Membaca Doa Qunut
Membaca qunut ini disunnahkan didalam sholat, namun para ulama berbeda pendapat tentang sholat apa saja yang didalamnya dibacakan qunut..
1. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa qunut dibaca didalam sholat witir. Mereka berpendapat qunut ini dilakukan sebelum ruku’. Qunut tidak dilakukan pada sholat-sholat selain witir kecuali apabila terjadi suatu bencana maka ia dilakukan di sholat-sholat yang dikeraskan bacaannya.
2. Adapun bahwa nabi telah melakukan qunut selama satu bulan saat sholat subuh ini telah dimansukh (dihapus) menurut ijma, dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa beliau saw pernah melakukan qunut didalam sholat subuh selam satu bulan kemudian dia saw meninggalkannya.” (HR. al Bazaar, Thabrani dan Ibnu Abi syaibah).
3. Para ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa disunnahkan qunut dibaca dengan suara pelan didalam sholat shubuh saja dan tidak disaat sholat witir dan selainnya karena hal itu makruh. Qunut itu afdhol dilakukan sebelum ruku’ walaupun jika dilakukan setelah ruku’ juga boleh.
4. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa disunnahkan qunut itu dilakukan saat i’tidal (bangun dari ruku’) di raka’at kedua sholat subuh, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw melakukan qunut sholat subuh hingga beliau meninggal dunia.” (HR. Ahmad, Abdur Razaq dan Daru Quthni). Dan Umar ra juga melakukan qunut di sholat subuh dan dihadiri oleh para sahabat yang lainnya.
5. Para ulama madzhab Hambali berpendapat seperti para ulama madzhab Hanafi bahwa qunut disunnahkan didalam sholat witir yang satu rakaat.sepanjang tahun, ia dilakukan setelah ruku’. Dan sebagaimana pendapat Syafi’i bahwa qunut juga dilakukan pada sholat witir di bagian kedua akhir dari bulan Ramadhan, namun jika ada yang melakukan qunut sebelum ruku’ pun tidak masalah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi saw melakukan qunut setelah ruku’.” (HR. Muslim) serta yang diriwayatkan dari Humaid berkata, “Bahwa Anas pernah ditanya tentang qunut didalam sholat shubuh? Dia menjawa,’Kami dahulu melakukan qunut sebelum ruku’ juga sesudahnya.” (HR. Ibnu Majah) – (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz 2 hal 1001 -1008)
Jadi menurut pendapat Imam Malik dan Syafi’i bahwa membaca qunut bisa dilakukan didalam sholat shubuh, meskipun pandapat ini tidak sejalan dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad.
Di sinilah kaum muslimin diminta lebih arif dalam melihat perbedaan dikalangan para ulama tersebut sebagai suatu khazanah ilmiyah yang dimiliki umat ini dengan saling menghargai dan tidak menyerang orang-orang yang berbeda dengannya dalam hal yang furu’iyah seperti diatas.
Qunut saat ada musibah atau bencana
Dalam hal ini, para ulama madzhab Hanafi, Syafi’i dan juga Hambali berpendapat bahwa qunut saat ada bencana ini disyariatkan tapi tidak secara mutlak. Menurut para ulama madzhab Hanafi ia disyariatkan hanya di sholat-sholat yang bacaannya dikeraskan saja. Sedangkan menurut para ulama madzhab lainnya disetiap sholat yang wajib namun para ulama Hambali mengecualikan sholat jum’at karena hal itu sudah cukup dengan khutbahnya. Dianjurkan juga doa qunut tersebut dibaca dengan suara keras.
Qunut Nazilah ini mengikuti contoh dari Rasulullah saw yang telah melakukan qunut selama satu bulan untuk mendoakan agar pembunuh-pembunuh para sahabat pemnghafal Qur’an di sumur Ma’unah itu dibalas oleh Allah swt.” (HR.Bukhori Muslim) – (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz 2 hal 1008)
Qunut Subuh
“Doa qunut witir yang terkenal yang Nabi ajarkan kepada al Hasan bin Ali yaitu allahummahdini fiman hadaita …tidak terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan doa tersebut untuk selain shalat witir. Tidak terdapat satupun riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi berqunut dengan membaca doa tersebut baik pada shalat shubuh ataupun shalat yang lain.
Qunut dengan menggunakan doa tersebut di shalat shubuh sama sekali tidak ada dasarnya dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan qunut shubuh namun dengan doa yang lain maka inilah yang diperselisihkan di antara para ulama. Ada dua pendapat dalam hal ini. Pendapat yang paling tepat adalah tidak ada qunut pada shalat shubuh kecuali ada sebab yang terkait dengan kaum muslimin secara umum.
Misalnya ada bencana selain wabah penyakit yang menimpa kaum muslimin maka kaum muslimin disyariatkan untuk berqunut pada semua shalat wajib, termasuk di dalamnya shalat shubuh, agar Allah menghilangkan bencana dari kaum muslimin.
Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.
Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah.
Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).
Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab syar’i yang menuntut untuk melakukannya adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut shubuh secara terus menerus tanpa sebab. Yang ada beliau melakukan qunut di semua shalat wajib ketika ada sebab. Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut di semua shalat wajib jika ada bencana yang menimpa kaum muslimin yang mengharuskan untuk melakukan qunut. Qunut ini tidak hanya khusus pada shalat shubuh namun dilakukan pada semua shalat wajib.
Tentang qunut nazilah (qunut karena ada bencana yang terjadi), para ulama bersilang pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya, apakah penguasa yaitu pucuk pimpinan tertinggi di suatu negara ataukah semua imam yang memimpin shalat berjamaah di suatu masjid ataukah semua orang boleh qunut nazilah meski dia shalat sendirian.
Ada ulama yang berpendapat bahwa qunut nazilah hanya dilakukan oleh penguasa. Alasannya hanya Nabi saja yang melakukan qunut nazilah di masjid beliau. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa selain juga mengadakan qunut nazilat pada saat itu.
Pendapat kedua, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah imam shalat berjamaah. Alasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan qunut karena beliau adalah imam masjid. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda,
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).
Pendapat ketiga, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah semua orang yang mengerjakan shalat karena qunut ini dilakukan disebabkan bencana yang menimpa kaum muslimin. Sedangkan orang yang beriman itu bagaikan sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat ketiga. Sehingga qunut nazilah bisa dilakukan oleh penguasa muslim di suatu negara, para imam shalat berjamaah demikian pula orang-orang yang mengerjakan shalat sendirian.
Akan tetapi tidak diperbolehkan melakukan qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya karena perbuatan tersebut menyelisihi petunjuk Nabi.
Bila ada sebab maka boleh melakukan qunut di semua shalat wajib yang lima meski ada perbedaan pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya sebagaimana telah disinggung di atas.
Akan tetapi bacaan qunut dalam qunut nazilah bukanlah bacaan qunut witir yaitu “allahummahdini fiman hadaita” dst. Yang benar doa qunut nazilah adalah doa yang sesuai dengan kondisi yang menyebabkan qunut nazilah dilakukan. Demikianlah yang dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika seorang itu menjadi makmum sedangkan imamnya melakukan qunut shubuh apakah makmum mengikuti imam dengan mengangkat tangan dan mengaminkan doa qunut imam ataukah diam saja?
Jawabannya, sikap yang benar adalah mengaminkan doa imam sambil mengangkat tangan dalam rangka mengikuti imam karena khawatir merusak persatuan. Imam Ahmad menegaskan bahwa seorang yang menjadi makmum dengan orang yang melakukan qunut shubuh itu tetap mengikuti imam dan mengaminkan doa imam. Padahal Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terkenal yang mengatakan bahwa qunut shubuh itu tidak disyariatkan.
Meski demikian, beliau membolehkan untuk mengikuti imam yang melakukan qunut shubuh karena dikhawatirkan menyelisihi imam dalam hal ini akan menimbulkan perselisihan hati di antara jamaah masjid tersebut.
Inilah yang diajarkan oleh para shahabat. Khalifah Utsman di akhir-akhir masa kekhilafahannya tidak mengqashar shalat saat mabit di Mina ketika pelaksanaan ibadah haji. Tindakan beliau ini diingkari oleh para shahabat.
Meski demikian, para shahabat tetap bermakmum di belakang Khalifah Utsman. Sehingga mereka juga tidak mengqashar shalat. Adalah Ibnu Mas’ud diantara yang mengingkari perbuatan Utsman tersebut. Suatu ketika, ada yang berkata kepada Ibnu Mas’ud,
“Wahai Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”
(Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/14-16, pertanyaan no 774, Maktabah Syamilah).
oleh Achmad Zulakbar
Kelas IV A
Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta