Oleh Ben B Nur
Penulis Buku The Golden Rule Of Success
Saya akan memilih tidak korupsi. Anda bisa mengulang kalimat ini lima puluh kali sehari tetapi saat yang sama anda masih mengurus administrasi surat perjalanan fiktif atau tindakan lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan atau hal lainnya dengan cara-cara yang masih tergolong korupsi.
Memutuskan untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain belum bisa diperhitungkan sampai kemudian seseorang itu meninggalkan tempatnya. Perpindahan fisik dalam pengertian ini adalah perubahan perilaku.
Perubahan dari perilaku-perilaku yang menciptakan peluang terjadinya tindakan yang melanggar aturan, baik yang kemungkinan dilakukan sendiri atau orang lain yang melakukannya kepada perilaku yang meminimalisasi atau menghindari kemungkinan terjadiya hal-hal yang berkonotasi korupsi. Sebelum itu, kenali lebih dahulu dimana posisi kita saat ini diantara tingkatan-tingkatan perilaku korup pada diagram di bawah ini:
-----------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------
Perilaku korupsi sebagaimana yang saya amati di banyak lembaga, biangnya kebanyakan yang dituding adalah rendahnya pendapatan riel. Lalu cara untuk menutupinya dengan mengkreasi pos-pos anggaran yang alirannya diatur agar kembali ke dalam saku pengelola dan orang-orang sekitarnya.
Bisa juga melalui ”markup” belanja, baik belanja barang maupun jasa. Di tingkat aparat yang sudah makmur dan masih tetap berperilaku korup, selain cara pandang serba tidak berkesukupan meski rekeningnya sudah melimpah, karena puas biasanya tidak ada batasnya, juga karena melihat posisinya sebagai peluang untuk mendapatkan ekstra pendapatan dengan alasan untuk sampai ke posisi itu tidak sedikit pengorbanan materil yang harus dikeluarkan, termasuk memberikan pelicin kepada pihak-pihak penentu posisi.
Ada yang berependapat bahwa korupsi bisa diberantas secara sistemtis karena korupsi sudah berurat berakar. Untuk itu dibentuklah berbagai kelembagaan panangkal, pengendali bahkan pemburu pelaku korupsi (Fraud buster). Pendapat ini juga tidak salah, tetapi cara ini sepanjang sejarah sepertinya lebih menyerupai permainan Tom and Jerry, serial kartun anak-anak yang intinya menggambarkan bahwa si tikus sering lebih cerdas daripada si kucing.
Mari kita coba bayangkan bila kita sendiri berada pada posisi sebagai koruptor, tentu akan selalu mencari celah untuk selamat dari jerat. Biasanya jerat akan mengena bila ada koruptor yang bersikap arogan dan terang-terangan menabrak aturan dengan keyakinan bisa ”mengamankan” segala instrumen jerat dengan kekuasaan atau koneksitasnya dengan penguasa.
Kalau kemudian kita berandai-andai bahwa kita menderita penyakit yang ganas dan akan meninggal dalam sepekan atau sebulan mendatang? Apakah masih berani melakukan tindak korpusi ? Meski kita tidak percaya akan hari pembalasan setidak-tidaknya kita sadar bahwa untuk apa lagi korupsi toh kita tinggal butuh makan berapa kali. Alih-alih kroupsi, mungkin yang kita lakukan sebisa-bisanya bersedekah sebanyak mungkin agar beban batin yang mengganjal selama ini bisa terasa lebih ringan.
Apa sebenarnya yang bisa menghalangi kita bertindak korupsi? Tak lain karena cara pandang kita yang negatif terhadap korupsi. Saya pernah mengemukakan hal ini di sebuah kegiatan pelatihan aparat pemerintah. Ada yang menyanggah dengan mengatakan bahwa sebenarnya aparat koruptor selama ini juga memandang tindakan korupsi sebagai tindakan negatif.
Tetapi mengapa mereka tetap melakukan korupsi? Karena mereka melihat bahwa kalau korupsi sekarang hari esok masih ada kesempatan bertobat. Pertobatan reguler dilakukan dengan cara antara lain lebih banyak menyumbang kegiatan-kegiatan sosial bahkan kegiatan keagamaan.
Selain itu, ada kompensasi lain yang diterima meski mereka sadar kegiatan korupsi beresiko. Dengan kelebihan materi mereka, biasanya cukup mampu mengangkat derajat sosial di tengah masyarakat. Belum lagi keyakinan bahwa dengan materi itu juga sekaligus bisa ”membayar” aparat penegak hukum yang lemah integritasnya sehingga bisa menghindarkannya dari tindakan penyidikan lebih jauh bahkan mungkin dihentikan penyidikannya.
Ketika pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kelihatan lebih memiliki integritas dan kebal sogokan, tampak para koruptor lebih berhati-hati. Wujud kehati-hatiannya adalah dengan mencermati lebih seksama kondisi-kondisi apa yang bisa menjebak mereka untuk dapat diseret sebagai tersangka.
Pola kerja KPK dicermati, misalnya cara pelacakan atau penelusuran bukti korupsi, besaran korupsi yang ditangani sampai pada pencermatan kemana nasib pelaku itu berakhir. Ternyata meski KPK cukup agresif, toh putusan akhir tetap di pengadilan, berarti masih ada celah kemungkinan ”pengamanan” kasus di pengadilan.
Begtulah kisah Tom and Jerry, selalu lucu dan menarik untuk ditonton. Ada suatu hari saya menonton Tom and Jerry yang membuat saya justru terharu daripada sekedar tertawa lucu. Tom sang kucing suatu pagi terbangun dengan bercak-bercak merah di sekujur tubuhnya. Tom kaget dan tiba-tiba menyadari kalau dia menderita cacar. Penyakit itu diramalkan akan merenggut jiwanya.
Dengan sangat gundah Tom terpuruk di dekat perapiran. Jerry, sang tikus, yang mengendap-endap ke dapur tidak lagi menarik perhatiannya. Bahkan ketika Jerry dengan demonstratif memboyong keju dari dapur hanya dipandangi oleh Tom dengan mata yang sayu. Jerry yang dasarnya memang usil semakin demonstratif.
Sembari memboyong keju, si Jerry mampir ke dekat hidung Tom dan menarik-narik kumis sang kucing yang biasanya ganas itu. Tom memandang Jerry kuyu bahkan dengan mata berkaca-kaca ia menarik Jerry ke dalam pelukannya.
Suatu hari di puncak rasa frustrasinya Tom diam-diam bermaksud meninggalkan rumah membawa penyakitnya pergi, toh sebentar lagi dia akan mati. Melihat itu Jerry bersorak kegirangan. Hatinya berbunga-bunga, memang keputusan ini yang saya tunggu sejak lama agar bisa hidup sebebas-bebasnya di dalam rumah ini. Di tengah gemuruh halilintar, Tom membuka pintu disaksikan Jerry dari kejauhan.
Tom tidak memperdulikan hujan lebat, tekadnya sudah bulat untuk pergi. Sambil berjalan di tengah hujan lebat, Tom sesekali memperhatikan sekujur tubuhnya yang disinari cahaya petir.
Dia terperanjat melihat tubuhnya yang tiba-tiba bersih dari bintik merah. Dia segera berlari kembali ke rumah dan langsung ke hadapan cermin. Ternyata betul, cacarnya hilang. Dia baru tersadar bahwa bintik merah yang ada di tubuhnya selama ini hanya cat air. Berarti selama ini cacar saya karena dikerjai, gumam Tom dengan geram. Lalu siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan Jerry. Seketika rasa permusuhan Tom kepada Jerry membara tak terbendung.
Kelanjutannya, pertarungan sang kucing dan sang tikus kembali seperti sediakala, lucu dan seru.
Itu hanya cerita kartun, dan pasti ada hikmahnya kalau kita coba telisik. Bagaimana kemungkinannya bila para pemburu koruptor pada akhirya frustasi karena satu dan lain sebab? Atau bagaimana bila dibalik bahwa yang menderita cacar adalah Jerry sang tikus? Pasti ia akan pasrah dan berhenti usil karena sadar umurnya tidak akan lama lagi. Bahkan mungkin dengan segala resiko dia akan berdamai dengan Tom meski ada kemungkinan dijadikan santapan.
Bagaimana bila para koruptor tiba-tiba mengalami nasib seperti tikus yang kena cacar dan sebentar lagi akan mati? Mungkin dengan segala resiko, demi ketenteraman hidup di alam sana para koruptor itu akan menyerahkan diri secara sukarela kepada para pemburu koruptor.
0 comments:
Post a Comment
Tim Gudang Materi mengharapkan komentar anda sebagai kritik dan saran untuk kami .. Hubungi kami jika anda mengalami kesulitan !