Liputan6.com, Yogyakarta: Wacana pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta terus bergulir. Namun, pemindahan ibu kota berpotensi memunculkan resistensi dari pihak yang berkepentingan atas Jakarta seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. "Resistensi bisa muncul dari tiga pihak itu karena ketiganya membutuhkan akses politik yang dekat dan cepat terhadap pemerintah pusat. Jika ibu kota berpindah, maka akses politik juga akan semakin jauh," kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Achmad Nurmandi, Rabu (4/8).
Achmad menjelaskan, salah satu kota yang potensial, yakni Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Dari sisi geopolitik, geologi, dan geografis memang cukup strategis. "Menjadikan Palangkaraya sebagai pengganti Jakarta, secara geopolitik merupakan sebuah usaha distribusi pembangunan yang merata karena selama ini pembangunan infrastrukktur terkonsentrasi di Indonesia bagian barat, khususnya Pulau Jawa," urai dia.
Selain itu, menurut Achmad, secara geografis posisi Palangkaraya tepat berada di tengah Indonesia dan memiliki kondisi geologi yang relatif aman dari bencana alam. Palangkaraya cenderung aman dari gempa dan banjir dibandingkan kota lain. "Biaya untuk membangun Palangkaraya menjadi kota yang siap menjadi pusat pemerintahan dengan menyediakan berbagai infrastruktur baik bangunan maupun jalan diperkirakan mencapai Rp 100 triliun," ujar Achmad.
Lebih jauh ia mengatakan, dana Rp 100 triliun itu lebih sedikit atau lebih hemat dibandingkan biaya untuk mengatasi permasalahan Jakarta saat ini seperti kemacetan, banjir, dan berbagai masalah lain. "Jumlah Rp 100 triliun itu bisa dicicil selama 10 tahun dari APBN (anggaran negara) untuk membangun ibu kota baru," imbuh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.(MEL/ANS/Ant)
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !