oleh Dirgantara Wicaksono (Bom Bom)
Program Studi Manajemen Pendidikan UNJ
Sigmund Freud (1856-1939) adalah seorang dokter berkebangsaan Vienna yang mengkhususkan diri untuk mempelajari gangguan kejiwaan, terutama gangguan jiwa neurotik, yaitu gangguan kejiwaan dimana penderita akan memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, mudah lelah, insomnia, depresi, kelumpuhan, dan gejala-gejala lainnya yang berhubungan dengan adanya konflik dan tekanan jiwa.
Teori Freud ini dikenal dengan teori Psikoanalisis, yaitu teori pemikiran Freud mengenai kepribadian, abnormalitas, dan perawatan penderita. Aliran psikoanalisa disini tidak menampakkan adanya kemiripan dengan teori yang sudah dibicarakan sebelumnya, karena pada dasarnya Freud sendiri tidak pernah bertujuan mempengaruhi psikologi untuk keperluan akademis.
Sejak semula Freud hanya bertujuan meringankan penderitaan pasien-pasiennya, tetapi karena pengaruh dari teori psikoanalisis ini nyatanya telah menembus psikologi sebagai ilmu, maka kita akan melihat teori ini sebagai salah satu teori di dalam psikologi.
Beberapa pandangan yang diyakini oleh pengikut Freud adalah sebagai berikut :
Psikolog sebaiknya mempelajari dengan tekun mengenai hukum dan faktor-faktor penentu di dalam kepribadian (baik yang normal ataupun yang tidak normal), dan menentukan metode penyembuhan bagi gangguan kepribadian.
Motivasi yang tidak disadari, ingatan-ingatan, ketakutan-ketakutan, pertentangan-pertentangan batin, serta kekecewaan adalah aspek-aspek yang sangat penting di dalam kepribadian. Dengan membawa gejala-gejala tersebut ke alam sadarnya sudah merupakan satu bentuk terapi bagi penderita kelainan/gangguan kepribadian.
Kepribadian seseorang terbentuk selama masa kanak-kanak dini. Dengan meneliti ingatan-ingatan yang dimiliki seseorang ketika ia berusia 5 tahun, akan sangat besar perannya bagi penyembuhan.
Kepribadian akan lebih tepat bila dipelajari di dalam konteks hubungan pribadi yang sudah berlangsung lama antara terapis dan pasien. Selama terjadinya hubungan yang seperti itu, maka pasien dapat menceritakan segala pikiran, perasaan, harapan, khayalan, ketakutan, kecemasa, mimpi kepada terapis (introspeksi informal), dan tugas terapis ialah mengobservasi serta menginterpretasikan perilaku pasien (Davidoff, 1988:19-21).
Landasan Filosofik (Filsafat Ilmu)
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positivisme ilmu pengetahuan abad XIX. Analisa terhadap pandangan psikoanalisis tersebut, terutama yang berkaitan dengan tugas terapis yaitu observasi dan interpretasi perilaku, sejalan dengan metodologi psitivisme Auguste Comte.
Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi. Kita mengobservasi fakta; dan kalimat yang penuh tautology hanyalah pekerjaan sia-sia. Tindak mengamati sekaligus menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipotetik, diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi dengan hukum, dan merupakan lingkaran tak berujung (Muhadjir, 1998:62-63).
Selain itu, pandangan-pandangan psikoanalisis tentang aspek-aspek penting kepribadian juga sejalan dengan epistemology positivisme kritis dari Mach dan Avenarius, yang lebih dikenal dengan empiriocritisisme. Menurutnya, fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas. Realitas bagi keduanya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal indrawi yang relatif stabil. Unsur hal yang indrawi itu dapat fisik, dapat pula psikis (Muhadjir, 1998:64-65).
Menurut Popper, filsafat deterministic mencermati keteraturan biologik. Pooper dipengaruhi oleh Kant, dimana ia menampilkan hipotesa besar imajinatifnya berupa teori keteraturan deterministic. Alam semesta ini teratur. Ilmuwan berupaya membaca keteraturan tersebut.
Dalam hal ini, uji falsifikasi diharapkan diketemukan kawasan benar dan kawasan salah dari teori itu. Popper menguji teorinya secara deduktif dengan uji falsifikasi, dan kesimpulan yang hendak dicapai adalah kebenaran probabilistic. Teori relatifitas Einstein merupakan salah satu teori yang tepat diuji validitasnya dengan uji falsifikasi Popper (Muhadjir, 1998:99).
Sejalan dengan filsafat determinisme dari Popper tersebut, Freud menganggap organisme manusia sebagai suatu energi kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya dan menggunakannya untuk bermacammacam hal, seperti sirkulasi, pernapasan, gerakan otot, mengamati, berpikir, dan mengingat. Freud tidak melihat alas an untuk menganggap bahwa energi yang dikeluarkan untuk bernapas atau pencernaan adalah berbeda dari energi yang dikeluarkan untuk berpikir dan mengingat, kecuali dalam hal bentuknya.
Sebagaimana sangat didengungkan oleh ahli-ahli ilmu alam abad XIX, energi harus didefinisikan berdasarkan sejenis pekerjaan yang dilakukannya. Apabila pekerjaannya merupakan kegiatan psikologis, seperti berpikir, maka Freud yakin bahwa adalah sangat sah menyebut bentuk energi ini energi psikis. Menurut doktrin penyimpanan energi, energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat hilang dari seluruh system kosmis; berdasarkan pemikiran ini maka energi psikis dapat diubah menjadi energi fisiologis dan demikian sebaliknya. Titik hubunghan atau jembatan antara energi tubuh dan energi kepribadian adalah id beserta insting-instingnya (Hall, 1993:68-69).
Telaah aksiologi terhadap aliran psikoanalisa ini akan tepat jika didekati dengan teori moral tentang keutamaan dan jalan tengah yang baik dari Aristoteles. Aristoteles mengetengahkan tendensi memilih jalan tengah yang baik antara terlalu banyak (ekses) dengan terlalu sedikit (defisiensi). Keberanian merupakan jalan tengah antara kenekatan dengan kepengecutan.
Kejujuran merupakan jalan tengah antara membukakan segala yang menghancurkan dengan menyembunyikan segala sesuatu. Pada dataran rasional, Aristoteles juga mengetengahkan teori keutamaan intelektual, dalam tampilan seperti : efisiensi dan kreatif. Teori moral ini sangat realistic, dimana daam mengatasi konflik dilakukan dengan mencari jalan tengah yang terbaik (Muhadjir, 1998:156)
Ketika aliran-aliran penting dalam psikologi sedang berkembangdengan pesatnya mengadakan penelitian-penelitian psikologis secara eksperimental, disaat itu pula muncul pandangan psikologiyang dikembangkan melalui dasar-dasar tinjauan klinis-psikiatris oleh aliran psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Frued, seorang yang berkebangsaan Jerman keturunan Yahudi yang dilahirkan pada tanggal 6 Mai 1856 di Freiberg dan meninggal pada 2 september 1939 di London.
Dasar pendapat dan pandangan Frued berangkat dari keyakinan bahwa pengalaman mental manusia tidak ubahnya seperti gunung es yang terapung di samudra yang hanya sebagian terkecil yang tampak, sedankan sembilan persepuluhnya dari padanya yang tidak tampak, itulah yang merupakan bagian /lapangan ketidak sadaran mental manusia berupa pikiran kompleks,perasan dan keinginan-keinginan bawah sadar yang tidak dialami secara langsung tetapi ia terus mempengarui tingkah laku manusia.
Bagi Frued segala bentuk tingkah laku manusia bersumber dari dorongan-dorongan alam bawah sadar. Dialektika antara kesadaran dan ketidaksadaran ini dijelaskan Frued dalm tiga system kejiwaan, dintaranya adalah:
Aliran psikoanalitik mempelajari perkembangan kepribadian dan perilaku abnormal daripada aliran psikologi. Aliran ini di kembangkan oleh Dr. Sigmund Freud sehingga lebih dikenal dengan nama Aliran Freud. Proses pengobatan gejala-gejala hysteria mulai dari pembiusan kemudian beralih ke hipnotis dan terapi bicara atau psikoanalisa yang mengutamakan pentingnya proses ketaksadaran.
Aliran Psikoanalitik terdiri dari dua variasi yakni personal dan interpesoanal, bagaimana kepribadian mempengaruhi belajar dan perilaku. Aliran personal dari teori psikoanalitik adalah tradisi Sigmund Freud yang berpendapat bahwa orang bertindak atas dasar motif yang tak disadarinya maupun atas dasar pikiran, perasaan dan kecenderungan yang disadari dan sebagaian disadari.
Persepsi tentang sifat manusia
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual pada masa enam tahun pertama dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik.
Namun menurut Gerald Corey mengutip perkataan Kovel, dengan tertumpu pada dialektika antara sadar dan tidak sadar, determinisme yang telah dinyatakan pada aliran Freud luluh. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.
Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu dimana rasa resah dan cemas seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.
Super Ego, Ego dan Id
Freud membentuk suatu model deskriptif dari tiga bagian untuk menerangkan teorinya yakni; Pertama Super Ego, sebagai hati nurani anda, perangkat system nilai (dipengaruhi pengalaman) ,yang menunjukan kepada kebenaran dan kesalahan. Tidaklah bawaan sejak lahir tapi dipelajari dank arena itu berhubungan dan terikat kepada kebudayaan.
Super ego merupakan sumber motivasi utama dan juga sebagai suatu penyumbang yang besar terhadap timbulnya pertentangan-pertentangan di dalam diri. superego (das-ueber ich) merupakan kebalikan atau lawan dari Id (das-es). Superego sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan atau hasil pembelajaran dan dipengaruhi oleh pengalaman.
Segala norma-norma yang diperoleh melalui pendidikan menjadi pengisi dalam sistem superego, sehingga superegopenuh dengan dorongan-dorongan untuk melakukan kebaikan, mengikuti norma-norma masyarakat Kedua Id, Id (das-es), terletak dalam alam bawah sadar dan merupakan dorongan-dorongan primitive,yakni dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan atau dorongan bawaan sejak lahir, seperti dorongan mempertahankan kehidupan (life instinct) dan dorongan untuk mati (death instinct).
Bentuk dorongan hidup adalah dorongan agresi seperti keinginan menyerang , berkelahi, danmerupakan bawaan lahir yang beberapa proses terjadi pada suatu tingkat kesadaran, sedangkan yang lainnya terjadi pada tingkat yang tidak disadari. Id tidak membedakan antara pikiran dan perbuatan, antara yang nyata dan hanya dalam hayalan saja.
Proses id mencari kesenangan dan perasaan benar atau salah, direfleksiakn didalam superego, sering berselisih. Ego menyeleseikan konflik ini melalui berbagai mekanisme pertahanan.
Mekanisme ini mencakup:
- Represi (memaksakan kepercayaan nilai, dan pengharapan yang mengancam keluar dari kesadaran)
- Pengalihan (mengalihkan reaksi emosional dari satu objek ke objek yang lain)
- Sublimasi (mencari cara yang dapat diterima untuk mengungkapkan dorongan yang dengan cara lain tidak diterima)
- Rasionalsasi ( memberikan alasan yang meragukan untuk membenarkan perilaku atau utnuk menghilangkan kekecewaan)
- Regresi (kembali kepada perilaku yang tidak dewasa, pembentukan reaksi (beralih dari satu ekstrem kepada ekstrem yang berlawanan)
- Introjeksi (memungut pendirian orang lain sebagai pendirian sendiri)
- Identifikasi ( meningkatkan rasa kuat, aman dan atau terjamin dengan mengambil sifat orang lain)
Ketiga Ego, sebagai suatu mediator atau pendamai dari super ego dan Id Ego (das-ich), bisa dikatakan sebagai sintesis dari peperangan antara Id dan Superego. Ego berfungsi sebagai penjaga, mediator atau bahkan pendamai dari dua kekuatan yang berlawanan ini.
Ego hanya menjalankan prinsip hidup secara realistis, yakni kemampuan untuk menyesuaikan dorongan-dorongan Id dan Superego dengan kenyataan di dunia luar.Jika Ego terlaludikuasai oleh Id maka orang itu mengidap “Psikoneurosis”(tidak dapat mengeluarkan dorongan primitifnya).
Untuk itu pada satu sisi Ego dapat berfungsi sebagai motifasi diri, namun pada sisi lain karena tekanan superego bisa saja menjadi penyebab terbesar dalam pertentangan dan aliensi diri.
Varian intrepersonal dari teori psikoanalitik sebagian besar berasal dari karya Harry Stack Sullivan. “Kepribadian adalah pola yang relatif kekal dari situasi interpersonal yang berulang yang menjadi ciri kehidupan manusia.” dan ia menerima pandangan bahwa manusia memiliki kebutuhan biologis sebagai pembawaan dan rasa aman dari pengalaman dengan orang lain yang membangkitkan kecemasan maupun jaminan pemuasan ketegangan yang bersifat biologis.
Untuk mengurangi kecemasan dan memuasakan tuntutan bilogis orang sering terbentur pada hubungan sengan oarang lain yang rumit dan menyimpang. Maka dari itu orang mengembangkan mekanisme pertahanan “operasi keamanan” yang dibagi empat operasi yaitu:
(1) Sublimasi, yang sama dengan mekanisme pertahanann yang diakui dalam teori Freud.
(2) Obsesionalime, yaitu kecenderungan gagasan atau dorongan untuk tumbuh begitu mendesak dan mengganggu sehingga individu tidak dapat menghilangkannya dari kesadaran (dalam beberapa hal, dorongan ini mengambil bentuk verbalime ritualisitk dengan sifat hampir magis.
(3) Disosiasi, yaitu mekanisme untuk menjaga agar pikiran yang bertentangan tetap terpisah,
(4) Keacuhan selektif dan lawannya, perhatian selektif, atau kebiasaan melihat apa yang kita ingin melihatnya dan menghindari informasi yang mengancam. disosiasi dan keacuhan selektif memilki gabungan langsung dengan komunikasi politik dan proses opini.
Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi dimana hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar.
Kemudian Frued memfokuskan diri bahwa Id terbesar yang dimiliki manusia dan sangat menentukan kepribadian manusia itu sendiriadalah dorongan seks. Frued yakin setiap orang sudah memiliki naluri seks sejak ia dilahirkan , adapun perkembangan fase-fase seks tersebut adalah sebagai berikut:
* Fase Oral Erotik, pada Fase ini kepuasan seksual berada pada rasa nikmat di mulut,seperti seorng bayi menyusu pada ibunya. Oleh karena itu mengapa anak pada usia 2 tahun selalu memasukkan semua benda yang ada pada pegangan tangaannya.
* Fase Anal Erotik, pada fase ini anak-anak mencari rasa kepuasan pada anusnya. Seperti pada kecenderungan anak-anak berumur 2-3 tahun yang suka memakan kotoran yang keluar pada anusnya.
* Fase Genetal Erotik, pada fase ini anak mencari kepuasan seks pada alat kelaminnya.dalam fase ini seseorang terus berkembang sampai dengan usia dewasa melalui tiga fase sebagai berikut:
- Fase Phallis (genetal muka)intinya anak telah menemukan kenikmatan pada genetalnya tetapi belum dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
- Fase Latent (seksualitas infantile) dimana sudah ada nafsu seksual pada diri anak kecil.
- Fase Genetal Pubertas, pada fase ini genetal anak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mula-mula genetal yaitu anak mulai memiliki rasa cinta kepada orang tuanya. Fase ini makin lama makin menjadi, tetapi ditekan terus, karena teralang oleh adapt. Lama kelamaan nafsu tersebut menjadi kompleks yang terdesak.
Kompleksitas ini sering disebut dengan oidipus complex yang menurut Frued menjadi sumber kegagalan hidup.
Perampungan tingkat psikoseksuil
Kematangan pribadi bergantung pada keberhasilan yang diperoleh dalam perampungan (tingkat psikoseksuil) yang terdiri dari:
Tingkat oral, terjadi pada tahun pertama
Tingkat Anal, terjadi 3 atau 4 tahun
Tingkat Phalik : terjadi sekitar umur 5-7 tahun
(1) Kompleks Oedipus,
(2) kompleks elektra
Tingkat latensi, terjadi pada usia 8-12 tahun
Tingkat genital, mulai pada permulaan pubertas dan berlangsung terus sampai dewasa.
Kesadaran dan ketidaksadaran
Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran itu tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul merupakan konsekuensi logisnya.
Menurut Gerald Corey, bukti klinis untuk membenarkan alam ketidaksadaran manusia dapat dilihat dari hal-hal berikut, seperti: (1) mimpi; hal ini merupakan pantulan dari kebutuhan, keinginan dan konflik yang terjadi dalam diri, (2) salah ucap sesuatu; misalnya nama yang sudah dikenal sebelumnya, (3) sugesti pasca hipnotik, (4) materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas, dan (5) materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi simbolik dari simptom psikotik.
Sedangkan kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran.
Kecemasan
Gerald Corey mengartikan kecemasan itu adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita untuk berbuat sesuatu. Kecemasan berkembang dari konflik antara sistem id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Fungsinya adalah mengingatkan adanya bahaya yang datang.
Sedangkan menurut Calvin S. Hall dan Lindzey, kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita, neurotik dan moral.
(1) kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata. (2) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat mebuatnya terhukum, dan (3) kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral.
Mekanisme Pertahanan diri [Baca lebih lengkap : Mekanisme Pertahanan Diri Sigmund Freud]
Mekanisme pertahanan melindungi ego anda dari kritik-kritik yang tidak adil dari super ego anda dan dari dorongan-dorongan Id anda yang tidak dapat diterima yakni:
- Penyangkalan
- Nomadisme
- Apati
- Rasionalisasi
- Simpatisme
- Intelektualisasi
- Insulasi emosionil
- Pemindahan
- Substitusi
- Formasi reaksi
- Proyeksi
- Represi
- Melakonkan
- Kompensasi
- Identifikasi
- Regresi
Perkembangan kepribadian
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu: (1) tahap oral, (2) tahap anal: 1-3 tahun, (3) tahap palus: 3-6 tahun, (4) tahap laten: 6-12 tahun, (5) tahap genetal: 12-18 tahun, (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Umum. Jakarta, PT Rineka Cipta.
Davidoff, Linda L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta, Erlangga.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta, PT BPK Gunung Mulia.
Hall, Calvin S. dan Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologi). Yogyakarta, Kanisius.
Teori-Teori Psikodinamik(Klinis). Yogyakarta, Kanisius.
Hilgard, Ernest R. 1987. Pengantar Psikologi, Edisi Kedelapan. Jakarta, Penerbit Erlangga.
Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta, Rake Sarasin.
Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset.
Mulyana, Deddy.Dr, M.A.2005 Nuansa-Nuansa Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Dan Nimmo, 2001 Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Malik Djamaludin, Dedy dan Inantara, 1994. Yosat. Komunikasi Persuasif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !