Dipresentasikan oleh Miftahul Khair , Sahwal Abdul Haris , dan Mursinah pada tanggal 25 Agustus 2010 09.30 WIB dalam kelas Agama Islam I yang dibimbing oleh bapak Djuanda . Dalam materi Hubungan Aqidah dan Akhlak dalam Amal Perbuatan .
Aqidah dan Akhlak sebagai paradigma dalam beramal
Akhlak sebagai paradigma nilai dalam beramal
Secara sederhana, paradigma adalah cara memandang. Paradigma mirip jenis kaca mata yang kita gunakan. Paradigma adalah kaca mata batin kita , kacamata persepsi kita. Paradigma menentukan apa yang kita yakini dan pada akhirnya menentukan prilaku kita. Secara ilmiyah, paradigma adalah “a constellation of beliefs, values, and technicques shared by the members of a given scientific community”.
Menurut Thomas kuhn, paradigma tidak saja bersifat kognitif, tetapi juga normative. Sementara menurut Jalaluddin rahmat, paradigma diartikan sebagai kumpulan keyakinan, nilai, dan aturan perilaku yang dianut oleh kelompok tertentu dan untuk konteks Islam kelompok tertentu dalam Islam.
Siapakah penganut paradigma akhlak yang pertama? Rasulullah SAW. Boleh lah anda menganggap pendapat anda atau seseorang lebih kuat dari pada yang lain. Yakinilah itu dalam diri anda. Itulah pendapat yang lebih anda sukai. Tetapi ketika anda mengamalkanya, ikutilah yang lazim di tengah-tengah masyarakat. Belajarlah dari teladan para sahabat Nabi SAW yang mulia.
dalam sebuah riwayat, ada dua orang sahabat berjalan di padang pasir. Ketika masuk waktu zhuhur, air tidak ada. Mereka bertayamum dan melakukan shalat. Belum jauh berjalan, dan waktu zhuhur belum berganti, mereka menemukan air. Salah seorang di antara mereka berwudhu dan mengulang shalatnya.
Kawannya, karena merasa sudah melakukanya, bergeming. Ketika keduanya sampai kepada nabi saw, beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: ashabta as-sunnah! kamu sudah benar menjalankan sunnah. Cukuplah shalat yang sudah kamu lakukan. Kepada orang yang melakukan shalat sekali lagi, beliau bersabda: fa laka al-ajru maratain. Bagimu pahala dua kali. (nail Al-Authar, hadis 365, 1: 330).
Dalam peristiwa bani Quraizah, yang telah disebutkan oleh Muhammad Awwanah, rasulullah SAW membenarkan baik sahabat yang shalat sebelum sampai ke Bani Quraizah maupun sahabat yang shalat di perkampungan bani Quraizah. Ibn Qayyim setelah menyebutkan hadis-hadis di atas berkata,”para sahabat telah berijtihad pada zaman nabi Saw dalam banyak hukum, dan nabi SAW tidak pernah menegur mereka dengan keras.
Misalnya, ia memerintahkan mereka untuk jangan shalat sebelum sampai ke bani Quraizah. Sebagian berijtihad dan melakukan shalatnya di jalan dan berkata: nabi SAW tidak bermaksud menyuruh kita mengakhirkan shalat kita. Ia menghendaki kita mempercepat perjalanan kita. Kelompok ini pada makna implisit. Sahabat yang lain berijtihad dan mengakhirkan shalatnya malam hari. Mereka melihat pada lafaz. Mereka pendahulu dari kelompok ahli zhahir, dan yang lainya adalah pendahulu ahli makna dan qiyas’ (I’lam al-Muwaqqi’in 1: 244-245).
Ketika Utsman in Affan berada di Mina dalam rangkaian ibadah hajinya,ia shalat dhuhur dan ashar masing-masing empat rekaat. Abudurrahman bin Yazid mengabarkan bahwa ketika kejadian itu disampaiakan kepada Abdullah ibn Mas’ud, ia menerimanya dengan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Buat Ibn Mas’ud, peristiwa itu adalah sebuah musibah. Usman sudah meninggalkan sunnah rasulullah dan sunnah abu bakar dan umar. “Aku shalat bersama rasulullah di Mina dan beliau shalat dua rekaat. Aku shalat bersama Abu bakar di Mina, dan ia shalat dua rekaat. Aku shalat bersama Umar ibn al-Khatab di Mina juga dua rekaat” (al-Bukhari 2: 563: Muslim 1: 483).
Menurut al-A’masy, Abdullah ibn masud ternyata shalat di Mina empat rekaat juga. Orang bertanya kepada Ibn Masud,“Engkau pernah menyampaikan kepada kami hadis bahwa rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat di Mina dua rekaat”. Ibn Masud menjawab: “Memang benar. Aku sampaikan lagi kepada kalian hadis itu sekarang. Tetapi Usman sekarang ini menjadi imam. Aku tidak akan menentangnya. Wal khilafu syarr. Semua pertengkaran itu buruk” (Sunan Abi Dawud 2: 491, hadis nomor 1960; Sunan al-Baihaqi, 3: 143 –144).
Yang menarik untuk kita perhatikan adalah sikap Abdullah ibn masud. Ia menegaskan pendapatnya tentang qashar shalat di Mina; tetapi tidak mempraktekan fiqihnya itu karena menghormati usman sebagai imam dan karena ia ingin menghindari pertengkaran. Inilah contoh ketika sahabat yang mulia mendahulukan akhlak di atas fiqih. Secara sederahana, prinsip mendahulukan akhlak ini ditegaskan dengan kalimat perintah: tinggalkan fiqih, jika fiqih itu bertentangan dengan akhlak. Fiqih Ibn Mas’ud adalah menqasar shalat, tetapi akhlak mengharuskan menghormati Imam. Ibn mas’ud meninggalkan fiqh demi memelihara akhlak yang mulai. Fiqh ditinggalkan demi menghindari pertengkaran.
Wal hasil, boleh lah anda menganggap pendapat anda atau seseorang lebih kuat dari pada yang lain. Yakinilah itu dalam diri anda. Itulah pendapat yang lebih anda sukai. Tetapi ketika anda mengamalkanya, ikutilah yang lazim di tengah-tengah masyarakat. Belajarlah dari teladan para sahabat Nabi SAW yang mulia.
Kalau kita kaji secara mendalam keseluruhan ajaran agama baik yang bersifat kewajiban maupun larangan, semuanya bermuara pada satu tujuan yaitu melahirkan akhlak yang mulia pada diri para pelakunya. Nabi Saw. sendiri menyimpulkan keseluruhan risalah yang dibawanya dalam sebuah term: makârim al-akhlâq, akhlak yang mulia. “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Maka ukuran keberagamaan dan kesalehan seseorang sesungguhnya adalah akhlak. Kesalehan, dengan demikian, dinilai dengan sejauh mana keberagamaan seseorang melahirkan tindak, ucap, sikap serta perilaku mulia. Dalam al-Qur`an dan Sunnah akan ditemukan pernyataan bahwa keimanan ditunjukkan dengan akhlak yang baik. Di bagian awal surat al-Mu`minûn terlihat bahwa kekafiran ditandai dengan akhlak yang buruk. Kata kafir sering didampingakn dengan kata-kata sifat berikut: tidak setia (QS. Luqmân/31: 32), pengkhianat (QS. al-Hajj/22: 38), pendusta (QS. al-Zumar/39: 3), kepala batu (QS. Qâf/50: 24), dan bermaksiat (QS. Nûh/71: 27).
Dalam beberapa hadits Nabi Saw. menggunakan kata lâ yu`minu untuk menunjukkan kekafiran. Orang yang lâ yu`minu adalah orang yang berakhlak buruk: suka mengganggu tetangganya, tidur kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya, tidak memegang amanah dan sebagainya. Hadits-hadits yang menunjukkan keimanan selalu dengan ciri-ciri akhlak: Hendaknya memuliakan tamu, menghormati tetangganya, berbicara yang benar atau diam dan sebaginya.
Yang paling menarik adalah kenyataan bahwa ayat-ayat tentang fikih (ibadah ritual-formal) selalu dihubungkan dengan akhlak. Salat dalam definisi al-Qur`an adalah sesuatu yang dapat mencegah kekejian dan kemungkaran (QS. al-’Ankabût/29: 45). Puasa diwajibkan untuk melatih orang agar menjadi orang yang takwa (QS. al-Baqarah/2: 183), dan orang-orang yang takwa adalah: orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang (QS. Âli ‘Imrân/3: 134).
Haji harus dilakukan dengan memelihara akhlak: Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji (QS. al-Baqarah/2: 197).
Zakat menjadi sia-sia apabila diikuti dengan kecaman dan kata-kata yang melukai hati: Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian (QS. al-Baqarah/2: 264).
Disampaikan kepada Rasulullah Saw. bahwa seorang perempuan berpuasa pada siang hari dan salat malam di malam hari tetapi ia berakhlak buruk. Ia menyakiti tetangganya dengan lidahnya. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada kebaikan padanya. Ia termasuk penghuni neraka.” Dalam pandangan Rasulullah Saw. orang yang kurang beribadat tetapi berakhlak baik adalah lebih baik daripada orang yang taat beribadat tetapi berakhlak buruk.
Jadi, membekali diri dengan amal-ibadah selama di dunia untuk meraih kebahagiaan di akhirat sesungguhnya adalah menghiasi diri dengan akhlak mulia. Kita memang dituntut untuk membekali diri dengan amal-ibadah sebanyak-banyaknya. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana amal-ibadah itu melahirkan kesalehan-kesalehan sosial serta kemuliaan-kemuliaan laku, ucap dan sikap kita.
Agaknya kutipan hadits berikut relevan untuk menutup pembahasan pada sub ini. Rasulullah Saw. bersabda: “Tahukah kalian siapa yang muflis (bangkrut)?” Mereka (para sahabat) berkata: “Yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki Dirham (uang) dan barang (harta).” Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat.
Tapi ia (sewaktu di dunia) memaki si A, memakan harta si B, menumpahkan darah si C, dan memukul si D. Maka kebaikan orang itu diberikan kepada si A, si B dan seterusnya. Sehingga ketika semua kebaikannya habis sebelum ia memenuhi semua yang menjadi tanggungannya, maka kesalahan mereka (orang-orang yang pernah dizaliminya) ditimpakannya kepadanya lalu ia dilemparkan ke neraka.
2. Aqidah Sebagai Paradigma Nilai Dalam Beramal
Aqidah Islam harus dijadikan pandangan nilai dalam beramal. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dala segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam hidup seseorang, tidak disertai dengan amal perbuatan. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis dalam menjalankan hidup di dunia.
IMPLIKASI AQIDAH DAN AKHLAK DALAM BERBAGAI DIMENSI KEHIDUPAN
Beberapa kaidah aqidah
1. Apa yang saya dapat dengan indra saya, saya yakini adanya, kecuali bila akal saya mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
Misalnya, bila saya pertama kali melihat sepotong kayu didalam gelas berisi air putih kelihatan bengkok, atau melihat tiang-tiang bergerak dilihat dari jendela kereta api yang sejang berjalan, atau melihat satamorgana, tentu saya akan membenarkannya. Tapi bila terbukti kemudian hasil penglihatan indra saya salah, maka untuk kedua kalinya bila saya melihat hal yang sama , akal saya langsung mengatakan tidak demikian hal yang sebenarnya.
2. Keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung,juga bisa melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
Bnayak hal yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita meyakini adanya. Misalnya anda belum pernah ke india,brazil,atau kemesir tapi anda meyakini negeri-negeri tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah,tentang daulah abbasiyah, umaiyah, tentang kerajaan majapahit, tentang iskandar zulkarnain dll. Anda meyakini kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang anda terima dari sumber yang dipercaya. Bahkan kalau seseorang memperhatikan apa-apa yan diyakini adanya, ternyata yang belum disaksikanya lebih banyakk dari yang sudah disangsikannya.
3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa menjangkaunya dengan indra mata.
Kemampuan alat indera memang sangat terbatas. Telinga tidak bisa mendengar suara semut dari jarak dekat sekalipun, mata tidak bisa menyaksikan semut dari jarak jauh. Disebuah ruangan yang sepi dan sunyi anda tidak bisa mendengar apa-apa, padahal di udara dalam ruangan itu ada bermacam-macam suara dari bermacam-macam pemancar radio. Oleh sebab itu, seseorang tidak bisa memungkiri wujudnya sesuatu hanya karena inderanya tidak bisa menyaksikanya.
4. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh inderanya.
Khayal mannusia pun terbatas. Anda tidak bisa mengkhyalkan sesuatu yang baaru sama sekali. Waktu anda mengkhayalkan kecantikan seseorang secara fiktif, anda akan menggabung-gabungkan unsure-unsur kecantikan dari banyak orang ang sudah pernah anda saksikan. Begitu juga seorang arsitek, tatkala merancang sebuah gedung yang paling indah , hanya menggabung-gabungkan unsur keindahan yang pernah lihat dari beberapa gedung lainnya. Khayal memang sangat terbatas. Terikat dengan hokum-hukum tertentu. Anda tidak bisa mengkhayalkan suara yang nadanya harum, atau parfum yang baunya merangsang , karena suara , baud an warna terikat dengan hukum masing-masing.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu.
Tatkala mata mengatakan bahwa tiang-tiang listrik berjalan waktu kita menyaksikannya lewat jendela kereta api akal denga cepta mengoreksinya. Tapi apakah akal bisa memahami dan menjangkau segala sesuatu? Tidak. Karena kemampuan akal pun terbatas. Akal tidak bisa menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Bisakah anda menunjukkan tempat sebuah negeri kalau negeri yan itu tidak ada didaratan, dilautan, diudara, dan tidak ada dimana-mana. Bisakah akal kita menjelaskan kapan terjadi sesuatu peristiwa, kalau peristiwa itu tidak terjadi dulu, sekarang dan tidak juga pada masa yang akan dating?
6. Iman adalah fithrah setiap manusia
Setiap manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan. Pada saat seseorang termasuk yang mengaku tidak berTuhan kehilangan harapan ingim hidup, fithrahnya akan menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan. Bila anda masuk hutan dan terperosok kedalam lubang, pada saat anda kehilangan harapan untuk bisa keluar dari lubang itu , anda akan berbisik ; Oh Tuhan! Sekalipun sebelumnya anda tidak pernah menyebut nama Tuhan. Tapi fithrah itu hanya potensi dasar , yang perlu dikembangkan dan dipelihara, karena fithrah bisa tertutup oleh bermacam-macam hal.
7. Kepuasan material di dunia sangat terbatas
Manusia tidak akan puas dengan materil. Seorang yang belum punya sepeda ingin punya sepeda. Setelah punya sepeda, ingi punya motor dan seterusnya sampai mobil, pesawat dan lain-lain. Bila keinginannya tercapai dan berubah menjadi sesuatu yang “biasa” , maka dia tidak lagi merasakan kepuasan. Dia akan selalu ingin lebih dari apa yang didapatnya secara materil. Oleh sebab itu , manusia memerlukan alam lain sesudah dunia ini untuk mendapatkan kepuasan yang hakiki.
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah knsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya Allah.
Jika anda beriman dengan Allah , tentu anda beriman dengan sifat-sifat Allah, termasuk sifat “adil”. Kalau tidak kehidupn lain diakhirat, bisakah keadiln Allah itu terlaksana ? bukankah tidak semua orang yang berbuat baik merasakn hasil kebaikannya itu? Bila anda menonton film , bila ceritanya belum selesai sudah dituliskan layar “tamat”, bagaimana komentar anda ? oleh sebab itu , iman anda dengan Allah menyebabkan anda beriman dengan adanya alam lain sesudah alam dunia ini yaitu Hari akhir.
Fungsi akidah
Akidah adalah dasar , fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan , harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan itu kan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi .
Kalau ajaran islam kita bagi dalam sistematika akidah , ibadah, ahklak, dan mu’amalat, atau akidah ,syari’ah, dan ahklak atau iman , islam, dan ihsan, maka ketiga spek atau keempat aspek diatas tidak dapat dipisahkan sama sekali. Satu sama lain saling terikat.
Seseorang yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib , memiliki ahklak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT kalau tidak dilandasi dengan akidah. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila tidak memiliki akidah yang benar. Begotu seterusnya bolak balik dan bersilang.
Seseorang bisa saja merekayasa untk terhindar dari kewajiban formal, misalnya zakat, tapi dia todak akan bisa menghindar dari akidah. Atau seseorang bisa saja pura-pura melaksanakan ajaran islam formal , tapi Allah tidak akan member nilai kalau tidak dilandasi dengan akidah yang benar (iman).
Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode mekah memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bangunan islam dengan mudah bisa berdiri di periode madinah dan bangunan itu akan bertahan terus sampai akhir kiamat.
AKIDAH DAN AKHLAK SEBAGAI SUMBER MOTIVASI,DALAM BERAMAL SALEH
Akidah dan ahklak merupakan hal yang sangat esensi sekali yang harus dimiliki oleh seorang muslim,karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa amal perbuatan seseorang muslim yang tak berarti apa-apa dimata allah swt.akidah merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati ,yaitu berarti kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Dalam hal ini Syari’at di bagi menjadi dua macam:
1. Seperti contohnya,i’tiqodiyah(kepercayaan) terhadap rububiyah allah dan kewajiban beribadah kepadanya. Juga beri’tikad terhadap rukun-rukun iman yang lain.hal ini di sebut ashliyah(pokok agama).
2. syariat amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal .seperti shalat di bangun diatas i’tiqodiyah . benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i’tiqodiyah. Maka akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama dan merupakan syarat sahnya suatu amal perbuatan seseorang muslim. ,zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah.
Bagian ini disebut far’iyah (cabang agama), karena ia Akidah dalam kehidupan masyarakat islam merupakan hal yang pertama dibina oleh rasululah saw dan di warisi oleh para sahabat dan tabi’in adalah merupakan motivasi ,pengarah dan menjadi hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka , dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu umat.
Akidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Akidah juga merupakan asas keterikatan dan pemersatu ,asas hukum dan syari’at ,sebagai motor penggerak dalam beramal soleh maupun berharakah ,ia juga merupakan sumber keutamaan dan ahlak . akaidah itulah yang sebenarnya mencetak para pahlawan (atau pejuang) di medan jihad yang telah merelakan jiwanya hilang atau mati dan mereka semata-mata melakukan hal yng demikian sebagai impikasi dari kekuatan akidah yang dimiliki dan karena telah mencontohi sifat rasul saw yang merelakan jiwa dan raganya untuk berorban demi berbuta amal ibadah terhadap Allah SWT.
Sedang ahklak merupakan juga hal yang demikian yang harus dimiliki oleh pda diri seorang muslim yang mempunyai akidah yang telah benar.ahklak sebagaimana yang telah di definisikan oleh imam al-gozali merupakan suatu sifat yang tertanam pada jiwa seseorang yang denganya di akibat melakukan suatu tindakan yang dengan ringan dan mudah tanpa berpikir terlalu lama. Dengan demikian apabila seoranga muslim telah memiliki akidah yang benar dan ahklak yang mulia ,maka hal tersebut dapat selalu memompa seseorang tersebut untuk melakukan perbuatan amal soleh.
PENUTUP
KESIMPULAN
Akhirnya setelah kita memahami arti penting aqidah dan akhlak dalam beramal. Kita diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam hidup kita dan dapat menjadi manusia yang lebih baik untuk kedepanya.
DAFTAR PUSTAKA
Yussuf Qardawi, Muhammad, DR. Sistem Masyarakat Islam dalam Alquran dan Sunnah
Ilyas, Yunahar, Drs,Lc. 1998. Kuliah Aqidah Islam . Yogyakarta:LPPI UMY.
I:\agama islam\Manusia PRODUKTIF.html
I:\agama islam\aqidah-akhlak.html
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !