oleh Dirgantara Wicaksono (Bom Bom)
Universitas Negeri Jakarta
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Miskin, menurut Imam Syafi’i dan jumhur ulama, adalah “memiliki sesuatu (penghasilan/pendapatan) tapi tidak mencukupi (kebutuhan pokok)”. Secara sunatullah kemiskinan telah muncul dalam kehidupan manusia. Allah meninggikan rizki sebagian manusia atas sebagian yang lain (QS. 39:53; QS. 29:62; QS. 43:42; QS. 16:71).
Dan secara faktual, Pak A.M. Saefudin pernah membagi kemiskinan sebagai kemiskinan alamiah (natural poverty) dan kemiskinan struktural (stuctural poverty). Yang pertama, terjadi karena misalnya cacat mental atau fisik, lahir dari dan dalam keadaan keluarga miskin dan faktor lain yang tak terduga (bencana alam, kebangkrutan dan lain-lain). Sedangkan kemiskinan struktural diciptakan oleh sistem, nilai dan perilaku bejat manusia.
Sistem kapitalis dan sosialis dengan asas manfaat bebas nilai, telah melahirkan elit politik dan konglomerat yang menghalalkan segala cara. Bergelimang dalam kemewahan dengan mengorbankan sebagian besar masyarakat.
Kita semua sadar dan tahu bahwa kemiskinan akan selalu ada dalam masyarakat apapun. Hanya saja masalahnya adalah, bagaimana upaya untuk menanggulangi dan memecahkan problem kemiskinan tersebut. Bila bicara tentang pengaturan dan pemecahan problem kemiskinan, maka hal ini jelas berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan oleh negara yang bersangkutan.
Tak mustahil, kemiskinan yang sifatnya sudah sunatullah akan tetap langgeng karena negara membantu memperparah kemiskinan tersebut dengan sistem yang diterapkannya. Inilah yang berbahaya dan sangat mematikan kehidupan umat.
Dalam sistem kapitalis, para konglomerat dengan leluasa bisa mengendalikan sistem perekonomian. Penimbun misalnya, mereka bisa dengan bebas mengumpulkan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat, kemudian menunggu waktu yang pas untuk dilempar ke konsumen dengan harga yang melambung. Jelas ini akan membuat masyarakat menderita karena harus merogoh kocek lebih dalam lagi.
Wal hasil, kemiskinan alaminya sudah ditambah dengan kemiskinan struktural yang membuat masyarakat semakin terpuruk.
Tentu, hal ini tak bisa dibiarkan begitu saja, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sistem Islam akan mengupayakan langkah-langkah dalam mensejahterakan rakyat.
Pertama, mengharamkan penimbunan harta
Kedua, memerintahkan agar harta beredar di seluruh anggota masyarakat, tidak hanya beredar di kalangan tertentu saja.
Ketiga, pemerintah hendaklah mengeluarkan dana khusus untuk kebutuhan mendesak anggota masyarakatnya.
Keempat, menetapkan hukum waris, sebagai upaya untuk memecah dan membagikan harta kepada yang berhak atasnya.
Kelima, Islam melarang berlaku kikir dengan tidak menikmati dan memanfaatkan harta yang dimilikinya dalam batas-batas yang ditentukan syara’.
Keenam, Islam menjadikan sebab-sebab pemilikan harta berdasarkan hukum syara’, dengan beberapa cara. Dalam hal ini Islam jelas akan melarang bentuk sistem ekonomi ribawi.
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !