Materi Akhlak Berkeluarga dipresentasikan didepan kelas Agama Islam , oleh kelompok 7 , Cindy Kurnia , Sastri Ayuningtyas, Dwi Awwalul Sa'bani . Dengan dosen pengajar , bapak Djuanda , S.Ag. M.Ag. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta , 2010 .
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Birrul walidain adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua. Birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam. Demikianlah Allah dan Rasulnya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istemewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang mulia, dan sebaliknya durhaka pada keduanya juga menempati posisi yang sangat hina.
Cara anak untuk dapat mewujudkan birrul walidain dengan mengikuti keinginan dan saran dalam berbagai aspek kahidupan, menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang dan mendo’akan ibu bapak semoga diberi oleh Allah SWT keampunan dan rahmat.
Salah satu tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk mencari ketenteraman atau sakinah. Mencari dan memeilih pasangan hidup haruslah berhati-hati harus sewsuai dengan bimbingan yang diberikan oleh Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendurungan atau naluri setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan kemudian diakhiri dengan satu kreteria poikok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama. Dalam hubungan suami isteri disamping hak masing-masing ada juga bersama yaitu hak tamattu’ badani (hubungan sebadan dan segala kesenangan badani lainnya), hak saling mewarisi, hak nasab anak dan hak mu’asyarah bi al ma’ruf (saling menyenangkan dan membahagiakan).
Hak isteri atau suami adalah mahar, memberikan nafkah menggauli isteri dengan sebaiknya (ihsan al asyarah) dan membimbing juga membina keagamaan isteri. Hak suami atau kewajiban isteri kepada suami ialah patuh kepada suami dan bergaul dengan suami dengan sebaik-baiknya (ihsan al asyarah).
Anak adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan orang tua kepada Allah SWT. Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnya. Dan anak juga investasi masa depan untuk kepentingan orang tua diakhirat kelak. Oleh sebab itu orang tua harus memelihara, membesarkan, dipelihara, dirawat dan dididik dengan sebaik-baiknya. Anak menurut al qur’an mempunyai tipelogi yaitu anak sebagai perhiasan hidup dunia, anak sebagai ujian, anak sebagai musuh dan anak sebagai cahaya mata.
Silaturrahim merupakan menghubungkan tali kasih sayang kepada keluarga, karib kerabat dan masyarakat. Silaturrahim secara kongkrit dapat diujudkan dalam bentuk berbuat baik (ihsan) terutama dengan memberikan bantuan materiil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, membagi sebagian dari harta warisan kepada karib kerabat dan memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang semsama kerabat.
Disamping meningkatkan hubungan persaudaraan antara sesama karib kerabat, silaturrahim juga memberi manfaat yang besar baik didunia maupun diakhirat. Dengan mendapatkan rahmat, nikmat dan ihsan darin Allah SWT, masuk surga dan jauh dari neraka dan lapang rezeki dan panjang umur. Disamping mendorong untuk melakukan silaturrahim, islam juga mengingatkan sercarav tegas bahkan mengancam dengan dosa besar orang-orang yang memutuskan silaturrahim (qathi’ah ar-raim).
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 BIRRUL WALIDAIN
Istilah birrul walidain berasal langsung dari Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn Mas’ud-seorang sahabat Nabi yang terkenal-bertanya tentang amalan apa yang paling disukai oleh Allah SWT,beliau menyebutkan : pertama, shalat tepat pada waktunya; kedua,birrul walidain dan ketiga,jihad fi sabilillah. Yang terdapat dalam firman Allah :
“Diriwayatkan dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah ibn Mas’ud ra berkata, aku bertanya kepada Nabi saw : apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT? Beliau menjawab : “shalat tepat waktu pada waktunya”. Aku bertanya lagi : kemudian apa? Beliau menjawab : “Birrul walidain”. Kemudian aku bertanya lagi : seterusnya apa? Beliau menjawab : “jihad fi sabilillah”. (H.Muttafaqun ‘alaih)
Birrul walidain terdiri dari kata birrul atau al-birru artinya kebajikan (dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 177). Al-walidain artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi birrul walidain adalah kebajikan kepada kedua orang tua.
KEDUDUKAN BIRRUL WALIDAIN
Birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam. Ada beberapa alasan yang membuktikan hal tersebut,yaitu :
• Perintah ihsan kepada ibu bapak yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam alquran langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. (Firman Allah dalam surah albaqarah ayat 2 :83) yang artinya “Dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari Bani Israel yaitu : “janganlah kamu menyembah selain Allah,dan berbuat baiklah kepada ibu bapak…(QS. AL-Baqarah 2 :83)
• Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada ibu bapak. Firman : “ kami wasiatkan (wajibkan) kepada umat manusia supaya berbuat kebaikan kepada kedua orang tuanya….(QS. Al-Ankabut 29 :8)
• Allah SWT meletakkan perintah berterima kasih kepada ibu bapak langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman : “ dan kami perintahkan manusia (supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya) ibu yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan menyusukannya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu,hanya kepada-Kulah kembalimu (Qs.Luqman 31 : 14)
• Rasululah saw meletakkan birrul walidain sebagai amalan nomor dua terbaik sesudah shalad tepat pada waktunya.
Diriwayatkan dari Abu abirahman 'Abdullah ibn mas'ud RA, dia berkata : “aku bertanya kepada Nabi saw : apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT, Beliau menjawab “shalat tepat pada waktunya.(H. Muttafaqun 'alaih)
• Rasululah saw meletakkan 'uququl walidain (durhaka kepada kedua orang tua) sebagai dosa besar nomor dua sesudah syirik.
Diriwayatkan oleh Abu Bakrah Nufa'i ibn al-Harits ra, dia berkata : Rasululah saw bersabda, Tidakkah akan aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar? Beliau mengulangi pertanyaan tersebut tiga kali. Kemudian para sahabat mengiyakan. Lalu Rasulullah saw menyebutnya : “yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka terhadap kedua orang tuanya. Begitu juga perkataan dan sumpah palsu.
• Rasulllah saw mengaitkan keridhaan dan kemarahan Allah SWT dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua Beliau bersabda :
Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua,dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orang tua (HR Tirmidzi)
Demikianlah Allah dan Rasul_Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik kepada kedua orang tua menempati tempat yang sangat mulia. Sebaliknya bila durhaka, menempati posisi yang sangat hina.
Secara khusus Allah mengigatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung,menyusui,merawat dan mendidik ungkapan tersebut terdapat dalam surat Lugman ayat 14. kemudian bapak ikut berperan dalam mencari nafkah,membimbing,melindungi,membesarkan dan mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri,hingga sampai waktu tidak terbatas.
BENTUK-BENTUK BIRRUL WALIDAIN
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan,baik masalah pendidikan,pekerjaan,jodoh maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai ajaran islam.
Hal demikian sesuai dengan tuntunan Al-quran
“Dan jika keduanya memaksakanmu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu,maka janganlah kamu mengikutinya,dan bergaullah di dunia dengan baik. (QS.Luqman 31 : 15)
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan rasa sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan apapun. Allah berwasiat untk berterimakasih kepada ibu bapak sesudah bersyukur kepada_Nya.
“Dan kami wasiatkan (wajibkan) kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya,bersyukurlah kepada Ku dan kepada ibu bapakmu,hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS.Luqman 31 : 14)
3. Membantu ibu bapak secara fisik dan materil. Rasululah saw menjelaskan : bahwa betapapun banyaknya engkau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu,tak sebanding dengan jasanya kepadamu.
“Tidak ada seorang anak membalas budi kebaikan orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi hamba sahaya,kemudian ditembus dan dimerdekakannya”. (HR. Muslim)
4. Mendoakan ibu dan bapak semoga diberi oleh Allah SWT keampunan,rahmat dan lain sebagainya. Allah SWT dalam Al-quran, doa Nabi Nuh memerintahkan keampunan untuk orang tuanya dan perintah kepada setiap anak untuk memohon rahmat Allah bagi orang tuanya.
“ Ya...Tuhanku,ampunilah aku,ibu dan bapakku..”(QS.Nuh 71 :28)
5. Setelah orang tua meninggal dunia ,birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara :
• Menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya.
• Melunasi hutang-hutangnya
• Melaksanakan wasiatnya
• Meneruskan silaturahim yang dibinanya sewaktu hidup
• Memuliakan sahabat-sahabatnya
• Mendo'akannya
Demikianlah bentuk-bentuk birul walidain yang bisa dilakukan terhadap orang tua, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
UQUQUL-WALIDAIN
Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua, istilah ini berasal langsung dari Rasululah saw, sebagaimana dituliskan dalam hadist :
“Dosa-dosa besar adalah : mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua,membunuh orang dan sumpah palsu”. (HR.Bukhari)
Durhaka kepada orang tua adalah dosa yang sangat besar dan dibenci oleh Allah, sehingga azabnya disegerakan Allah di dunia. Dalam hadist lain Rasululah menjelaskan bahwa Allah SWT tidak akan meridhai seseorang sebelum dia mendapatkan ridhaan dari kedua orang tuanya.
Adapun bentuk kedurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhakai dari hati,mengomel,mengatakan ah,berkata kasar,menghardik,tidak menghiraukan panggilannya,tidak pamit,tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang menyakitkan hati dan mengecewakan orang tua.
Didalam surah Al-Isra' ayat 23 diungkapkan oleh Allah dua contoh pendurkaan kepada orang tua yaitu, mengucapkan ah (semacam keluhan dan ungkapan kekesalan yang tidak mengandung arti bahasa apapun) dan menghardik.
2.2 Kasih sayang dan tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak dan Sebaliknya
Anak adalah amanah dari ALLAH. Oleh karena itu orang tua harus menjaga dan merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang serta tanggung jawab. Orang tua juga harus mendidik anak-anaknya dengan baik dan disiplin agar nantinya mereka dapat menjadi khalifah-khalifah yang baik di bumi ini. Hubungan orang tua dengan anak dapat dilihat dari tiga segi :
1. Hubungan Tanggung Jawab
Seperti yang kita ketahui anak adalah titipan dari ALLAH.Oleh sebab itu orang tua wajib merawat dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya agar anak mereka dapat menjadi pemimpin atau khalifah di bumi ini.Seperti yang kita ketahui juga keislaman seorang anak juga dipertanggung jawabkan oleh orang tuanya.Oleh karena itu tanggung jawab orang tua itu sangat besar terhadap anak-anaknya.
2. Hubungan kasih sayang
Selain mendidik anak menjadi khalifah, orang tua juga perlu mencurahkan kaih sayang yang cukup terhadap anak-anaknya karena anak adalah amanah yang paling indah yang diberikan ALLAH. Oleh Karena itu kedudukan seorang anak sangat berharga. Seperti dinyatakan dalam surat Al-Kahfi ayat 46 : “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhnmu lebih baik untuk menjadi harapan. “ ( QS. Al-Kahfi 18 : 46).
3. Hubungan masa depan
Anak adalah investasi masa depan. Anak yang saleh akan selalu mengalirkan pahala yang kepada kedua orang tuanya, sebagaimana sabda Nabi Muhamad Saw :
“ Jika seseorang meninggal dunia putuslah (pahala) amalannya kecuali salah satu dari tiga hal : shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat yang dapat diambil manfaat darinya, dan anak saleh yang mendoakannya “ ( HR. Muslim ).
Beberapa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya :
1. Memilih istri/suami yang baik, minimalnya harus memenuhi 4 syarat, yaitu: rupawan, hartawan, bangsawan dan taat beragama. Dan yang disebutkan terakhir adalah yang lebih utama dari keempat syarat yang telah disebutkan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
2. Berlindung kepada Allah sebelum melangsungkan acara jimak, karena tanpa membaca : Bismillahi, Allahumma Jannibnasy syaithaana Wajannibisy syaithaana mimmaa razaqtanaa” setan akan akan ikut menjimaki sang istri. (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).
3. Mengazankan/mengiqamatkan pada telinga kanan/kiri bayi, langsung setelah lahir dan dimandikan (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Asmaa binti Abu Bakar).
4. Memberikan nama yang baik untuk anak, karena di hari akhirat seorang akan dipanggil sesuai dengan nama yang diberikan orang tuanya. (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dari Jabir).
5. Menyembelih ‘aqiqah, karena, karena Rasulullah SAW bersabda : Anak-anak yang baru lahir masih tersandra dengan ‘aqiqah. Sebaiknya ‘aqiqah disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran dan pada hari itu juga dicukur rambut serta diberi nama (cf. H.R. Bukhari dan Muslim dll dari Salmaan bin Aamir).
6. Melakukan penyunatan. Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan bagi anak perempuan (cf. H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin Aus).
7. Menyediakan pengasuh, pendidik dan/atau guru yang baik dan kuat beragama dan berakhlak mulia, kalau orang tuanya kurang mampu. Akan tetapi yang terafdhal bagi yang mampu adalah orang tuanya , disamping guru di sekolah dan Ustadz di pengajian. (cf. Alghazaaly, Ihyaau ‘Uluumiddin, Al-Halaby, Cairo, Jld 8, Hal 627).
8. Mengajarnya membaca dan memahami Al-Qur’an (cf. H.R. baihaqi dari Ibnu Umar).
9. Memberikan makanan yang “halalaalan thayyiban” untuk anaknya. Rasulullah SAW pernah mengajarkan sejumlah anak untuk berpesan pada orang tuanya dikala keluar mencari nafkah: ‘Selamat jalan ayah!
Bertaqwalah kepada Allah!. Jangan sekali-kali engkau membawa pulang kecuali yang halal dan thayyib saja!, Kami mampu bersabar dari kelaparan, tapi tidak mampu menahan azab Allah SWT (cf. H.R. Thabraani dalam Al-Ausaath).
10. Melatih mereka shalat selambat-lambatnya pada usia tujuh tahun dan sedikit lebih keras dikala sudah berusia sepuluh tahun. (cf. Ahmad dan Abu Daud dari ‘Amru bin Syu’ib).
Kasih sayang dan Tanggung jawab Anak terhadap Orang Tua
Tidak diragukan lagi bahwa akhlak yang paling tinggi dan paling mulia adalah berbakti pada kedua orang tua1. Karena kesalehan seorang anak dapat dilihat dari cara dia memperlakukan orang tuanya. Apabila dia berlaku sopan dan santun terhadap orang tuanya maka dia dapat dikatakan sebagai anak saleh ,tetapi bila dia memperlakukan orang tuanya dengan kasar maka dia bukanlah anak yang saleh.
Berbakti dan menghormati orang tua merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang anak dan janganlah kita sekali-kali durhaka terhadap orang tua kita karena anak yang durhaka terhadap orang tuanya akan mendapat azab Allah. Diriwayatkan dari Abdillah bin Amr bin Ash ra, ia berkata bahwasanya Rasulullah bersabda :
“ Keridhaan Allah ada di dalam keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah ada di dalam kemurkaan orang tua.”
Tanggung jawab seorang anak terhadap orang tuanya :
Sebagaimana kita ketahui ornag tua telah menjaga dan memelihara kita bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Mereka telah menghabiskan banyak uang ,tenaga dan pikiran hanya untuk mengurus kita bahkan tidak sedikit dari orang tua yang di usianya yang lanjut masih mengurusi cucu-cucunya.
Sungguh besar kasih sayang orang tua kita terhadap kita. Untuk itu sebagai anak yang tentulah kita perlu membalas semua kebaikan kedua orang tua kita, sebagai tanggung jawab terhadap orang tua.
Berikut adalah beberapa tanggung jawab seorang anak terhadap orang tuanya :
1. Menghayati Tugas Orang Tua
2. Hormat dalam Ucapan dan Perbuatan
3. Menundukkan diri di hadapan orang tua
4. Menjaga kehormatan orang tua
5. Mengutamakan kepentingan Orang Tua
6. Mengutamakan kepentingan Ibu daripada Ayah
7. Tidak mengeraskan suara didepan orang tua
8. Memohon ampunan atas dosa-dosa orang tua
9. Memenuhi kebutuhan orang tua pada usia lanjut
10. Menyambung ikatan silaturahmi dengan sahabat orang tua
2.3 Silaturahmi dengan Kerabat
Istilah silaturrahim (shillatu ar-rahimi) terdiri dari dua kata : shillah (hubungan, sambungan) dan rahim (peranakan). Istilah ini adalah sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim. Rahim yang dimaksud disini adalah qarabah atau nasab yang disatukan oleh rahim ibu.
