Pentingnya Pendidikan Antikorupsi Sejak Dini
Oleh
Stevani Elisabeth/ Wahyu Dramastuti
Jakarta - Orang tua, dalam hal ini ayah dan ibu, harus menanamkan pendidikan antikorupsi kepada anak sejak dini, bahkan sejak anak masih berada di dalam kandungan.
Pendidikan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui dongeng, buku cerita maupun buku pelajaran, serta melalui contoh sehari-hari.
Deputi II Bidang Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP), Setiawati J Arifin, mengemukakan hal itu kepada SH, di ruang kerjanya di Kantor KPP, Jakarta, baru-baru ini.
Menurutnya, sejak awal anak harus dilatih untuk bersikap jujur. Upaya menamankan kejujuran pada anak bukan hanya dibebankan pada ibu, tetapi juga kepada ayah. “Mendidik anak merupakan tugas ayah dan ibu. Saya tidak setuju kalau pola pengasuhan anak hanya ditekankan pada ibu saja,” lanjutnya. Pendidikan sejak dini akan dapat membentuk pola pikir anak supaya menjadi pribadi yang juga antikorupsi.
Khusus untuk remaja, Setiawati mengatakan, perlu dilakukan sosialisasi agar mereka menolak harta benda atau uang dari orang tuanya yang diduga merupakan hasil korupsi. Mereka juga harus diberi tahu, bahwa jika mereka membawa uang yang bukan miliknya maka harus segera mengembalikan kepada pemiliknya, meskipun pemilik uang itu adalah orang tuanya sendiri.
Sedangkan bagi ayah atau ibu yang sudah telanjur melakukan korupsi dan dipenjara, bisa memberikan efek jera bagi anaknya. “Anak yang melihat orang tuanya masuk bui karena korupsi, akan jadi takut melakukan hal tersebut. Dia akan berpikir dia juga korupsi seperti ayah atau ibunya, maka hukumannya masuk bui,” lanjutnya.
Kearifan Lokal
Setiawati berpendapat bahwa korupsi merupakan bentuk penyimpangan moral dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang telah disepakati oleh pendiri bangsa lewat Pancasila. Dampak korupsi telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) telah mengadakan program Bina Keluarga Balita (BKB).
Melalui BKB, nilai-nilai antikorupsi pada anak sudah diperkenalkan kepada para orang tua. Ini karena gerakan BKB merupakan upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak secara optimal untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Selain itu, dalam kegiatan BKB orang tua disadarkan untuk memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. “Anak selalu melihat apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Kalau orang tuanya tidak jujur, jangan mengajarkan kepada anak untuk tidak mencuri. Kalau orang tuanya tidak berdoa, jangan mengajarkan anaknya supaya rajin berdoa,” tegas Setiawati.
Ia juga mengatakan, sebetulnya pendidikan antikorupsi dapat disesuaikan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada masing-masing etnis, sehingga masyarakat lebih mudah memahami pengertian, bahaya dan perilaku yang tidak baik tentang korupsi.
Contohnya bagi masyarakat Bugis yang masih memegang budaya siri’. Siri’ berarti jiwa, harga diri dan martabat orang Bugis. Tidak ada nilai yang paling berharga dan patut dipertahankan selain siri’. Korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan budaya siri’, dan sebaliknya budaya melayani dan berbuat jujur merupakan implementasi dari siri’.
“Masih banyak kearifan lokal di Indonesia yang bisa digali, dikembangkan dan dilestarikan untuk memasukkan pendidikan antikorupsi. Dengan begitu, penanaman nilai-nilai antikorupsi akan lebih mudah dipahami dan diterima oleh semua kalangan di masyarakat Indonesia,” Setiawati mengingatkan.
Untuk itu memperingati hari Anti Korupsi Internasional , kami segenap pengurus Blog ini, menghimbau agar para Pemuda - Pemudi , marilah kita untuk bersatu padu memberantas korupsi dari diri kita dan dari Indonesia. Merdeka..!!
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !