oleh :
Heri Purwata
Wartawan Republika
Dalam Kamus Ilmiah Populer karangan Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, jurnalistik didefinisikan ilmu kewartawanan. Sedangkan dalam Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga (PDPRT) Kode Etik Jurnalistik PWI pada Pasal 7 ayat 4, Kewartawanan didefinisikan kegiatan yang sah berhubungan dengan pengumpulan fakta, pengolahan fakta, serta penyiaran fakta dan pendapat dalam bentuk berita, ulasan, gambar, dan karya jurnalistik lain bagi media massa.
Jadi unsur kewartawanan meliputi tiga hal yaitu pengumpulan fakta, pengolahan fakta dan penyiaran fakta. Pengumpulan fakta meliputi menemukan peristiwa, menemukan jalan ceritanya, wawancara nara sumber, dan cek, ricek jalan cerita.
Pengolahan fakta meliputi memastikan sudut pandang berita, menentukan lead berita dan menuliskan berita. Sedang penyajiannya, meliputi berita, ulasan, gambar atau foto-foto dan karya jurnalistik lain.
Dalam penyajiannya, berita-berita yang disajikan harus bisa memberi manfaat bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Kemudian lebih spesifik lagi dalam menuliskan atau menyiarkan berita harus memenuhi kode etik jurnalistik agar sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam undang-undang. Ada dua kode etik jurnalistik yaitu KEJ dan KEWI.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) :
1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur. Wartawan wajib menyatakan identitas.
2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck).
3. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).
4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.
5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).
6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI):
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
Dalam implementasinya, Republika selalu berpegang pada kedua kode etik jurnalistik tersebut. Yaitu sebagai pendidik, pelurus informasi, pembaharu, pemersatu dan pejuang.
1. Sebagai Pendidik (Muaddib)
Yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Lewat media massa, Republika mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Ia memikul tugas mulia untuk mencegah umat Islam dari berperilaku yang menyimpang dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa non-Islami yang anti-Islam.
Implementasi:
Memuat rubrik HIKMAH yang berada di halaman depan (frontpage) HU Republika
Menerbitkan tabloid Dialog Jumat (menonjolkan nilai-nilai fiqih Islam)
2. Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid)
Setidaknya mencakup tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis Muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, lebih dari itu jurnalis Muslim dituntut mampu menggali –melakukan investigative reporting– tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia.
Peran Musaddid terasa relevansi dan urgensinya mengingat informasi tentang Islam dan umatnya yang datang dari pers Barat biasanya biased (menyimpang, berat sebelah) dan distorsif, manipulatif, alias penuh rekayasa untuk memojokkan Islam yang tidak disukainya. Di sini, jurnalis Muslim dituntut berusaha mengikis fobi Islam (Islamophobia) yang merupakan produk propaganda pers Barat yang anti-Islam.
Implementasi:
Pertama;
Hikmah dan Dialog Jumat
Kedua;
Menerbitkan rubrik Khazanah (satu halaman) dan menerbitkan suplemen Islam Digest (12 halaman), yang menampilkan karya-karya dan prestasi umat Islam dalam ilmu pengetahuan. Tujuannya membuka mata dunia bahwa banyak penemuan-penemuan yang dikembangkan Barat, berawal dari ilmuwan-ilmuwan Islam, mulai dari pengobatan, astronomi, sampai arsitektur.
Ketiga;
Dalam suplemen Islam Digest diterbitkan rubrik Dunia Islam dengan tujuan menepis pandangan-pandangan bias dari Barat. Ada pula rubrik Mualaf yang menyajikan cerita bagaimana seseorang nonmuslim beralih menjadi muslim.
3. Sebagai Pembaharu (Mujaddid)
Yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam). Jurnalis Muslim hendaknya menjadi jurubicara atau para pembaharu, yang menyerukan umat Islam memegang teguh Alquran dan As-Sunnah, memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengamalannya (membersihkannya dari bid'ah, khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-Islami), dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.
Implementasi:
Suplemen tabloid Dialog Jumat, Hikmah, Islam Digest, serta rubrik khusus Islam di edisi reguler, semuanya mendorong agar umat memegang teguh Alquran dan Sunnah, termasuk memurnikan pemahaman Islam. Republika menjadi koran terdepan yang menentang munculnya ajaran-ajaran sesat tentang Islam yang muncul dari pemahaman Islam yang keliru dan selalu bertameng hak asasi manusia yang kerap didengungkan Barat.
4. Sebagai Pemersatu (Muwahid)
Yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. Oleh karena itu, kode etik jurnalistik yang berupa impartiality yaitu tidak memihak pada golongan tertentu dan menyajikan dua sisi dari setiap informasi [cover both side] harus ditegakkan.
Implementasi:
Menerapkan KEJ dan KEWI. Peran sebagai pemersatu sesuai pula dengan visi dan misi Republika sebagai koran komunitas muslim yang rahmatan lil alamin. Jika terjadi perpecahan di kalangan organisasi Islam, pemberitaan Republika tidak akan masuk ke dalam konflik, tapi lebih pada upaya mendamaikan sekaligus berharap bisa secepatnya mengakhiri konflik.
5. Sebagai Pejuang (Mujahid)
Yaitu pejuang-pembela Islam. melaui media massa, jurnalis Muslim berusaha keras membentuk pendapat umum yang mendorong penegakkan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan lil’alamin, serta menanamkan ruhul jihad di kalangan umat.
Implementasi
Inilah yang menjadi tujuan Republika. Setiap pemberitaan dan dan tulisan dari luar yang masuk ke redaksi akan diarahkan supaya sesuai dengan tujuan mendorong penegakkan nilai Islam dan mempromosikan citra Islam yang positif.
Kemudian dalam memberitakan bencana, pers harus bisa memberdayakan masyarakat. Pengemasan berita juga dilakukan dengan arif agar bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Jurnalisme bencana harus bisa mendorong agar masyarakat dapat berpikir kreatif dan mensiasati keterbasan yang dihadapi. Selain itu, jurnalisme bencana harus berhati-hati dalam melemparkan wacana sehingga tidak menimbulkan disinformasi di tengah masyarakat. ###
********************
Makalah disampaikan di Seminar Jurnalistik ”Bercengkerama dengan Media”- Sekolah Jurnalistik 2010, Sabtu, 11 Desember 2010, Ruang Sidang AR. Fachruddin A lantai 5, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta