunani, Spiroppulos, menyatakan “ hampir yakin bahwa PBB tidak mempunyai kapasitas de lege lata” dalam mengambil tindakan untuk mempertahankan pejabat utusannya. Juga wakil Syria, Tarazi, menanggapi bahwa PBB tidak menikmati hak semacam itu, “ karena tidak ada ketentuan dalam hukum yang memberikan untuk itu dan belum pernah juga terjadi sebelumnya” yang dapat dijadikan contoh. “ Yang ada hanya hukum yang mengakui personalitas internasional sesuatu negara tetapi bukan personalitas hukum secara internasional dari PBB itu sendiri.”
Kedua, menurut anggapan wakil Inggeris, Sir Gerald Fitzmaurice”, ada peluang untuk menyangsikan mengenai kedudukan yang tepat bagi PBB dan haknya untuk mengajukan suatu tuntutan dalam taraf internasional”. Ia juga menyatakan bahwa selama kapasitas di bawah hukum nasional telah diberikan kepada suatu kesatuan ( entity ) di bawah Piagam,“maka tidak diberikan lagi kapasitasnya di bawah hukum internasional”. Sedangkan wakil Belgia, Kaeckenbeeck, menyatakan bahwa di Konperensi San Fransisco negaranya telah mengusulkan bahwa Piagam memuat suatu Pasal terpisah mengenai personalitas hukum secara internasional ( international legal personality ). Ia juga mengakui dokumen tersebut sudah merupakan secara khusus bahwa PBB dapat mengajukan tuntutan dalam taraf internasional. Tetapi ia menyarankan bahwa kesimpulan yang dapat ditarik bahwa “ tidak ada ketentuan bagi PBB secara tersendiri, mengenai personalitas hukum secara internasional.” Karena itu ia menganggap bahwa hal itu “ tidak pasti bahwa para perancang Piagam telah menghilangkan ketentuan semacam itu tidak memasukkan personalitas yang dimaksudkan atau memang untuk menyebutnya”.
Ketiga, ada juga kelompok wakil negara – negara lainnya seperti Maktos dari Amerika Serikat yang tetap beranggapan bahwa PBB dapat mengajukan tuntutan internasional. Namun ia membatasi hak PBB pada kerugian – kerugian yang dideritanya akibat pelanggaran hukum internasional. Ia juga berpendapat, hak untuk memprakarsai suatu tuntutan atas nama korban merupakan hak negaranya, dan PBB tidak dapat “ mengambil alih kekuasaan dari suatu negara untuk mengajukan tuntutan atas nama warga negaranya.”
Keempat, kelompok negara – negara lainnya justru mempunyai doktrin yang paling maju, dan yakin bahwa PBB mempunyai kemampuan untuk mengajukan suatu tuntutan internasional untuk dua jenis kerugian. Seperti halnya Chaumont dan Abdoh, masing – masing wakil dari Perancis dan Iran, yang menyatakan bahwa yang penting ialah mengikuti semangat Piagam bukan secara harfiah, karena kesatuan mempunyai personalitas hukum dalam hukum internasional. Chaumont menegaskan bahwa personalitas internasional diatur dalam Pasal 104 Piagam dan diakui dalam Pasal 1 Convention on Privileges anf Immunities. Di samping itu ia berpendapat bahwa menurut Pasal 105, Majelis Umum PBB dapat menentukan status internasional para pejabatnya. Ia menunjukkan pada Pasal 100 Piagam yang menyebutkan kapasitas internasional suatu kesatuan untuk mempertahankan kepentingan – kepentingan dari wakil yang diakui secara implisit. Kemudian Raafat, wakil Mesir menambahkan bahwa personalitas hukum PBB secara internasional telah diberlakukan, dan selanjutnya menyarankan, “ hukum internasional telah berkembang secara berlahan – lahan ke arah pengakuan terhadap hak personalitas hukum secara internasional ( international legal capacity ) untuk mengajukan tuntutan secara bebas oleh negara – negara atas para korban yang merupakan warga negaranya.”
Kelima, wakil Uni Soviet, Morozov, menganggap bahwa setelah PBB memberikan konpensasi kepada wakilnya, maka Sekjen telah berkonsultasi dengan negara yang warga negaranya menjadi korban, haruslah mengajukan tuntutan kepada pengadilan dari negara bertanggung jawab untuk menutupi kerugian, atau dengan kata lain untuk mendapatkan “ pembayaran ganti rugi” Pandangan Morozov ini kemudian oleh wakil Mesir dianggap sebagai amandemen dari resolusi yang dimajukannya, yaitu mengenai kapasitas hukum yang dimiliki oleh PBB untuk mengajukan tuntutan internasional.
Rancangan resolusi Mesir – Uni Soviet tersebut setelah dilakukan pemungutan suara dalam komite VI, hanya memperoleh 9 suara saja sehingga Komite gagal mengambil keputusan.
Sehubungan dengan hal itu Wakil Sekjen PBB memberikan tanggapan penafsiran sebagai berikut : Pertama, hasil pembahasan dalam Komite VI tersebut tidak perlu berpengaruh terhadap wewenang untuk mengadakan cara kerja dalam pengadilan masing – masing negara. Kedua, penolakan resolusi dalam Komite VI juga tidak perlu diartikan sebagai keputusan yang negatif terhadap hak untuk memajukan tuntutan dalam taraf internasional.
Fungsi Pembuat Hukum dari Organisasi Internasional
Organisasi internasional yang dibentuk oleh negara – negara anggotanya melalui instrument pokok yang telah disetujui bersama pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme untuk mengadakan kerjasama dalam suatu kegiatan di berbagai sektor kehidupan internasional yang menjadi kepentingan bersama. Di dalam mencapai tujuan organisasi internasional tersebut dan untuk menghadapi berbagai tantangan akan adanya perkembangan dan kemajuan sektor – sektor dalam kehidupan internasional, kadang – kadang ketentuan – ketentuan yang tercermin dalam instrument pokok kurang atau bahkan tidak dapat menampungnya.
Untuk menjawab tantangan – tantangan semacam itu, organisasi internasional tersebut haruslah menciptakan aturan – aturan baru melalui suatu proses pembuatan hukum ( lawmaking process ), apakah berbentuk persetujuan, perjanjian, konvensi atau dalam bentuk instrument lainnya, deklarasi dan lain – lain. Dengan melihat sifat organisasi internasional yang dinamis, maka dalam proses pengembangannya akan melihat pada dua aspek, yaitu aspek keluar dan aspek kedalam. Keluar, dengan segala tantangan tersebut organisasi internasional harus dapat mengembangkan kegiatannya di berbagai bidang, sesuai dengan tujuan – tujuan yang dicapainya.
Kedalam, tantangan – tantangan yang dihadapi meliputi masalah – masalah yang bersifat konstitusional, termasuk struktur organisasi internasional itu sendiri. Untuk menjawab tantangan – tantangan baik keluar maupun kedalam haruslah dilakukan dalam kerangka hukum internasional yang disetujui bersama melalui apa yang disebut proses pembuatan hukum.
Dalam rangka berbagai proses pembuatan hukum oleh sesuai organisasi internasional, tidaklah terlepas dari klasifikasi secara umum sumber – sumber hukum internasional. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, sumber utama hukum internasional adalah perjanjian, kebiasaan dan prinsip – prinsip hukum secara umum, yang masing – masing mempunyai cara yang berbeda – beda dalam pembuatan hukum internasional. Di satu pihak perjanjian dibuat melalui persetujuan yang dinyatakan ( express conset ) oleh semua pihak, sedangkan aturan – aturan dalam hukum yang disepakati secara diam – diam oleh negara – negara. Di lain pihak, prinsip – prinsip hukum secara umum bukanlah merupakan suatu sumber hukum internasional yang dapat disepakati.
Mengenai fungsi pembuat hukum sesuatu organisasi internasional telah dimasukkan di dalam ketentuan – ketentuan instrument pokoknya. Di dalam organisasi internasional seperti PBB misalnya, dalam tujuan yang terkandung di dalam Pasal I (3) Piagam tercermin kemungkinannya mengadakan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah – masalah seperti ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, perikemanusiaan dan sebagainya. Lebih jelas lagi fungsi pembuat hukum badan PBB itu akan terlihat dalam Pasal 13 (1) (a) dan (b) Piagam.
Di bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan Internasional khususnya, Pasal 11 (1) dan Pasal 26 tersebut memberikan dasar bagi PBB untuk menetapkan lebih lanjut prinsip – prinsip yang mengatur perlucutan senjata serta pengaturan mengenai persenjataan bagi anggotanya.
Istilah fungsi pembuat hukum dapat ditafsirkan baik secara sempit maupun secara luas. Fungsi pembuatan hukum dapat mencakup semua bidang dalam organisasi internasional, termasuk masalah yang bersifat konstitusional maupun bersifat struktural. Klasifikasi fungsi pembuat hukum dalam lingkungan internasional haruslah mengikuti klasifikasi secara umum dari sumber Hukum Internasional, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Dalam setiap kasus maka cara pembuatan hukum internasional adalah berbeda – beda. Badan PBB sendiri melakukan pembuatan hukum melalui perjanjian dan kebiasaan.
KESIMPULAN
Setiap masyarakat, bagaimanapun kecilnya, memerlukan suatu organisasi di antara para anggota, agar kehidupan mereka berjalan dengan lancar dan tertib. Wujud dan luas - sempitnya organisasi itu tergantung dari sifat tata hidup dan jumlah kepentingan – kepentingan para anggota masyarakat.
Di dunia ada banyak kelompok masyarakat yang tergantung dalam suatu organisasi kemasyarakatan terbesar yang disebut negara, di mana masing – masing menjadi anggota dari apa yang dinamakan masyarakat internasional.
Organisasi hukum dari masyarakat internasional ini merupakan organisasi yang luas fungsinya mencakup kepentingan – kepentingan dari semua negara yang menjadi anggota masyarakat internasional.
Pembahasan Hukum Organisasi internasional tidak dapat terlepas dari aspek – aspek filosofis maupun administrative dari organisasi internasional itu sendiri, mengingat dua aspek tersebut merupakan faktor yang penting dalam pembentukan suatu organisasi internasional.
Sebelum memasuki aspek hukum dan organisasi internasional perlu dibahas kedua aspek tersebut yaitu aspek filosofis yang menyangkut nilai – nilai histories dan aspek administratif yang lebih banyak menentukan tingkat personalitas dan kapasitasnya.
Organisasi internasional adalah suatu proses organisasi internasional juga menyangkut aspek – aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional diperlukan dalam rangka kerjasama, menyesuaikan dan mencari kompromi untuk meningkatkan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama, serta mengurangi pertikaian yang timbul. Dari aspek hukumnya, organisasi internasional lebih menitik beratkan antara lain seperti wewenang dan pembatasan – pembatasan (restrictions) baik terhadap organisasi internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat di dalam ketentuan – ketentuan instrumen dasarnya termasuk di dalam perkembangan organisasi secara praktis.
Saran
1. Intervensi organisasi internasional jangan sampai menyalahi falsafah dan pandangan hidup dari negara – negara yang menjadi anggotanya.
2. Sebaiknya hukum dari organisasi internasional dapat mewakili seluruh aspirasi dari negara –negara yang menjadi anggota organisasi tersebut.
3. Sebaiknya organisasi internasional harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya
DAFTAR PUSTAKA
Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1997.
Batra, T. S., Institusi Internasional, Some Legal Essay, ( New Delhi : Bookhive, 1982 ).
Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Organisasi Internasional, UI PRESS, Jakarta, 1990.
Bowett, D. W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
Prodjodikoro Wirjono, S.H., Dr., Asas – Asas Hukum Publik Internasional, PEMMAS, Jakarta, 1967.
sumber : http://kampusbaca.blogspot.com/2011/01/tugas-makalah-hukum-hubungan.html