Dalam bahasa indonesia juga dikenal dengan istilah silaturrahmi (shillatu ar-rahmi) dengan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara sesama karib kerabat, tetapi juga mencakup masyarakat yang lebih luas. Jadi silaturrahmi berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota masyarakat.
Keluarga dalam konsep islam bukanlah keluarga kecil seperti konsep barat (nuclear family) yang hanya terdiri dari bapak, ibu dan anak, tetapi keluarga besar; melebar keatas, kebawah dan kesamping. Yang lebih dekat hubungan dengan keluarga inti disebut keluarga dekat dan yang lebih jauh disebut keluarga jauh. Keluaraga besar itulah yang disebut oleh Al-Qur’an dengan dzawi al-qurba (QS. Al-Baqarah 2:83), ulu al-qurba (QS. An-Nisa 4:8) atau ulu al-arham (QS. Al-Anfal 8:75). Hubungan kasih sayang harus dijaga dan dibina sebaik-baiknya dengan seluruh anggota keluarga.
Bentuk-bentuk Silaturrahim
Silaturrahim secara kongkrit dapat diujudkan dalam bentuk antara lain :
1. Berbuat baik (ihsan) terutama dengan memberikan bantuan material untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT meletakkan ihsan kepada dzawi al-qurba nomor dua setelah ihsan kepada ibu bapak.
Dzawi al-qurba harus diprioritaskan untuk dibantu, dibanding dengan pihak-pihak lain (yatim,miskin,ibnu sabil dan lain-lain), lebih-lebih lagi bila karib kerabat itu juga miskin atau yatim. Jangan sampai terjadi, seseorang bersikap pemurah kepada orang lain tetapi kikir kepada karib kerabatnya sendiri. Padahal bersedekah kepada karib kerabat bermakna ganda; sedekah dan silaturrahim.
2. Membagi sebagian dari harta warisan kepada karib kerabat yang hadir waktu pembagian, tetapi tidak mendapat bagian karna terhalang oleh ahli waris yang lebih berhak (mahjub).
Misalnya, paman tidak mendapat warisan karena ada anak laki-laki. Kalau waktu pembagian warisan paman hadir, maka dianjurkan untuk memberikan sekedarnya dari harta warisan itu. Ini tentu dimaksudkan untuk menjaga atau mempererat hubungan persaudaraan antara sesama karib kerabat.
3. Memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang sesama kerabat dengan sikap saling kenal-mengenal, hormat-menghormati,bertukar salam, kunjung-mengunjungi, surat-menyurat, bertukar hadiah, jenguk-menjenguk, bantu-membantu, dan menyelenggarakan walimahan dan lain-lain yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan persaudaraan. Rasulullah SAW bahkan pernah memerintahkan kepada para sahabat untuk mengetahui sislsilah (garis keturunan) untuk silaturrahim.
Manfaat Silaturrahim
Disamping meningkatkan hubungan persaudaraan antara sesama karib kerabat, silaturrahim juga memberi manfaat lain yang besar baik didunia maupun akhirat.
1. Mendapat rahmat, nikmat dan ihsan Allah SWT
Dalam sebuah hadis riwayat Abu hurairah, Rasulullah SAW menggabarkan secara metaforis dialog Allah SAW dengan rahim.
2. Masuk surga dan jauh dari neraka
Secara khusus disebut oleh Rasulullah SAW bahwa sesudah beberapa amalan pokok, silaturrahim dapat mengntarkan seseorang ke surga dan menjauhkannya dari neraka.
3. Lapangan rezki dan panjang umur
Secara lebih kongkrit Rasulullah SAW menjanjikan rezki yang lapangan dan umur yang panjang bagi orang-orang yang melakukan silaturrahim.
Dilapangan rizki dapat dipahami secara obyektif, karena salah satu modal untuk mendapatkan rezki adalah hubungan baik dengan sesama manusia. Peluang-peluang bisnis misalnya akan terbuka dari banyaknya hubungan kita dengan masyarakat luas.
Bahkan dalam zaman sekarang kepercayaan rekanan bisnis lebih diutamakan dari modal besar sekalipun. Banyaknya berdagang tanpa modal kecuali kepercayaan. Logikanya, seorang yang tidak mampu membina hubungan baik dengan karib kerabatnya sendiri, bagaimana bisa dipercaya dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas.
Sedangkan panjang umur bisa dalam pengertian yang sebenarnya yaitu ditambah umurnya dari yang sudah ditentukan; atau dalam pengertian simbolis, menunjukkan umur yang mendapat taufik dari Allah SWT sehingga berkah dan bermanfaat bagi umat manusia sehingga namanya abadi, dikenang sampai waktu yang lama.
Apabila seseorang mempunyai hubungan yang baik dengan sanak saudaranya maka sekalipun dia sudah meninggal, namanya akan selalu dikenang. Apalagi kalau dia meninggalkan shadaqah jariah atau hasil karya yang tidak hanya bermanfaat bagi sanak familinya tetapi juga bagi umat manusia secara luas.
Imam Syafa’i misalnya sudah berapa ratus tahun yang lalu meninggal dunia, tetapi berkat jasa-jasanya, sampai hari ini namanya masih abadi dalam hati kaum muslimin diseluruh dunia. Begitulah juga imam-imam dan para ulama yang lainnya. Tetapi kalau seseorang tidak mempunyai hubungan yang baik semasa hidupnya dan tidak pula punya jasa yang patut dikenang, belim lama meninggal dunia dia sudah dilupakan. Bahkan ada yang dikira sudah meninggal padahal masih hidup.
Memutuskan Silaturrahim
Disamping mendorong untuk melakukan silaturrahim, islam juga mengingatkan secara tegas bahkan mengancam dengan dosa yang besar bagi orang-orang yang memutuskan silaturrahim (qathi’ah ar-rahim).
Diatas sudah dijelaskan bahwa silaturrahim dilaksanakan antara lain dengan berbuat ihsan, seperti membagi sebagian dari harta warisan kepada karib kerabat yang tidak mendapat bagian karena haknya terhalang, dan membina hubungan persaudaraan dan kasih sayang dengan saling kenal-mengenal, kunjung-mengunjungi, tolong-menolong, dan lain-lain sebagainya.
Maka orang-orang yang tidak melakukan hal-hal yang demikian bisa diartikan telah memutuskan hubungan kekeluargaan atau memutuskan silaturrahim. Tentu tingkatan pemutusan itu berbeda-beda, ada yang masih dalam tingkat yang ringan, ada yang sedang dan ada yang sudah sampai ketingkat yang lebih berat. Ringan beratnya tingkat pemutusan silaturrahim tergantung kepada tingkat ketidakpedulian seseorang dengan karib kerabatnya.
Yang parah lagi, kalau qathiah ar-rahim itu sampai ke tingkat tidak saling tegur sapa bahkan permusuhan. Kita kemukakan dua ilustrasi contoh qathiah ar-rahim; yang pertama disengaja dan yang kedua tidak sengaja (hanya karena niat baik semata). Pertama bila seseorang janda dendam dengan mantan suaminya dengan mantan suaminya yang menceraikannya dan meninggalkan anaknya dengan tidak bertanggung jawab sama sekali, maka setelah anak itu dibesarkan dan dididiknya sehingga menjadi orang yang sukses, dia melarang anaknya membantu bapaknya, bahkan melarangnya berhubungn sama sekali.
Si janda tadi telah melakukan tindakan yang fatal didorong oleh dendamnya. Dia harus menyadari antara suami istri boleh berpisah tapi antara anak dan orang tua tidak ada istilah pisah. Kedua, orang tua angkat merahasiakan siapa orang orang tua kandung anak angkatnya, tidak hanya pada waktu anak-anak saja, tetapi juga dirahasiakan sampai anak itu sudah dewasa. Tindakan seperti ini menghalangi anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Jangankan berbuat baik, tahupun tidak siapa orang tuanya. Tindakan yang kedua inipun tetap tercela walaupun dengan maksud baik, yaitu tidak ingin menjadikan anak kecewa setelah dia tahu siapa orang tua kandungnya yang sebenarnya.
Demikian bagaimana akhlak seorang muslim dengan karib kerabanya yang dapat kita simpulkan dalam satu kalimat yaitu silaturrahim.
Daftar Pustaka
LPPI UMY (1999). Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
2010 “ Kasih Sayang dan Tanggung Jawab Anak terhadap Orang Tua “ Terdapat di
http://assakinah-annaura.com. Diunduh pada 22 September 2010