Kedaton SULTAN TERNATE dibangun pada tanggal 24 November 1813 oleh Sultan Muhammad Ali diatas bukit Limau Santosa dengan luas areal 44,560 m2. Berbentuk segi delapan dengan dua buah tangga terutama pada sisi kiri dan kanan depannya. Bangunan ini menggambarkan seekor singa yang sedang duduk.
Di dalam kedaton banyak barang-barang peninggalan milik kesultanan yang bernilai sejarah seperti mahkota, Al-qur'an tulisan tangan tertua di Indonesia, dan berbagai jenis peralatan perang. Di lapangan Sunyie Ici dan Sunyie Lamo yang terletak di depan biasanya digunakan untuk upacara adat.
Berangkat dari keprihatinan akan banyaknya situs bersejarah di Kota Ternate yang tidak mendapat perhatian cukup dari berbagai kalangan utamanya generasi muda, semangat ingin menjejaki sejarah dan budaya dengan melihat lebih dalam ke kedaton mulai dilakukan. Diawali dengan workshop kecil-kecilan di penghujung Oktober, komunitas Greenmap Ternate akhirnya terbentuk.
Kawasan kedaton adalah pilihan lokasi pemetaan pertama, tempatan yang memiliki sejarah mengglobal di masa lalu. Kawasan ini tidak hanya memuat bangunan kedaton, tapi termasuk di dalamnya pula terdapat beberapa situs penting, antara lain masjid kesultanan, Ngara Lamo (tempat pertemuan dewan adat), Benteng Naka, Sunyie Lamo (alun-alun), Air Sentosa (air keramat). Tidak hanya yang tangible (teraga); nilai-nilai yang dianut, ritual-ritual penting, serta hukum-hukum adat juga menjadi target pemetaan.
Dalam wawasan masyarakat Maluku Utara, Kedaton Ternate merupakan ekspresi dari kekayaan alam dan budaya Maluku Kie Raha berupa kearifan lokal, tradisi, pola hidup, dan adat istiadat. Keragaman, keunikan, dan keindahan itu tidak saja menjadi aset budaya masyarakat Maluku Utara namun juga masyarakat Indonesia yang sudah seharusnya dilestarikan untuk kemudian menciptakan pusaka masa depan.
Upaya pengenalan kembali kawasan Kedaton Ternate dengan pendekatan participatory mapping (pemetaan partisipatoris) dapat diangap sebagai wujud kepedulian atas penurunan minat generasi muda dalam mempelajari sejarah Maluku Kie Raha. Menjejaki sejarah dan budaya Ternate melalui peta hijau tidak ditujukan untuk sekedar mengenali nama benda atau bangunan, tapi juga untuk menyadarkan bahwa di sekitar kita banyak bertaburan norma dan ajaran yang bernilai tinggi dan positif.
Itulah kearifan yang masih bisa digunakan dalam menjalani kehidupan di masa mendatang; norma, ajaran, dan kearifan yang telah membentuk identitas masyarakat Maluku Utara. “Kesadaran sejarah”… mungkin itu yang kita perlukan saat ini.
shared by : Lharaz Whanda
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !