Diskursus dunia Islam dan Barat selalu menjadi suguhan yang hangat yang tidak pernah habis-habisnya untuk dihidangkan baik dalam diskusi ataupun untuk diperdebatkan. Berbagai polemik tentang hubungan dunia Islam dan Barat selalu digelar dengan lebar di negara-negara Barat. Namun, dibalik itu semua, selalu muncul ketidakadilan opini Barat, di mana Islam selalu ditampilkan sebagai obyek negatif dengan muka buram dan buruk. Sepertinya terlalu sering kalangan media dan film di Barat memotret Islam secara irasional.
Paska peristiwa 9 September, hampir semua orang berbicara bahkan tekanan opini internasional, mengarah kepada tuduhan umat Islam yang dianggap fundamentalis atau pendukung teroris, terutama mereka para intelektual dan pengambil kebijakan. Masih hangat dalam benak kita, pidato Mantan Presiden George W. Bush di West Point yang menyatakan bahwa hanya ada dua kubu di dunia ini yakni kubu Amerika Serikat (dan sekutunya) atau kubu teroris yang biasa disebut poros setan (axis of evil).
Inilah tantangan yang berkembang saat ini ditengah-tengah minimnya Islamic resource (terutama berkenaan dengan ilmu hubungan internasional) yang ada. Seperti diketahui saat ini dunia Islam seperti terbelenggu ditengah-tengah kemajuan bangsa Barat, disini akhirnya timbul rasa ‘minder’ kurang percaya kepada kemampuan diri sendiri, rasa ketergantungan yang tinggi, sehingga berdampak kepada upaya sulitnya mempersatukan mereka (lihatlah negara-negara di Timur Tengah yang mayoritas beragama Islam).
Padahal jika mau dirujuk kepada literatur Islam, sejak lama dalam dunia Islam itu telah ada bukti interaksi internasional. Ini semua dapat dibaca lebih lanjut dalam beberapa buku terjemahan, seperti misalnya “Diplomasi Islam” oleh Afrizal Iqbal atau “Hubungan-Hubungan Internasional dalam Islam” oleh Muhammad Abu Zahrah.
Dalam hal ini dunia Islam tidak selalu terpatok dengan Timur Tengah, inilah juga yang menjadikan definisi Dunia Islam ada banyak sekali. Ada yang mengatakan semua negara yang pemerintahannya dipimpin seorang Muslim, ada yang mengatakan negara-negara yang sistem pemerintahannya berlandaskan Islam, ada yang mendefinisikan pula negara yang mayoritas warga negaranya muslim, bahkan ada yang berpendapat selain yang telah tersebut diatas. Intinya dimana ada kaum muslimin di negara manapun maka hal itu merupakan cakupan Dunia Islam.
Ancaman Islam?
Menurut Barat, Islam merupakan sebuah ancaman yang mana mencakup dalam berbagai bidang, yaitu: politis, demografi, dan peradaban. Ketiga ancaman tersebut telah menjadi kehati-hatian yang selalu menghantui segala gerak-gerik Barat dalam menjalankan politik luar negerinya.
Keberhasilan Revolusi Islam Iran yang terjadi pada tahun 1979 merupakan salah satu hal yang tidak terduga di tengah terjadinya berbagai konflik di Timur Tengah. Revolusi yang sering disebut juga “revolusi besar ketiga dalam sejarah,” setelah Perancis dan Revolusi Bolshevik ini juga menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi bangsa Arab yang sedang menghadapi gencarnya keserakahan rezim Zionis di Israel. Banyak pula pihak yang mengidentikkan Revolusi Islam Iran ini dengan kebangkitan Islam kembali melawan imperialisme Barat. Hal ini kemudian disusul dengan runtuhnya Uni Sovyet, Amerika Serikat pun pada saat itu berusaha segera menempati posisi pengganti untuk menjaga kepentingannya di Timur Tengah dengan menyerang Irak. Tujuan AS adalah terus menerus berupaya membangun suatu kekuatan “Anglo American” yang mampu mengontrol kawasan Timur Tengah.
Namun di lain kesempatan, pemimpin revolusi dan pendiri dari Republik Islam, Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini berhasil mengangkat masalah Palestina sebagai persoalan dalam dunia Islam. Inilah yang menjadikan pergeseran makna yang dahulu dikatakan konflik Arab-Israel dan sekarang menjadi krisis Israel dan Dunia Islam.
Kawasan Timur Tengah
Jika mendengar kata “Timur Tengah”, dalam benak kita pasti akan terbayang bangsa Arab, wilayah yang penuh hamparan padang pasir, perbudakan, wilayah yang selalu bergejolak dengan konflik dan perang, tetapi juga kawasan yang kaya akan minyak. Berbagai citra yang dikesankan negatif mengenai Timur Tengah itu, dalam beberapa hal, membuat perhatian terhadap kawasan ini sangat terbatas. Tetapi sebenarnya ada empat isu yang menjadikan Timur Tengah sebagai wilayah yang amat sangat penting.
Pertama dalam aspek historis, Timur Tengah adalah tempat lahirnya peradaban pertama manusia. Banyak kepercayaan dan aliran-aliran dunia muncul dari sini. Penemuan-penemuan manusia di masa lalu berasal dari kawasan ini. Hukum-hukum pertama di dunia ditulis di kawasan ini dan sebagainya.
Kedua yaitu aspek geografis, kawasan ini terletak di antara tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Timur Tengah dengan Terusan Suez yang dibuat oleh Darius, Kaisar Iran hampir 25 abad yang lalu, merupakan tempat yang menghubungkan dua laut dikawasan ini, yaitu Laut Merah dan Mediterania. Timur Tengah pada awal abad ke-20 menjadi pusat perhatian dunia, dan mungkin kawasan yang paling sensitif dari segi strategis, ekonomis, politis, dan kebudayaan. Teluk Persia yang strategis pun juga terletak di kawasan ini.
Ketiga yaitu aspek keagamaan. Timur Tengah merupakan tempat lahirnya agama Yahudi, Kristen dan Islam. Tempat-tempat suci agama-agama besar Samawi seperti Baitul Muqaddas, Ka’bah, dan tempat lahirnya Nabi Isa AS dan Sinagog-sinagog besar orang Yahudi pun berada kawasan ini.
Terakhir yaitu aspek ekonomis, kawasan ini memiliki sumber-sumber minyak dan gas yang paling kaya.
Wajar jika ada banyak pihak berkeinginan untuk menguasai kawasan Timur Tengah. Belum lagi kenaikan harga minyak dunia yang mencapai tingkat tertinggi membuat negara-negara di Timur Tengah, khususnya kawasan Teluk, kini berlimpah kekayaan. Hal ini menjadikan banyak dari negara-negara luar ingin menjadikan negara-negara di Timur Tengah sebagai mitra dagang dan mitra investasi yang sangat potensial.
Ada dua hal yang terkadang terlupakan apabila mengkaji tentang kawasan Timur Tengah, yaitu sepak terjang Zionis dan upaya Inggris dalam membagi Imperium Usmaniyah serta mendirikan negara Yahudi di Timur Tengah. Sejarah Timur Tengah tidak akan pernah terlepas dari peran Inggris dalam menyerahkan masalah Palestina kepada PBB dan Amerika yang begitu getolnya mensukseskan pengesahan Resolusi Pembagian Palestina tahun 1947, ditambah sebagai negara yang pertama kali mengakui Israel. Kenyataan ini seringkali tertutupi oleh media Barat.
Sebuah Alternatif
Saat ini jika kita dapat menengok beberapa negara-negara dunia Muslim semacam Chechnya, Palestina, Kashmir, Turkestan, Bosnia, Kosovo, Macedonia, Algeria, Tunisia, Ethiopia, Chad, Somalia, Djibouti, Sudan, Turki, Uzbekistan, Afghanistan, Iraq, Iran, Indonesia, Malaysia, Syria, dan sebagainya, agama masih tetap merupakan kekuatan sosial yang, meskipun bercerai berai, namun masih meresap dalam kehidupan sosial dan budaya politik rakyat yang mana banyak jauh tidak sesekuler seperti yang selama ini dibayangkan.
Negara-negara Muslim terus-menerus perlahan-lahan berada dalam suatu suasana krisis dimana penduduknya merasakan dan menyuarakan kegagalan negara dan bentuk-bentuk nasionalisme dan sosialisme sekuler. Terkadang tidak disadari (atau disengaja) tantangan yang disuarakan atas nama Islam terhadap pandangan dunia sekuler konvensional yang telah lama merupakan norma-norma yang kita anut, seringkali disepelekan dan dianggap sebagai bentuk penyimpangan, sesuatu yang tidak rasional, dan ekstrimis. Yaitu bagi para intelektual, pembuat kebijakan, dan pakar-pakar Barat yang liberal, yang selalu merujuk kepada informasi yang sekuler, seperti halnya bagi kelompok-kelompok elite di dunia Islam, agama dalam kehidupan masyarakat selalu saja dianggap sebagai suatu ancaman fundamentalis dan suatu kemunduran.
Namun dalam hal ini, bagi beberapa pemerintahan di dunia Islam, yang legitimasinya amatlah lemah dan yang kekuasaannya dicapai dan dijalankan dengan paksaan dan kekerasan, yaitu kombinasi antara ‘demokrasi yang tidak terkontrol’ dan Islam, yang mana itu semua jelas merupakan ancaman yang serius.
Semakin pemerintahan-pemerintahan di sebagian besar negara Muslim gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial ekonomi masyarakat mereka, membatasi partisipasi politik mereka, terbukti tidak peka terhadap kebutuhan untuk secara efektif memasukkan Islam sebagai suatu komponen dalam identitas dan ideologi nasional mereka, atau bahkan tampak terlalu tergantung kepada Barat, maka suatu alternatif politik Islam pun akan semakin bertambah daya tariknya.
sumber : http://umykomahi.blogspot.com/2011/01/islam-dan-dunia-islam.html